Uganda Tolak Batalkan UU Anti LGBT walau Dikecam Negara Barat

Aktivis HAM serukan kekhawatiran akan putusan ini

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) Uganda menolak petisi yang mengupayakan pembatalan Undang-Undang Anti-LGBT yang dikecam secara internasional sebagai salah satu yang paling keras di dunia.

"Kami menolak untuk membatalkan UU Anti-Homoseksualitas 2023 secara keseluruhan, kami juga tidak akan memberikan perintah penangguhan permanen atas pemberlakuannya," kata Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Uganda, Richard Buteera, pada Rabu (3/4/2024),

Meski demikian, pengadilan mendapati beberapa pasal dalam UU tersebut melanggar hak atas kesehatan, privasi, dan kebebasan beragama, dilansir dari The Guardian

1. Upaya pembatalan UU Anti-LGBT kandas

Sejumlah pihak berupaya membatalkan UU Anti-Homoseksualitas Uganda melalui jalur hukum. Petisi diajukan oleh dua profesor hukum dari Universitas Makerere di Kampala, anggota parlemen dari partai berkuasa, serta aktivis HAM.

Mereka berargumen bahwa UU ini melanggar hak-hak dasar yang dijamin konstitusi Uganda, seperti kebebasan dari diskriminasi dan hak atas privasi, serta bertentangan dengan komitmen Uganda terhadap hukum HAM internasional, termasuk konvensi PBB terkait penyiksaan.

Namun, pada akhirnya MK yang beranggotakan lima hakim memutuskan menolak petisi tersebut secara bulat. Meski demikian, MK mengakui adanya beberapa pasal dalam UU yang melanggar hak atas kesehatan, privasi, dan kebebasan beragama.

Baca Juga: Presiden Uganda Tunjuk Anaknya sebagai Panglima Militer

2. Uganda bersikeras pertahankan UU meski dikecam dunia internasional

Undang-Undang Anti-Homoseksualitas yang disahkan Uganda pada Mei 2023 mengundang kecaman keras dari berbagai pihak. Aturan ini mengancam hukuman penjara seumur hidup bagi individu yang terlibat hubungan sesama jenis atas dasar suka sama suka, bahkan hukuman mati untuk kasus yang dikategorikan sebagai homoseksualitas berat.

Meski mendapat tentangan dari komunitas LGBTQ, aktivis HAM, PBB, hingga negara-negara Barat, pemerintahan Presiden Yoweri Museveni bersikukuh mempertahankan UU tersebut. Pejabat Uganda malah balik menuding pihak Barat berupaya memaksakan penerimaan gagasa LGBT di Afrika.

"Barat berusaha memaksa kami menerima hubungan sesama jenis dengan menggunakan bantuan dan pinjaman," tegas Menteri Luar Negeri Uganda, Henry Okello Oryem, pada Desember tahun lalu, dikutip dari Al Jazeera.

3. Aktivis khawatir putusan picu pelanggaran HAM

Putusan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis HAM. Mereka memperingatkan bahwa keputusan tersebut bisa memperburuk kondisi dan memicu pelanggaran HAM terhadap komunitas LGBT di negara itu.

"Putusan ini sayangnya akan memicu pelanggaran HAM terhadap komunitas LGBT di Uganda," kata Human Rights Awareness and Promotion Forum. 

Steven Kabuye, seorang aktivis dan direktur eksekutif kelompok advokasi Colored Voice Truth to LGBTQ yang pernah mengalami penyerangan, juga menyuarakan kekhawatiran serupa.

"Putusan pengadilan membuka kotak pandora yang akan semakin mendorong kehidupan komunitasa LGBT Uganda ke dalam kegelapan," ungkapnya.

Uganda sendiri dikenal sebagai negara dengan mayoritas Kristen yang sangat konservatif dan tidak toleran terhadap homoseksualitas. Bahkan pada Agustus lalu, seorang pria berusia 20 tahun menjadi warga pertama yang dijerat dengan dakwaan homoseksualitas berat di bawah UU ini.

Baca Juga: Nenek 70 Tahun di Uganda Lahirkan Anak Kembar, Begini Kisahnya!

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya