AS dan Inggris Sanksi China atas Tuduhan Serangan Siber

Peretas China bocorkan 40 juta data pemilih Inggris

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Inggris secara resmi menuduh China melakukan kampanye spionase dan serangan siber terhadap kedua negara itu pada Senin (25/3/2024). Menurut tuduhan tersebut, sekelompok peretas elit yang disponsori negara China telah menyusup ke dalam infrastruktur kritis AS seperti jaringan listrik, sistem pertahanan, dan infrastruktur vital lainnya. Mereka juga dituduh mencuri data 40 juta pemilih Inggris.

Tindakan ini dinilai sebagai upaya intimidasi China terhadap para pengkritiknya, seperti yang diungkapkan oleh Jaksa Agung AS, Merrick Garland. AS dan Inggris pun langsung merespons dengan menjatuhkan sanksi kepada kelompok, entitas dan individu yang terlibat dalam serangan siber ini.

Baca Juga: Inggris Tuduh Peretas China Ganggu Stabilitas Dalam Negerinya

1. Tuduhan AS dan Inggris terhadap China

Melansir dari The Guardian, dalam tuduhannya, pemerintah AS menyebut dua warga negara China bernama Zhao Guangzong dan Ni Gaobin terlibat dalam operasi siber ini. Keduanya diduga terafiliasi dengan perusahaan Wuhan Xiaoruizhi Science and Technology Company Ltd yang diyakini menjadi kedok dari Kementerian Keamanan Negara China.

Kelompok peretas yang mereka terlibat di dalamnya, dikenal sebagai APT 31, dituduh telah menargetkan berbagai pejabat tinggi pemerintah AS serta penasihat penting bagi keamanan nasional AS selama bertahun-tahun. Departemen Kehakiman AS juga mendakwa lima peretas lain yang diduga terlibat dalam operasi siber selama 14 tahun.

Mereka dituduh bekerja sama untuk meretas sistem komputer dan melakukan penipuan, dengan menargetkan individu dan organisasi yang mengkritik pemerintah China, termasuk perusahaan-perusahaan, politisi AS, dan pejabat dari negara-negara lain.

"Kasus ini menjadi pengingat tentang sejauh mana pemerintah China bersedia menargetkan dan mengintimidasi para pengkritiknya," tegas Jaksa Agung AS Merrick Garlandm, dikutip dari Wall Sreet Journal. 

Sementara itu, Inggris juga melayangkan tuduhan terhadap kelompok yang sama. Pemerintah Inggris menyatakan kelompok tersebut bertanggung jawab atas peretasan yang berhasil membocorkan informasi puluhan juta pemilih Inggris yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan. Serangan siber ini juga menyasar anggota parlemen Inggris yang vokal mengkritik ancaman dari China. 

2. Sanksi dari AS dan Inggris

Menanggapi kasus ini, AS dan Inggris mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak yang terlibat. Sanksi membuat semua aset dan kepentingan dari individu dan entitas yang terkena sanksi, baik yang berada di AS maupun yang dimiliki oleh warga AS, akan dibekukan dan harus dilaporkan ke Departemen Keuangan AS.

Tidak hanya itu, entitas yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terkena sanksi, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga akan mengalami pembekuan aset. Kecuali mendapat izin khusus dari Departemen Keuangan AS, warga atau entitas AS dilarang melakukan transaksi dengan pihak yang dikenai sanksi.

Sementara itu, Inggris juga menjatuhkan sanksi terhadap kelompok ini. Kementerian Luar Negeri Inggris juga akan memanggil duta besar China untuk dimintai keterangan terkait insiden ini. 

Baca Juga: Terancam China, Jepang dan AS Diskusikan Pejanjian Keamanan Baru

3. Motif China meretas data pemilih Inggris belum diketahui

Meskipun China telah dituduh melakukan peretasan terhadap Komisi Pemilihan Inggris, motif di balik tindakan ini masih belum jelas. Pasalnya, informasi seperti nama dan alamat pemilih yang dicuri sebenarnya dapat diperoleh dengan mudah dari broker data. Komisi Pemilihan mengungkapkan bahwa data yang diambil meliputi informasi pemilih yang terdaftar di Inggris, Irlandia Utara, dan juga mereka yang berada di luar negeri dari tahun 2014 hingga 2022.

Meski demikian, Ketua Komisi Pemilihan John Pullinger menegaskan bahwa insiden ini tidak akan memengaruhi proses pemilu atau partisipasi masyarakat dalam demokrasi. Ia menambahkan bahwa data yang terdapat dalam daftar pemilih terbatas dan sebagian besar sudah tersedia untuk publik.

Namun, Pullinger juga mengakui adanya kemungkinan data tersebut dapat dikombinasikan dengan informasi lain yang tersedia secara publik untuk mengidentifikasi dan membuat profil individu.

Baca Juga: Cara Mengamankan Rekening Bank dari Serangan Siber, Penting nih!

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya