Lima Nelayan Palestina Ditangkap Pasukan Israel saat Melaut

- Militer Israel larang penangkapan ikan di perairan Gaza.
- 38 orang ditembak saat mencari bantuan.
- Warga Palestina di Gaza hadapi risiko kelaparan akut.
Jakarta, IDN Times - Lima nelayan Palestina ditahan oleh Pasukan angkatan laut Israel di lepas pantai Kota Gaza pada Sabtu (19/7/2025) malam.
Dilansir dari Anadolu, seorang perwakilan dari Serikat Nelayan di Gaza mengatakan bahwa para nelayan tersebut melaut demi mencari nafkah sehari-hari, mengingat pasokan makanan cukup langka di pasar. Namun, kapal-kapal patroli Israel mengejar dan menangkap mereka, lalu membawa kelima orang tersebut ke lokasi yang tidak diketahui.
1. Militer Israel larang penangkapan ikan di perairan Gaza
Militer Israel melarang aktivitas penangkapan ikan di perairan Gaza dan menargetkan siapa pun yang mencoba melaut dengan tembakan atau penangkapan. Namun, di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah, sejumlah nelayan rela mengambil risiko demi dapat menyediakan makanan bagi keluarga mereka.
Sejak 2 Maret 2025, Israel menutup seluruh penyeberangan ke Gaza dan memblokir masuknya bantuan kemanusiaan, sehingga memicu kelaparan di wilayah tersebut. Pada Mei, Israel mulai mengizinkan bantuan pangan masuk dalam jumlah terbatas ke Gaza, yang disalurkan melalui lembaga swasta yang didukung oleh Israel dan Amerika (AS).
Menurut data Palestina, sedikitnya 620 warga di Gaza meninggal dunia akibat kekurangan makanan dan obat-obatan sejak Oktober 2023. Pihak berwenang juga memperingatkan bahwa 650 ribu anak berisiko meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi, sementara sekitar 60 ribu ibu hamil menghadapi ancaman nyata karena kekurangan makanan dan minimnya akses terhadap layanan kesehatan penting.
2. 38 orang ditembak saat mencari bantuan
Sementara itu, serangan militer Israel terus berlanjut di Jalur Gaza. Dilansir dari Al Jazeera, sumber medis melaporkan bahwa sedikitnya 116 orang tewas di seluruh wilayah tersebut pada Sabtu. Sebanyak 38 di antaranya tewas ditembak saat mencari makanan di lokasi bantuan yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF).
Juru bicara badan pertahanan sipil, Mahmud Bassal, mengatakan bahwa penembakan tersebut terjadi di dekat pusat distribusi GHF di barat daya Khan Yunis dan di barat laut Rafah. Tembakan disebut berasal dari tentara Israel.
Saksi mata, Mohammed al-Khalidi, mengatakan bahwa tembakan yang diarahkan kepada para pencari bantuan memang dimaksudkan untuk membunuh.
“Tiba-tiba, kami melihat jip datang dari satu sisi dan tank dari sisi lain, dan mereka mulai menembaki kami,” katanya.
GHF membantah bahwa penembakan pada Sabtu terjadi di lokasi mereka, sementara militer Israel mengatakan sedang meninjau insiden tersebut. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, hampir 900 orang telah tewas akibat serangan pasukan Israel dan kontraktor militer swasta di dekat lokasi GHF sejak lembaga tersebut mulai mendistribusikan bantuan pada akhir Mei.
3. Warga Palestina di Gaza hadapi risiko kelaparan akut
Sekretaris Jenderal Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Jagan Chapagain, memperingatkan bahwa warga Palestina di Gaza menghadapi risiko kelaparan akut. Ia mengungkapkan bahwa kebutuhan pokok tidak lagi tersedia di pasar maupun di titik distribusi, sementara harga barang-barang esensial seperti tepung telah melonjak drastis.
“Tak seorang pun seharusnya mempertaruhkan nyawanya hanya untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan dasar,” ujarnya.
Sementara itu, Jan Egeland, Kepala Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), membantah pernyataan dari Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Kaja Kallas, yang menyebut adanya beberapa tanda positif terkait distribusi bantuan di Gaza.
"Bagi NRC dan banyak organisasi lainnya, tidak ada bantuan yang masuk selama 142 hari. Tidak satu truk pun. Tidak satu pun pengiriman," tulis Egeland di X, seraya menambahkan bahwa 85 persen truk bantuan tidak pernah mencapai tujuan karena penjarahan atau masalah lainnya.