Presiden Bosnia: Perang Ukraina Tunda Pemisahan Republika Srpska

Bosnia-Herzegovina disebut sebagai negara hasil uji coba

Jakarta, IDN Times - Presiden Bosnia Serbia, Milorad Dodik, pada Senin (6/6/2022) mengaku bahwa teritori Republika Srpska harus menunda pemisahan akibat konflik di Ukraina. Pernyataan itu diungkapkan dalam pertemuan anggota parlemen teritori etnis Serbia tersebut. 

Pada Desember lalu, anggota parlemen Bosnia Serbia memutuskan untuk memisahkan institusi vital, meliputi militer, yudisial, dan sistem perpajakan dari Bosnia-Herzegovina. Hal ini dianggap sebagai permulaan dalam upaya pemisahan Republika Srpska, dilansir Reuters

1. Menghindari permasalahan akibat konflik Ukraina

Dodik mengatakan, rencana pemisahan Republika Srpska tidak dibatalkan dan hanya tertunda selama enam bulan. Pemimpin berusia 63 tahun itu menyebut, penundaan ini untuk menghindari permasalahan akibat posisi geopolitik Republika Srpska yang rumit.

"Maka dari itu, kami menunda realisasi konklusi kami mengenai pemisahan teritori Republika Srpska dari pemerintah pusat Bosnia-Herzegovina," tutur Dodik. 

"Kami ingin Bosnia Serbia untuk mempertahankan netralitas berkaitan dengan perang Rusia-Ukraina. Oleh karena itu, kami juga menentang sanksi yang diberikan kepada Rusia," tambahnya, dilansir RFE/RL

Di samping itu, Dodik juga menyerukan agar perwakilan Bosnia Serbia di pusat agar menolak sanksi yang dijatuhkan Bosnia kepada Rusia terkait konflik di Ukraina.

Baca Juga: PM Estonia: Kebebasan Ukraina Lebih Berharga dari Gas Rusia!

2. Dodik sebut Bosnia-Herzegovina adalah negara percobaan

Dodik, yang menjadi salah satu dari tiga presiden yang mewakili entis Serbia, berulang kali menginginkan pemisahan Republika Srpska dari Bosnia Herzegovina. Ia juga menegaskan akan melakukan pemisahan sebelum batas tenggat waktu pada minggu ini. 

Dodik juga menyebut Bosnia-Herzegovina adalah sebuah negara percobaan yang dibuat oleh komunitas internasional. Bahkan, ia menegaskan sistem tersebut tidak mungkin bisa diterapkan dan dijadikan dalam satu negara. 

Negara-negara Barat menyebut pemisahan Republika Srpska akan merusak kestabilan di Bosnia Herzegovina yang sudah tertuang dalam Perjanjian Dayton tahun 1995. Perjanjian itu pula yang menandai berakhirnya perang antar etnis di Bosnia, dilansir Euronews

Perjanjian Dayton sudah membagi Bosnia-Herzegovina menjadi dua wilayah otonom, yakni Federasi Bosnia-Kroat dan Republika Srpska (RS). Sayangnya, sistem pemerintahan multi etnis itu tidak berjalan mulus dan ketiga pemimpin tidak dapat berkolaborasi dengan baik. 

3. Dodik akan bertemu dengan Putin di St. Petersburg

Dodik selama ini dikenal sebagai salah satu sekutu Rusia. Pemimpin dari Partai SNSD itu juga memiliki hubungan yang erat dengan Serbia dan menolak rencana Bosnia-Herzegovina untuk bergabung dengan NATO. 

Pada Sabtu lalu, Dodik juga sudah merencanakan untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, yang direncanakan berkunjung ke Belgrade, Serbia pada Selasa. Namun, Lavrov membatalkan kunjungannya akibat pemblokiran udara dari Bulgaria dan Makedonia Utara. 

Meski batal bertemu dengan Lavrov, Dodik nantinya akan bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 17 Juni. Hal itu berkaitan dengan undangan Forum Ekonomi Internasional di St. Petersburg dari Duta Besar Rusia di Bosnia-Herzegovina, Igor Kalabukhov, dilaporkan N1

Dodik selama ini dianggap sebagai salah satu tokoh yang menyulut ketidakstabilan dan perpecahan di Bosnia-Herzegovina. Bahkan, negara Balkan itu disebut tengah menghadapi krisis terbesar sejak berakhirnya Perang Bosnia pada tahun 1995. 

Baca Juga: Warga Bosnia-Herzegovina Peringati 30 Tahun Hari Pita Putih, Apa Itu?

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya