AS Bantu Pantau Kondisi Sungai Mekong dampak Bendungan Tiongkok

Pada hari Senin (14/12) Amerika Serikat sudah merencanakan pendanaan proyek implementasi satelit untuk pelacakan dan pemantauan ketinggian air di Sungai Mekong. Hal ini terkait adanya belasan bendungan milik Tiongkok yang selama ini membendung sepanjang aliran hulu sungai ini, dikutip dari The Diplomat. 

Proyek Mekong Dam Monitor ini didanai sebagian oleh Departemen Luar Negeri AS yang menggunakan data dari sistem cloud untuk melacak kondisi air di bendungan Tiongkok dan negara lainnya. Selain itu, nantinya dari proyek ini akan diberikan informasi secara detil dan terbuka untuk siapapun serta bersifat langsung atau real-time, dilansir dari Japan Times. 

Mendengar proyek dari Amerika Serikat tersebut, Tiongkok menolak adanya tudingan bahwa bendungan di negaranya berdampak buruk bagi negara lain. Bahkan Tiongkok juga menolak penelitian yang dilakukan oleh Eyes on Earth pada tahun 2019 yang menyebutkan bendungannya sebagai dalang kekeringan di Asia Tenggara, dilansir dari Sputnik.

Menanggapi permasalahan ini, Tiongkok pada awal tahun ini juga menyetujui pembagian data dengan negara-negara Komisi Sungai Mekong, meliputi, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos dan Vietnam. Padahal sebelumnya Beijing hanya membagikan informasi hujan musiman, tapi kini berjanji untuk membagikan data hidrologi setiap tahunnya. 

Selain permasalahan Laut Tiongkok Selatan yang selama ini menjadi persengketaan antara Tiongkok dan negara-negara Asia Tenggara. Kondisi serupa juga terjadi di aliran Sungai Mekong yang mengalir dari Tibet, Tiongkok hingga muara Laut Tiongkok Selatan di Vietnam. 

Perselisihan kian meruncing setelah maraknya pembangunan bendungan raksasa oleh Pemerintah Tiongkok di area hulu. Bahkan hingga kini total terdapat 11 bendungan yang berdiri di sepanjang aliran Sungai Mekong di Tiongkok. 

Alhasil adanya bendungan Tiongkok tersebut sudah berdampak banjir dan kekeringan di area hilir sungai yang melintasi lima negara Asia Tenggara sejak tahun lalu. Padahal sungai tersebut menjadi sumber kehidupan bagi sekitar 60 juta masyarakat di negara hilir, dilansir dari Japan Times.