Populasi China Alami Penurunan selama 2 Tahun Berturut-Turut

Jumlah penduduk China turun hingga 2,75 juta orang

Jakarta, IDN Times - Jumlah penduduk China dilaporkan turun hingga 2,75 juta orang pada 2023. Hal ini menandakan penurunan populasi selama dua tahun berturut-turut di negara tersebut.

Biro Statistik Nasional pada Rabu (17/1/2024) melaporkan, total populasi China hanya mencapai 1,4 miliar tahun lalu. Penurunan ini lebih cepat dibandingkan 2022, yang merupakan penurunan pertama sejak terjadinya bencana Kelaparan Besar di era Mao Zedong pada 1961.

Jumlah kematian tercatat meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 690 ribu jiwa. Para ahli demografi memperkirakan hal ini disebabkan oleh pencabutan pembatasan COVID-19 di China secara tiba-tiba pada akhir 2022.

Sementara itu, jumlah kelahiran juga turun pada tahun ketujuh, dengan sekitar 9 juta bayi dilahirkan pada 2023. Adapun jumlah ini setengah dari total kelahiran pada 2016. 

1. PBB perkirakan populasi China akan menyusut hingga 109 juta orang pada 2050

Angka kelahiran di China telah anjlok selama beberapa dekade akibat kebijakan satu anak, yang diterapkan pada 1980 hingga 2015, dan pesatnya urbanisasi selama periode tersebut. Ledakan ekonomi telah membuat banyak penduduk desa pindah ke kota-kota besar, di mana biaya perawatan anak jauh lebih mahal.

Data baru menunjukkan bahwa prospek pertumbuhan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini semakin berkurang karena berkurangnya jumlah pekerja dan konsumen, sementara biaya perawatan lansia dan tunjangan pensiun meningkat.

Dalam jangka panjang, para ahli PBB memperkirakan populasi China akan menyusut sebesar 109 juta pada 2050. Penurunan ini lebih dari tiga kali lipat dari perkiraan sebelumnya pada 2019.

Baca Juga: Beri Selamat kepada Presiden Terpilih Taiwan, Filipina Ditegur China

2. Situasi ekonomi buat banyak anak muda China enggan menikah

Victor Li sendiri bertekad untuk segera menikah. Namun, seperti banyak anak muda China lainnya yang bergulat dengan prospek ekonomi yang tidak menentu, pengusaha kaya asal Shanghai ini tidak yakin ia mampu melakukannya.

“Sangat mahal bagi kami untuk menikah, terutama di kota besar seperti Shanghai. Dari segi kemampuan finansial, sebenarnya memberikan banyak tekanan pada anak muda, termasuk saya," kata pria berusia 32 tahun itu, dikutip Reuters.

Kondisi perekonomian China yang melambat, dengan prospek pekerjaan yang buruk, tingginya angka pengangguran di kalangan muda dan rendahnya kepercayaan konsumen, membuat semakin banyak orang memilih tetap melajang. Hal ini menyebabkan penurunan pernikahan mencapai rekor pada 2022.

“Bukannya kami ingin melajang, tapi struktur perkotaan, situasi ekonomi yang menyebabkan hal ini,” kata Jack Jiang, seorang pengusaha berusia 32 tahun.

3. Pemerintah tawarkan berbagai program untuk mendorong pernikahan

Keengganan untuk menikah telah mengkhawatirkan para pembuat kebijakan yang sedang bergulat untuk meningkatkan populasi. Tahun lalu, Presiden China Xi Jinping menekankan perlunya menumbuhkan budaya baru pernikahan dan mengasuh anak dalam upaya mendorong pembangunan nasional.

Pemerintah daerah juga telah mengumumkan berbagai langkah untuk mendorong keluarga baru, termasuk pengurangan pajak dan subsidi perumahan, serta insentif tunai bagi perempuan yang menikah pada usia 25 tahun atau lebih muda.

Namun Julia Meng, salah seorang warga China, mengatakan bahwa semakin banyak orang berusia 35 tahun ke atas yang secara efektif menyerah pada pernikahan.

Baca Juga: Sekitar 1.000 Wisatawan Terjebak Longsoran Salju di China

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya