Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB: 17 Juta Orang di Yaman Hadapi Kelaparan

bendera Yaman (pixabay.com/Chickenonline)
bendera Yaman (pixabay.com/Chickenonline)
Intinya sih...
  • Krisis kelaparan di Yaman disebabkan oleh perang saudara sejak 2014, dengan lebih dari 17 juta orang mengalami kelaparan dan penurunan pendanaan global untuk bantuan kemanusiaan.
  • Keterlibatan Houthi dalam konflik di Timur Tengah meningkatkan eskalasi konflik dan mengancam keadaan rapuh Yaman, memperburuk kondisi negara yang sudah parah.
  • Warga Yaman bertahan hidup dengan roti dan air setelah Program Pangan Dunia mengurangi bantuan pangan karena keterbatasan dana, memaksa mereka hidup dalam keadaan lapar.

Jakarta, IDN Times - Kepala kemanusiaan PBB (OCHA), Tom Fletcher, mengungkapkan bahwa lebih dari 17 juta orang di Yaman mengalami kelaparan. Jumlah ini mecakup lebih dari satu juta anak di bawah usia lima tahun yang menderita malnutrisi akut.

Pada Rabu (9/7/2025), Fletcher menerangkan epada Dewan Keamanan PBB bahwa krisis ketahanan pangan di Yaman, yang dilanda perang saudara, telah memburuk sejak akhir 2023. Ia memperingatkan bahwa jumlah orang yang kelaparan bisa meningkat menjadi lebih dari 18 juta pada September, sementara jumlah anak-anak yang mengalami malnutrisi akut diperkirakan melonjak menjadi 1,2 juta pada awal 2026.

"Hal ini akan membuat banyak anak berisiko mengalami kerusakan fisik dan kognitif permanen," jelasnya, dikutip dari The New Arab.

1. Kondisi ini terjadi di tengah menurunnya pendanaan global untuk bantuan kemanusiaan

Yaman telah dilanda perang saudara sejak 2014, ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut ibu kota Sanaa, memaksa pemerintah yang diakui secara internasional mengasingkan diri ke Arab Saudi. Beberapa bulan kemudian, koalisi yang dipimpin Arab Saudi turun tangan dan turut memerangi Houthi dalam upaya mengembalikan pemerintahan yang sah.

Perang ini membawa kehancuran besar bagi Yaman, memicu salah satu krisis kemanusiaan paling parah di dunia, dan berkembang menjadi konflik proksi yang buntu. Lebih dari 150 ribu orang, termasuk kombatan dan warga sipil, tewas.

Menurut para ahli yang menyusun Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), otoritas internasional terkemuka yang mengklasifikasikan tingkat keparahan kelaparan, lebih dari 17 ribu warga Yaman saat ini berada dalam tiga kategori terburuk dalam ketahanan pangan.

Fletcher mengungkapkan bahwa PBB belum melihat tingkat penderitaan seperti saat ini sejak sebelum gencatan senjata yang dimediasi PBB pada awal 2022. Menurutnya, kondisi ini terjadi di saat pendanaan global untuk bantuan kemanusiaan mengalami penurunan drastis, sehingga berdampak pada pengurangan atau bahkan penghentian distribusi bantuan pangan.

Menurut PBB, dari total permintaan dana kemanusiaan senilai 2,5 miliar dolar AS (sekitar Rp40,5 triliun) untuk Yaman tahun ini, jumlah yang terealisasi baru mencapai 222 juta dolar AS (3,6 triliun), atau hanya 9 persen dari yang dibutuhkan, hingga pertengahan Mei.

2. Keterlibatan Houthi dalam konflik di Timur Tengah akan mengancam Yaman

Dalam pengarahan melalui video, Hans Grundberg, utusan khusus PBB untuk Yaman, mengatakan kepada dewan keamanan bahwa dua serangan Houthi terhadap kapal komersial di Laut Merah pekan ini dan serangan udara Israel di ibu kota dan pelabuhan-pelabuhan utama telah memperburuk eskalasi konflik.

Grundberg memperingatkan bahwa Yaman tidak boleh terseret lebih jauh ke dalam krisis regional karena akan memperburuk kondisi negara itu yang sudah sangat rapuh. Sebelumnya, kelompok Houthi telah bersumpah akan terus menyerang kapal-kapal di Laut Merah hingga Israel mengakhiri perang di Gaza.

"Taruhannya terlalu besar bagi Yaman. Masa depan Yaman bergantung pada tekad bersama kita untuk melindunginya dari penderitaan lebih lanjut dan memberikan harapan serta martabat yang sangat layak diterima rakyatnya," ujarnya, seraya menambahkan bahwa perundingan merupakan opsi terbaik untuk mengatasi konflik.

3. Warga bertahan hidup dengan roti dan air

Jamila Rabea, salah seorang pengungsi yang tinggal di kamp darurat di sebelah timur kota pelabuhan Al-Mukalla di Yaman, mengaku telah terbiasa tidur dalam keadaan lapar. Sejak Program Pangan Dunia (WFP) mengurangi bantuan pangan karena keterbatasan dana, ibu dari lima anak ini tidak lagi mampu membeli makanan yang layak.

"Hidup ini sangat sulit. Kadang-kadang, hal ini mendorong kita ke jurang keputusasaan," ujarnya, dilansir dari The Guardian.

Banyak keluarga seperti keluarga Rabea kini bertahan hidup hanya dengan roti dan air, terkadang nasi dan bawang. Beberapa orang bahkan mengaku pernah mempertimbangkan untuk bunuh diri karena tidak mampu memberi makan anak-anak mereka.

"Kami bertahan, karena kesabaran dan demi anak-anak kami – karena tanpa kami, mereka tidak akan punya siapa pun yang merawat mereka. Kadang-kadang, saya tidur dalam keadaan lapar hanya agar anak-anak saya bisa makan. Keadaan saat ini hanya menjadi lebih buruk," tutur Rabea.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us