Nyatakan Dukung Pakistan, India Boikot Turki

- Turki memberi dukungan politik dan militer kepada Pakistan, memicu kemarahan publik di India.
- India menunda upacara untuk Duta Besar Turki terpilih, mencabut izin keamanan perusahaan Turki, dan melancarkan Operasi Sindoor.
- Pariwisata ke Turki dari India menurun drastis, universitas dan pedagang India juga ikut melakukan boikot terhadap Turki.
Jakarta, IDN Times - Kampanye boikot Turki telah muncul di India. Hal ini dipicu oleh kemarahan publik atas dukungan politik dan militer Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terhadap Pakistan, setelah Operasi Sindoor baru-baru ini. Kampanye tersebut telah menyebabkan gangguan yang signifikan di berbagai sektor.
Menanggapi meningkatnya ketegangan diplomatik tersebut, India telah menunda tanpa batas waktu upacara untuk Duta Besar Turki terpilih, Ali Murat Ersoy. Direncanakan pada 15 Mei lalu, ia akan menyerahkan surat kepercayaannya kepada Presiden India, dilansir The Straits Times pada Selasa (21/5/2025).
New Delhi melancarkan Operasi Sindoor dengan serangan udara terhadap kamp-kamp teroris yang diduga ada di wilayah Kashmir yang dikelola oleh Pakistan pada 7 Mei. Insiden ini terjadi setelah serangan teror mematikan terhadap wisatawan di kota Pahalgam di Kashmir yang dikelola India pada bulan lalu. Delhi menyalahkan Islamabad atas serangan yang menewaskan 26 warga sipil di wilayah tersebut.
Pemerintah Pakistan membantah tuduhan itu. Eskalasi militer yang cepat terjadi kemudian. Kedua negara saling mengirim rudal dan pesawat tak berawak (drone) yang menargetkan instalasi militer masing-masing. Islamabad membalas dengan mengerahkan beberapa drone buatan Turki yang melintasi wilayah India.
Untuk diketahui, Turki dan Azerbaijan telah mengeluarkan pernyataan yang mendukung Pakistan dalam konflik tersebut.
1. Boikot India terhadap Turki berdampak pada industri pariwisata
Pemerintah India juga telah mencabut izin keamanan untuk perusahaan Turki Celebi Aviation Holding dengan alasan masalah keamanan nasional. Perusahaan itu menawarkan jasanya di sembilan bandara dan mempekerjakan ribuan warga India. Celebi yang harga sahamnya telah anjlok hampir 20 persen, telah menentang keputusan tersebut di pengadilan.
"Tindakan untuk mencabut izin Celebi hanya dengan alasan keamanan nasional, tanpa pembenaran khusus, adalah tidak jelas dan tidak dapat dipertahankan secara hukum," kata perusahaan tersebut.
Pariwisata ke Turki yang dikunjungi setidaknya 274 ribu pengunjung India tahun lalu, telah anjlok. Agen perjalanan besar India seperti MakeMyTrip dan EaseMyTrip telah melaporkan penurunan pemesanan ke Turki sebesar 60 persen. Peningkatan pembatalan pun meningkat sebesar 250 persen. Demikian pula, Pickyourtrail telah menangguhkan semua pemesanan baru ke Turki dan Azerbaijan, dengan alasan kekhawatiran atas sikap politik mereka.
2. Hubungan di sektor akademik dan perdagangan juga terpengaruh
Setidaknya lima universitas terkemuka di India telah menangguhkan perjanjian kerja sama akademis dan penelitian dengan lembaga pendidikan Turki. Lembaga tersebut termasuk, Institut Teknologi India di Mumbai, Universitas Jawaharlal Nehru dan Universitas Jamia Millia Islamia di Delhi.
Para pedagang India juga mulai menolak berbagai barang Turki, mulai dari apel, coklat, kopi, selai, hingga marmer. Platform e-commerce India, seperti Flipkart, Myntra, dan Ajio telah menghentikan penjualan merek pakaian Turki.
Pada konferensi perdagangan nasional di New Delhi yang diselenggarakan oleh Konfederasi Pedagang Seluruh India, lebih dari 125 pemimpin perdagangan sepakat untuk memboikot semua transaksi bisnis dengan Turki dan Azerbaijan.
Menurut data pemerintah India, negaranya mengekspor barang senilai 5,2 miliar dolar AS (sekitar Rp84,8 triliun) ke Turki dari April 2024-Februari 2025. Barang ekspor utama meliputi bahan bakar mineral dan minyak, mesin listrik, suku cadang dan kendaraan otomotif, farmasi, tekstil, dan kapas.
Selama jangka waktu yang sama, India mengekspor barang senilai 2,84 miliar AS (Rp46,3 triliun) dari Turki. Ini termasuk marmer dan batu alam lainnya, apel, emas dan logam mulia, minyak mineral, dan produk minyak bumi, Deutsche Welle melaporkan.
3. Sentimen publik di India terhadap Turki

Kampanye media sosial dan kemarahan publik memicu seruan boikot, dengan lonjakan tagar seperti #BoycottTurkey yang mendapat perhatian. Gerakan boikot menggarisbawahi semakin besarnya pengaruh opini publik terhadap kebijakan luar negeri dan keputusan ekonomi di India.
Secara historis, India dan Turki telah memelihara hubungan baik dengan hubungan yang semakin erat. Namun, tindakan Turki baru-baru ini telah mendorong hubungan bilateral kedua negara ke titik terendah.
Prasanta Kumar Pradhan, peneliti dan koordinator Pusat Asia Barat di Institut Studi dan Analisis Pertahanan Manohar Parrikar, mengatakan bahwa pemulihan hubungan antara Delhi-Ankara kemungkinan akan memakan waktu. Boikot akan memiliki dampat terbatas dan tidak cukup signifikan untuk berdampak serius pada perdagangan bilateral.
"Namun, jika boikot ini terus berlanjut dalam jangka waktu yang panjang, hal ini berpotensi menimbulkan dampak yang lebih negatif pada hubungan perdagangan antara kedua negara," ujar Pradhan.