WHO: 23 Rumah Sakit di Gaza Tidak Berfungsi Sama Sekali

RS Nasser di Khan Younis berhenti beroperasi pada Minggu

Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, serangan Israel dan krisis bahan bakar telah mengakibatkan total 23 rumah sakit di Gaza tidak berfungsi sama sekali pada Minggu (18/2/2024). Saat ini, hanya tersisa 12 rumah sakit yang berfungsi sebagian dan satu rumah sakit yang berfungsi minimal. 

Para dokter di seluruh Gaza mengatakan bahwa mereka terpaksa mengoperasi pasien tanpa obat bius, mengabaikan mereka yang menderita penyakit kronis, dan mengobati luka yang membusuk dengan persediaan medis terbatas.

"Karena kekurangan obat pereda nyeri, kami membiarkan pasien menjerit berjam-jam," kata salah seorang dokter kepada BBC.

1. Pasukan Israel halangi tim medis masuk ke RS Nasser

Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza selatan, menjadi fasilitas kesehatan terbaru yang tidak beroperasi usai pengepungan selama berminggu-minggu oleh pasukan Israel. WHO mengatakan, tim medis tidak dizinkan masuk ke rumah sakit tersebut untuk menangani pasien.

"Rumah sakit Nasser di Gaza tidak berfungsi lagi, setelah pengepungan selama seminggu yang diikuti dengan serangan yang sedang berlangsung," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di media sosial X.

“Baik kemarin maupun sehari sebelumnya, tim WHO tidak diizinkan masuk rumah sakit untuk menilai kondisi pasien dan kebutuhan medis kritis, meski sudah sampai di kompleks rumah sakit untuk mengantarkan bahan bakar bersama mitranya,” katanya.

Hampir 200 pasien dilaporkan masih dirawat di fasilitas tersebut, dan sedikitnya 20 pasien memerlukan rujukan segera ke rumah sakit lain. Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan hanya empat staf medis yang tersisa di sana untuk merawat mereka.

Salah satu sumber di rumah sakit, yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan bahwa 11 telah pasien meninggal akibat gangguan pasokan listrik dan oksigen. Beberapa dokter juga telah ditangkap.

Baca Juga: Israel Akan Batasi Akses Masuk ke Masjid Al Aqsa selama Ramadan

2. Pasien terus membludak di berbagai rumah sakit

Staf di rumah sakit terdekat mengatakan, operasi militer di fasilitas kesehatan Nasser telah memberikan tekanan ekstra.

“Situasi ini jauh lebih parah dari sebelumnya, jadi bagaimana menurut Anda setelah kami menerima ribuan pengungsi lainnya dan sekarang mereka tinggal di lorong-lorong dan tempat umum?” ujar Yousef al-Akkad, direktur Rumah Sakit Eropa Gaza di kota selatan Khan Younis.

Dia mengatakan bahwa rumah sakit tersebut tidak memiliki cukup ranjang untuk menangani pasien yang memerlukan perawatan. Para staf terpaksa membentangkan kain di atas rangka logam dan kayu, atau membaringkan pasien di lantai tanpa alas apapun.

Dokter lain dari seluruh Jalur Gaza juga menggambarkan situasi serupa.

“Bahkan jika ada seseorang yang mengalami serangan jantung atau masalah jantung, kami menempatkan mereka di lapangan dan mulai menanganinya,” kata Marwan al-Hams, direktur Rumah Sakit Martir Mohammed Yusuf al-Najjar di Rafah.

3. Rumah sakit kekurangan obat bius dan pasokan medis lainnya

Para dokter mengatakan bahwa mereka kesulitan bekerja dengan persediaan medis yang terbatas.

“Kami kekurangan obat bius, pasokan untuk ICU, antibiotik, dan yang terakhir obat penghilang rasa sakit. Ada banyak orang yang mengalami luka bakar parah. Kami tidak memiliki obat penghilang rasa sakit yang cocok untuk mereka," kata al-Akkad.

Ia menambahkan bahwa tim medis terpaksa mengesampingkan orang-orang yang menderita penyakit kronis.

“Terus terang kami tidak memiliki tempat tidur untuk mereka atau potensi untuk menindaklanjutinya. Bagi siapa pun yang melakukan cuci darah empat kali seminggu, sekarang dia melakukannya seminggu sekali. Jika orang ini melakukan cuci darah 16 jam seminggu, sekarang menjadi satu jam," jelasnya.

Mohamed Salha, penjabat direktur rumah sakit Al-Awda di Gaza utara, mengatakan bahwa orang-orang yang butuh perawatan dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan keledai dan kuda.

“Yang parahnya adalah luka pasien sudah membusuk, karena lukanya sudah terbuka lebih dari dua atau tiga minggu,” kata Salha, menambahkan bahwa para dokter di sana melakukan operasi dengan penerangan lampu senter karena tidak adanya listrik.

Beberapa perempuan juga terpaksa melahirkan di tenda tanpa bantuan medis, sementara rumah sakit yang menyediakan layanan kebidanan mengatakan kapasitas mereka terbatas.

“Di satu departemen, ada seseorang yang meninggal dan di departemen lain, kehidupan baru lahir. Anak-anak lahir dan tidak ada susu untuk mereka. Rumah sakit menyediakan satu kotak susu untuk setiap anak,” paparnya.

Baca Juga: Mesir Disebut Bangun Tembok di Perbatasan Gaza, Tolak Warga Palestina?

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya