Sementara itu, Netanyahu menulis dalam sebuah unggahan di X bahwa Israel mengecam keputusan tersebut.
“Kami mengecam keras keputusan Presiden Macron untuk mengakui negara Palestina di samping Tel Aviv setelah pembantaian 7 Oktober. Negara Palestina dalam kondisi seperti ini akan menjadi landasan peluncuran untuk memusnahkan Israel - bukan untuk hidup damai di sampingnya. Mari kita perjelas: Palestina tidak menginginkan negara di samping Israel. Mereka menginginkan negara, bukan Israel,” kata Netanyahu.
Sementara Hamas mengatakan, keputusan Prancis merupakan langkah positif ke arah yang benar dan mendesak semua negara di dunia untuk mengikuti jejak Prancis.
Saat ini, Negara Palestina diakui oleh lebih dari 140 dari 193 negara anggota PBB. Beberapa negara Uni Eropa, termasuk Spanyol dan Irlandia, termasuk di antaranya. Namun, pendukung utama Israel, Amerika Serikat (AS), dan sekutunya termasuk Inggris, belum mengakui negara Palestina.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis, Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer mengatakan ia akan mengadakan panggilan darurat dengan para pemimpin Prancis dan Jerman pada Jumat untuk membahas apa yang dapat dilakukan segera untuk menghentikan pembunuhan.
“Kenegaraan adalah hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina,” kata Starmer. Ia menambahkan, gencatan senjata akan menempatkan mereka di jalur menuju pengakuan negara Palestina dan solusi dua negara (two-state-solution).
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi memuji keputusan Prancis. Menurut Arab, keputusan Prancis menegaskan kembali komunitas internasional Konsensus tentang hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan pembentukan negara merdeka.