Presiden Bulgaria Tolak Penghancuran Monumen Uni Soviet di Sofia

Sebut sebagai bagian dari sejarah Bulgaria

Jakarta, IDN Times - Presiden Bulgaria Ruman Radev, pada Rabu (13/12/2023), mengecam penghancuran monumen peninggalan Uni Soviet di Sofia. Ia bahkan menyebut aksi ini sebagai upaya penghapusan sejarah bangsa dan khawatir memicu gejolak sosial dalam masyarakat. 

Sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina, pandangan publik Bulgaria terpecah menjadi dua, pro-Eropa dan pro-Rusia. Bahkan, Kantor Representasi Uni Eropa (UE) di Sofia sempat terdampak vandalisme oleh demonstran pro-Rusia yang menolak pengiriman senjata ke Ukraina. 

Proses penghancuran monumen Soviet tersebut sudah dilakukan sejak Selasa (12/12/2023) di tengah penjagaan ketat aparat keamanan. Ratusan warga yang menolak dan mendukung penghancuran datang melihat monumen itu untuk terakhir kalinya. 

1. Khawatir memperparah perpecahan di Bulgaria

Radev mengatakan, penghancuran monumen Soviet akan berdampak pada perpecahan yang semakin nyata di Bulgaria. Ia pun menyebut tindakan ini hanya akan menghapus ingatan sejarah bangsa Bulgaria. 

"Penghancuran monumen Soviet ini adalah tindakan barbar yang tidak hanya ditujukan untuk menghapus sejarah bangsa, tetapi juga memperparah konfrontasi sosial. Penghancuran monumen ini akan memicu penolakan terhadap monumen lainnya," ungkap Radev, dikutip BTA.

"Ini adalah serangan terhadap kenegaraan, sejarah, dan ingatan dari dulu hingga kini. Proses penghancuran ini sudah tersebar, ini akan menimbulkan perpecahan dan intoleransi di masyarakat," tambahnya. 

Ia mengingatkan bahwa pihak yang merencanakan penghancuran monumen ini berarti mempersiapkan sabotase terhadap konstitusi negara. 

Baca Juga: Politikus Polandia Ganggu Perayaan Yahudi Hanukkah: Ini Upacara Setan!

2. Partai pro-Rusia berjanji akan kembalikan monumen Soviet

Pemimpin partai pro-Rusia Vazrazhdane, Kostadin Kostadinov mengatakan bahwa aksi ini akan memperburuk hubungan baik Bulgaria-Rusia. 

"Kami meminta Presiden Radev untuk mengadakan referendum terkait penghancuran monumen Soviet ini. Kami berjanji akan mengembalikan monumen tersebut ketika partai kami memerintah di Bulgaria, seperti halnya monumen-monumen lainnya," terangnya. 

"Kenapa tidak ada yang menyebarkan isu pentingnya monumen anti-Bulgaria, termasuk kelompok yang mengglorifikasi Amerika Serikat yang sudah membunuh 4 ribu perempuan dan anak-anak Bulgaria ketika Perang Dunia II," sambungnya. 

Pemimpin Partai Sosialis Bulgaria, Korneliya Ninova, mengatakan bahwa ia menginginkan semua monumen di Bulgaria dijaga dan dirawat tidak peduli subjek di baliknya. Ia menekankan bahwa monumen tersebut adalah bagian dari sejarah Bulgaria. 

3. Penghancuran monumen sudah diwacanakan usai berakhirnya rezim komunis Bulgaria

Penghancuran monumen itu diusulkan oleh Wali Kota Sofia Vassil Terziev yang dikenal sebagai sosok politikus pro-Eropa. Keputusan ini mengakhiri perdebatan panjang penghancuran monumen itu menyusul runtuhnya rezim komunis di Bulgaria pada 1993. 

Dilansir Balkan Insight, monumen tersebut berdiri sejak 1954 untuk menengang masuknya tentara Uni Soviet ke Bulgaria pada 1944. Bahkan, monumen tersebut menjadi saksi peninggalan Soviet tertinggi di Bulgaria dengan tinggi mencapai 37 meter. 

Anggota parlemen dari Partai Demokratik Bulgaria, Ivaylo Mirchev, mengatakan bahwa monumen tersebut adalah simbol okupansi Soviet di Bulgaria. Ia menyebut monumen itu terus membayangi kenangan buruk masa lalu negaranya. 

"Monumen tersebut akan menjadi masa lalu, seperti yang seharusnya. Kami tidak hanya meruntuhkan monumen, kami sedang mengambil kesempatan dalam mengenali sejarah lewat prisma kami, daripada melihatnya dari propaganda Rusia," ujarnya. 

Baca Juga: Warga Bulgaria Protes Penutupan Gereja Ortodoks Rusia

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya