Koalisinya Kalah Pemilu, PM Jepang Tolak Mundur

- Koalisi Ishiba kalah tipis di parlemen, kehilangan kendali atas majelis tinggi.
- Isu biaya hidup jadi biang keladi kekalahan Ishiba, publik kecewa pada isu ekonomi dan skandal politik LDP.
- Kejutan dari partai populis Sanseito, merebut 14 kursi baru dan tampil sebagai pemenang kejutan.
Jakarta, IDN Times – Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba tidak akan mundur dari jabatannya meski koalisi pemerintahannya kalah dalam pemilu majelis tinggi, Minggu (20/7/2025). Ia beralasan harus menyelesaikan negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Kekalahan ini membuat koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Komeito kehilangan kendali atas majelis tinggi. Situasi tersebut menambah tekanan pada pemerintahan Ishiba yang sebelumnya juga sudah kehilangan mayoritas di majelis rendah.
1. Koalisi Ishiba kalah tipis di parlemen
Koalisi LDP-Komeito hanya berhasil memenangkan 47 dari 50 kursi yang dibutuhkan untuk mempertahankan mayoritas. Pemerintah berkuasa kini hanya memiliki 122 dari 248 kursi di majelis tinggi.
Keputusan Ishiba untuk bertahan dinilai tidak biasa. Sebelumnya, tiga perdana menteri LDP terakhir yang mengalami kekalahan serupa langsung mengundurkan diri.
Ishiba mengakui hasil pemilu ini sebagai kenyataan yang berat. Namun, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas politik negara.
"Meskipun saya sadar betul tanggung jawab kami atas hasil pemilu ini, saya harus memenuhinya agar politik tidak mandek. Saya akan melayani rakyat sambil mendengarkan suara mereka dengan tulus," kata Ishiba, dikutip dari Al Jazeera.
Kekalahan LDP membuka peluang bagi pihak oposisi di parlemen. Mereka dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Ishiba.
2. Isu biaya hidup jadi biang keladi kekalahan Ishiba
Kekecewaan publik terhadap isu ekonomi dinilai menjadi penyebab utama kekalahan koalisi berkuasa. Kenaikan biaya hidup, terutama harga beras yang melonjak dua kali lipat dalam setahun, memicu frustrasi pemilih.
Menurut jajak pendapat, mayoritas warga menginginkan pemotongan pajak konsumsi untuk mengatasi inflasi. Namun, pemerintah LDP menolak usulan itu karena khawatir akan utang negara yang sangat besar.
Analis menilai LDP telah salah langkah dalam menyikapi isu penting ini.
"LDP cenderung bermain bertahan dalam pemilu ini, berada di sisi yang salah dalam isu utama pemilih. Partai-partai oposisi memanfaatkan isu itu dan terus menggemakan pesan tersebut," kata David Boling dari firma konsultan Eurasia Group, dilansir dari The Guardian.
Selain isu ekonomi, serangkaian skandal politik LDP di masa lalu juga ikut menggerus kepercayaan publik. Sebagian pemilih konservatif juga menganggap Ishiba kurang nasionalis dibanding pendahulunya, Shinzo Abe, dilansir BBC.
3. Kejutan dari partai populis Sanseito
Kekalahan LDP justru menjadi berkah bagi partai populis sayap kanan, Sanseito. Mereka tampil sebagai pemenang kejutan dengan merebut 14 kursi baru, sehingga kini memiliki total 15 kursi.
Sanseito dikenal dengan slogan "Japanese First" dan retorika anti-imigrasi. Partai ini juga terinspirasi dari gaya politik Presiden AS Donald Trump yang dianggap berani.
Namun, pemimpin Sanseito, Sohei Kamiya, membantah tudingan bahwa partainya menolak total orang asing di Jepang.
"Frasa itu dimaksudkan untuk membangun kembali mata pencaharian orang Jepang dengan menolak globalisme. Saya tidak mengatakan kita harus melarang total orang asing atau setiap orang asing harus keluar dari Jepang," katanya, seperti dikutip Al Jazeera.
Partai ini membangun basisnya melalui YouTube dan kerap dihubungkan dengan teori konspirasi. Gaya mereka berhasil menarik suara pemilih yang kecewa dengan partai-partai mapan.