Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
bendera Iran. (unsplash.com/mostafa meraji)
bendera Iran. (unsplash.com/mostafa meraji)

Intinya sih...

  • Iran menolak proyek koridor transit AS di Kaukasus.

  • Iran khawatir akan kehadiran pasukan asing dan ancaman terhadap keamanan nasional.

  • Koridor TRIPP dirancang untuk menghubungkan Azerbaijan dengan Nakhchivan, memicu reaksi beragam di kawasan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Iran menolak rencana pembangunan koridor transit hasil mediasi Amerika Serikat (AS), yang merupakan bagian dari kesepakatan damai antara Azerbaijan dan Armenia. Proyek bernama “Rute Trump untuk Perdamaian dan Kemakmuran Internasional” (TRIPP) itu merupakan hasil perjanjian yang ditandatangani di Gedung Putih pada Jumat (8/8/2025).

Penolakan Teheran disampaikan oleh Ali Akbar Velayati, seorang penasihat senior untuk Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Velayati memperingatkan bahwa Iran tidak akan pernah membiarkan koridor yang didukung AS tersebut terwujud di sepanjang perbatasannya.

1. Iran khawatir AS tempatkan pasukan di koridor

Iran khawatir akan potensi kehadiran kekuatan asing, khususnya AS dan NATO, di koridor tersebut. Teheran memandang hal ini sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dan dapat memicu destabilisasi di kawasan.

Iran menganggap proyek ini bukan sekadar jalur perdagangan, melainkan sebuah plot politik yang dapat mengubah peta geopolitik Kaukasus. Pemerintah Iran juga menuduh rencana ini bertujuan merusak integritas teritorial dan kedaulatan Armenia.

"Trump berpikir Kaukasus adalah properti real estat yang bisa ia sewa selama 99 tahun. Jalur ini tidak akan menjadi gerbang bagi tentara bayaran Trump, melainkan akan menjadi kuburan mereka," kata Velayati, dilansir Al Jazeera.

Velayati menyatakan bahwa Iran akan menghalangi proyek ini, dengan atau tanpa sekutunya, Rusia. Dia menggambarkan rencana AS sebagai upaya untuk menempatkan ancaman di antara Iran dan Rusia.

Sebelumnya, Iran pernah menggelar beberapa latihan militer di perbatasan barat lautnya. Latihan tersebut merespons rencana serupa yang dahulu dikenal sebagai Koridor Zangezur.

2. Rincian rencana koridor Trump di Kaukasus

Koridor TRIPP dirancang untuk menghubungkan daratan utama Azerbaijan dengan wilayah terpisahnya, Nakhchivan, melalui jalur sepanjang 32 kilometer di selatan Armenia. Jalur ini akan memberikan Azerbaijan akses langsung ke sekutunya, Turki, tanpa melewati Iran.

Berdasarkan kesepakatan, AS akan mendapatkan hak pengembangan eksklusif atas koridor tersebut, yang akan dikelola oleh konsorsium sewaan Washington. Dilansir Strait Times, meski hukumnya tetap di bawah kedaulatan Armenia, kendali pengembangan infrastruktur seperti jalur kereta dan pipa energi akan dipegang AS.

Kesepakatan ini memicu reaksi yang beragam di kawassan. Turki menyambutnya sebagai peluang besar untuk meningkatkan perdagangan dan ekspor energi. Sementara, Rusia menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu klausul koridor tersebut.

Beberapa pihak menilai kesepakatan ini menandakan pengaruh Rusia yang kian memudar di Kaukasus, terutama setelah Moskow tidak melakukan intervensi saat Azerbaijan merebut Nagorno-Karabakh pada 2023. Situasi ini mendorong Armenia untuk mulai mencari mitra baru di Barat.

3. Masa depan koridor dan perdamaian Kaukasus

Salah satu tantangan yang masih tersisa untuk mencapai perdamaian adalah tuntutan Azerbaijan agar Armenia mengubah konstitusinya. Baku meminta Yerevan untuk menghapus klausul yang dianggap berisi klaim teritorial atas Nagorno-Karabakh.

Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, telah mengusulkan referendum terkait perubahan konstitusi, namun belum menetapkan tanggalnya. Isu ini masih sangat sensitif dan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Armenia.

Meski diwarnai ancaman dari Iran, analis meragukan kemampuan militer Teheran untuk benar-benar memblokir proyek tersebut. Iran saat ini disebut masih berada di bawah tekanan internasional terkait program nuklir dan dampak konflik lainnya.

Terlepas dari berbagai tantangan, para pejabat Azerbaijan tetap optimistis dan memandang kesepakatan ini sebagai sebuah terobosan bersejarah.

"Bab permusuhan telah ditutup dan sekarang kami bergerak menuju perdamaian abadi. Ini adalah pergeseran paradigma," kata Duta Besar Azerbaijan untuk Inggris, Elin Suleymanov, dikutip dariYnet.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team