Junta Myanmar Berlakukan Wajib Militer bagi Anak Muda
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Junta militer Myanmar mengumumkan wajib militer bagi anak muda mulai Sabtu (10/2/2024). Kebijakan ini diberlakukan saat negara itu kesulitan membendung milisi etnis dan pejuang anti-kudeta.
Myanmar berada dalam pemerintahan rezim militer selama hampir 50 tahun sebelum memulai pemerintahan demokrasi pada tahun 2011. Namun, negara itu kembali dipimpin militer setelah kudeta pada 1 Februari 2021.
1. Wajib militer untuk yang telah berusia 18 tahun
Dilansir Reuters, pemerintah mengatakan semua pria berusia 18 hingga 35 tahun dan wanita berusia 18 hingga 27 tahun harus mengabdi hingga dua tahun. Untuk spesialis seperti dokter yang berusia hingga 45 tahun harus mengabdi selama tiga tahun. Layanan ini dapat diperpanjang hingga total 5 tahun dalam keadaan darurat.
“Kewajiban untuk menjaga dan membela negara tidak hanya diberikan kepada para prajurit, tetapi juga kepada seluruh warga negara. Jadi saya ingin memberitahu semua orang untuk dengan bangga mengikuti undang-undang dinas militer rakyat ini,” kata Zaw Min Tun, juru bicara junta.
Kebijkan ini diterapkan berdasarkan undang-undang wajib militer yang diperkenalkan pada 2010, tapi belum ditegakkan. Mereka yang tidak mematuhi rancangan tersebut akan menghadapi hukuman lima tahun penjara.
Baca Juga: Terdesak Pejuang, 103 Tentara Junta Myanmar Kabur ke Bangladesh
2. Warga ingin meninggalkan Myanmar
Menanggapi pemberlakuan wajib militer, seorang dokter berusia 31 tahun di Yangon mengatakan dia lebih memilih meninggalkan Myanmar daripada menjalani wajib militer.
Editor’s picks
“Saya tidak bisa terus tinggal di pedesaan karena mereka bisa datang menjemput kami kapan saja. Jika mereka memaksa saya, saya akan lari saja. Tidak mungkin saya mengorbankan hidup saya untuk mereka,” kata dokter tersebut.
Seorang bankir berusia 31 tahun mengatakan dia khawatir junta akan mengklasifikasikannya sebagai spesialis, dan memaksanya untuk menjalani aturan tersebut.
“Daripada melayani mereka, saya akan meninggalkan negara ini atau mungkin bergabung dengan kekuatan revolusi,” katanya.
3. Militer mengalami kekalahan
Dilansir BBC, dalam beberapa bulan terakhir militer telah menghadapi serangkaian kekalahan memalukan dari milisi etnis dan pejuang anti-kudeta. Hal itu telah memicu kritik dan keraguan di kalangan pendukungnya.
Pada akhir tahun lalu, tiga tentara pemberontak etnis di negara bagian Shan, yang didukung kelompok bersenjata lain yang menentang pemerintah, menguasai penyeberangan perbatasan dan jalan yang membawa sebagian besar perdagangan darat dengan China.
Bulan lalu, Tentara Arakan mengatakan mereka telah menguasai kota Paletwa di negara bagian Chin dan pos militer terakhir di kota tersebut, pangkalan di puncak bukit di Meewa.
Presiden Myanmar yang dilantik militer, mantan jenderal Myint Swe, memperingatkan negaranya dalam bahaya perpecahan jika pemerintah tidak dapat mengendalikan pertempuran.
Kekacauan dan pertempuran yang timbul setelah kudeta telah menyebabkan lebih dari 1 juta orang mengungsi dan ribuan orang terbunuh.
Konflik yang terjadi membuat junta mengumumkan perpanjangan keadaan darurat untuk enam bulan berikutnya, sebelumnya keadaan darurat telah diberlakukan sejak 2021.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.