Italia Tolak Ekstradisi ke Argentina Pendeta yang Diduga Membunuh

Permintaan ekstradisi ditolak menteri kehakiman

Jakarta, IDN Times - Menteri Kehakiman Italia Carlo Nordio memutuskan menolak ekstradisi terhadap pendeta Franco Reverberi, 86 tahun, ke Argentina pada Jumat (12/1/2024). Argentina meminta ekstradisi karena Reverberi diduga telah melakukan pembunuhan dan penyiksaan.

Kejahatan itu dituduh terjadi saat Argentina masih dipimpin pemerintahan kediktatoran militer pada 1976-1983. Pada masa itu Reverberi merupakan pendeta militer.

Baca Juga: Italia Desak Hungaria Cabut Veto Bantuan Finansial ke Ukraina

1. Menteri awalnya menyetujui ekstradisi

Italia Tolak Ekstradisi ke Argentina Pendeta yang Diduga MembunuhMenteri Kehakiman Italia Carlo Nordio. (Facebook.com/Carlo Nordio)

Dilansir Associated Press, pada bulan Agustus, Nordio awalnya menyetujui ekstradisi, tapi karena kesalahan administrasi, menteri tersebut tidak mengetahui permohonan banding yang diajukan Reverberi. Oleh karena itu, proses banding terus berjalan, sehingga pengadilan pidana tinggi pada Oktober menguatkan keputusan ekstradisi pendeta tersebut.

Keputuasan pada bulan Oktober membuat Nordio punya kesempatan kedua untuk memberikan keputusan akhir mengenai ekstradisi. Dalam sistem peradilan Italia, menteri kehakiman dapat mematuhi atau menolak keputusan pengadilan mengenai ekstradisi. Dia kemudian mengeluarkan keputusan menentang ekstradisi, dengan alasan pendeta itu berusia lanjut dan kesehatannya buruk.

Reverberi mempunyai kewarganegaraan ganda Argentina dan Italia, ia meninggalkan Argentina pada 2011 setelah persidangan pertama atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan pada masa kediktatoran berlangsung di provinsi Mendoza. Kesaksian para penyintas dan anggota keluarga mulai menunjukkan dia bertanggung jawab.

Saat sedang dipertimbangkan untuk ekstradisi, Reverberi harus mendaftar setiap hari di kantor polisi setempat di Sorbolo, sebuah kota kecil di wilayah Emilia-Romagna, Italia, tempat ia dilahirkan dan tempat ia sesekali mengadakan Misa. Sidang telah dijadwalkan minggu depan untuk secara resmi membebaskannya dari kewajiban tersebut.

2. Berharap dapat diadili di Italia

Italia Tolak Ekstradisi ke Argentina Pendeta yang Diduga MembunuhIlustrasi palu pengadilan. (Pixabay.com/Daniel_B_photos)

Dilansir The Guardian, Jorge Ithurburu, presiden 24 Marzo, sebuah organisasi yang berbasis di Roma yang mewakili keluarga korban kediktatoran Argentina, menyerukan agar Reverberi setidaknya dapat diadili di Italia.

“Impunitas tidak diatur dalam undang-undang. Kami sudah menghubungi Majelis Permanen Hak Asasi Manusia di San Rafael, Argentina, yang siap mengajukan pengaduan ke pihak berwenang Italia atas kejahatan Reverberi. Jika pastor tersebut tidak diekstradisi, maka dia harus diadili di Italia," ujar Ithurburu.

“Langkah Menteri Kehakiman Italia berbeda dengan keputusan pengadilan terhadap Reverberi,” kata Arturo Salerni, pengacara yang mewakili Argentina dalam kasus tersebut. Harapan terakhir kami adalah Reverberi bisa diadili di Italia.

Reverberi menghadapi dakwaan terkait dengan dugaan pembunuhan pada 1976 terhadap Jose Guillermo Beron, aktivis politik berusia 20 tahun. Dia juga dituduh melakukan penyiksaan terhadap beberapa orang lainnya di kota San Rafael dekat Mendoza.

Baca Juga: Italia Kritik Jerman karena Danai Kelompok Amal bagi Migran 

3. Selama kediktatoran militer di Argentina sekitar 30 ribu orang dibunuh

Italia Tolak Ekstradisi ke Argentina Pendeta yang Diduga MembunuhIlustrasi Argentina. (Unsplash.com/Angelica Reyes)

Setelah kudeta pada 1976, militer Argentina secara sistematis menumpas semua pihak yang dianggap dapat menjadi oposisi dan akhirnya membunuh sekitar 30 ribu orang, hampir semuanya tidak bersenjata.

Narapidana yang hamil dibiarkan hidup sampai mereka melahirkan; diyakini bahwa sekitar 500 bayi diberikan kepada pasangan militer yang tidak memiliki anak untuk dibesarkan sebagai milik mereka. 133 bayi tersebut kini telah berusia 40-an dan telah dipertemukan kembali dengan keluarga kandung mereka.

Pada tahun 1985, hanya dua tahun setelah Argentina kembali ke demokrasi, pemimpin junta Jorge Videla dihukum karena pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, banyak penjahat yang merupakan bagian dari rezim tersebut pada saat itu melarikan diri ke Italia, memanfaatkan asal usul Italia dan kewarganegaraan ganda.

Dalam kasus serupa, persidangan akan dimulai di Roma pada tanggal 22 April terhadap seorang perwira militer Argentina, Carlos Luis Malatto, yang dituduh melakukan pembunuhan berencana terhadap delapan orang selama rezim Videla.

Mantan perwira militer itu dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Argentina, tapi sama dengan Reverberi, ia meninggalkan negara tersebut pada tahun 2011 dan tinggal tanpa gangguan di sebuah desa wisata di provinsi Messina, Sisilia.

Baca Juga: Italia Akhiri Kesepakatan Belt and Road Initiative China pada 2024

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya