Kamboja Sahkan UU yang Izinkan Pencabutan Kewarganegaraan

Jakarta, IDN Times- Parlemen Kamboja mengesahkan amandemen konstitusi yang memberi pemerintah wewenang untuk mencabut kewarganegaraan seseorang. Keputusan tersebut diambil secara bulat oleh 125 anggota parlemen dalam sidang pada hari Jumat (11/7/2025).
Langkah ini sontak menuai kecaman dari berbagai kelompok hak asasi manusia internasional. Mereka khawatir aturan baru ini akan menjadi alat represi untuk membungkam suara-suara kritis terhadap pemerintah.
1. Mekanisme pencabutan kewarganegaraan segera disusun
Amandemen ini mengubah bunyi Pasal 33 Konstitusi Kamboja. Kini, pasal tersebut menyatakan bahwa proses menerima, kehilangan, hingga pencabutan status warga negara akan diatur lebih lanjut oleh undang-undang (UU).
Aturan sebelumnya dalam pasal yang sama menyebut bahwa seorang warga negara tidak dapat dicabut kewarganegaraannya kecuali atas dasar kesepakatan bersama.
Menteri Kehakiman, Koeut Rith, memastikan pemerintah akan segera menyusun rancangan undang-undang turunan untuk mengatur teknis pelaksanaannya. UU ini nantinya akan berlaku bagi semua warga negara, termasuk mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda.
"Jika Anda mengkhianati negara, negara tidak akan mempertahankan Anda," ujar Rith, dikutip dari Al Jazeera.
2. Diusulkan oleh mantan PM Kamboja
Usulan amandemen ini pertama kali digaungkan oleh mantan Perdana Menteri (PM) Kamboja, Hun Sen, yang kini menjabat sebagai Presiden Senat. Seruan tersebut ia sampaikan pada Juni sebagai respons atas kritik dari tokoh oposisi di pengasingan, dilansir CNA.
Para tokoh oposisi mengkritik cara pemerintah menangani sengketa perbatasan yang tengah berlangsung dengan Thailand. Salah satu figur yang menjadi sorotan Hun Sen adalah Sam Rainsy, pemimpin oposisi yang telah lama berada di pengasingan.
PM Hun Manet, putra Hun Sen, membela langkah ini dengan mengatakan bahwa banyak negara lain memiliki aturan serupa. Ia mengklaim ada sekitar 150 negara anggota PBB, termasuk Amerika Serikat, yang memiliki landasan hukum untuk mencabut kewarganegaraan.
Berbicara di hadapan warga, Hun Manet meminta masyarakat tidak perlu resah.
"Tapi jika Anda berkonspirasi dengan kekuatan asing untuk menghancurkan Kamboja, maka ya, baru Anda harus khawatir, dan dalam kasus itu Anda bukan orang Kamboja," tuturnya, dilansir ABC.
3. Amnesty: Kritikus terancam tanpa kewarganegaraan
Amnesty International menjadi salah satu lembaga yang paling vokal menyuarakan penolakan terhadap amandemen ini. Mereka khawatir aturan tersebut akan disalahgunakan untuk menargetkan para pembela HAM, aktivis, dan jurnalis independen.
Kekhawatiran terbesar adalah risiko munculnya status tanpa kewarganegaraan atau stateless. Seseorang yang kehilangan kewarganegaraannya akan kesulitan mengakses hak-hak dasar seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan layak.
"Kami sangat prihatin bahwa pemerintah Kamboja, dengan diberi wewenang untuk melucuti kewarganegaraan rakyatnya, akan menyalahgunakannya untuk menindak para pengkritik dan membuat mereka menjadi tidak berkewarganegaraan," kata Direktur Riset Regional Amnesty International, Montse Ferrer.