Militer Burkina Faso Tolak Pemilu sampai Kondisi Negara Aman 

Transisi pemerintahan tertunda lagi

Jakarta, IDN Times - Presiden junta militer Burkina Faso, Ibrahim Traore, menolak penyelenggaraan pemilu di masa transisi. Alasannya adalah kondisi di negara Afrika barat itu masih belum kondusif. 

Pekan ini, Burkina Faso telah digegerkan dengan upaya kudeta dari sejumlah petinggi militer untuk melengserkan Traore. Pemberontakan itu pun berhasil digagalkan dan empat pejabat militer sudah ditangkap, tetapi dua lainnya masih dalam kejaran. 

1. Traore berjanji adakan pemilu jika semuanya sudah aman

Traore menjanjikan penyelenggaraan pemilu setelah situasi keamanan di Burkina Faso membaik. Ia menyatakan itu di depan ratusan pendukungnya, yang menggelar pawai di Ouagadougou untuk merayakan setahun kepemimpinannya. 

Dalam wawancara di televisi nasional, Traore menegaskan bahwa peningkatan keamanan adalah kepentingan utama negaranya saat ini.  

Dilaporkan Reuters, junta militer sebelumnya berjanji akan menggelar pemilu pada Juli 2024. Padahal, pemilu itu yang menjadi penanda berakhirnya masa transisi kepemimpinan militer dan peralihan kepada sipil. 

Baca Juga: Burkina Faso Tangkap Petinggi Militer yang Berniat Kudeta

2. Burkina Faso merekrut 11 ribu personel militer baru

Pada saat yang sama, Traore mengakui bahwa terdapat kesalahan soal kapabilitas militer Burkina Faso yang sebenarnya. Ia pun mengakui masih banyak teror dan akan merekrut 11 ribu personel militer baru untuk melawan terorisme. 

"Pada area-area tersebut, kami sudah meninggalkannya dalam beberapa tahun. Sekarang, kami akan pergi ke sana. Di sana terdapat perang besar dan kami berharap dapat masuk ke sana. Nantinya, tidak akan ada wilayah Burkina Faso yang tidak bisa kami pijak," terang Traore, dikutip RFI

Ia menambahkan bahwa pasukan Burkina Faso akan mengintervensi masalah keamanan di Niger. Intervensi militer itu tidak hanya dalam meringkus terorisme dan instabilitas, tetapi juga jika adanya serangan dari ECOWAS.

3. Sudah ada 17 ribu korban tewas dalam konflik di Burkina Faso

Pakar keamanan di Sahel, Lassina Diarra. mengungkapkan bahwa kehadiran Traore sebagai pemimpin memang membawa harapan baru bagi rakyat Burkina Faso. Mereka berharap ia dapat mengatasi krisis keamanan di negaranya. 

"Ibrahim Traore datang dan memberikan banyak harapan bagi rakyat Burkina Faso dalam menyelesaikan krisis keamanan. Sejumlah upaya sudah dilakukan untuk mengambil alih wilayah, tetapi situasi justru semakin memburuk," katanya, dilansir Africa News.

Berdasarkan data dari organisasi non-profit, Acled, korban tewas dalam konflik di Burkina Faso mencapai 17 ribu jiwa sejak 2015. Pada 2023, korban tewas dalam kekerasan ini mencapai lebih dari 6 ribu jiwa. 

Meski selama ini militer Burkina Faso yang menjadi target utama, tetapi warga sipil tetap terdampak besar. Menurut data dari NRC (Norwegian Refugee Council) lebih dari 6 ribu sekolah tutup atau sekitar satu per empat dari keseluruhan sekolah di Burkina Faso. 

Baca Juga: Burkina Faso Larang Majalah Jeune Afrique karena Dituding Muat Hoaks

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya