Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB Peringatkan Risiko Bencana AIDS Imbas Pemotongan Dana AS

ilustrasi virus. (unsplash.com/niaid)

Jakarta, IDN Times – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan dunia akan risiko pemotongan dana untuk program penanggulangan HIV/AIDS global, terutama oleh Amerika Serikat (AS). Laporan terbaru UNAIDS pada Kamis (10/7/2025) memproyeksikan jutaan infeksi dan kematian akibat AIDS dapat terjadi hingga 2029 mendatang.

Peringatan ini muncul setelah pemerintahan Presiden Donald Trump secara mendadak menghentikan bantuan luar negeri pada awal tahun ini. Kebijakan itu membekukan dana sebesar 4 miliar dolar AS, atau sekitar Rp64 triliun, yang menopang program tersebut.

Langkah ini menyebabkan guncangan pada program kesehatan di berbagai negara. Menurut laporan PBB, banyak klinik terpaksa tutup, rantai pasokan obat terganggu, dan berbagai program pencegahan menjadi lumpuh, dilansir Al Jazeera.

1. Jutaan nyawa terancam oleh HIV/AIDS

Direktur Eksekutif Badan PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), Winnie Byanyima, menyebut situasi ini sebagai bom waktu. Menurutnya, pemotongan dana ini dapat merusak pencapaian yang telah diraih dengan susah payah selama puluhan tahun.

"Jika dunia tidak menutupi lubang ini, kami memperkirakan tambahan 6 juta orang akan terinfeksi dalam empat tahun ke depan. Kita bisa mengalami 4 juta kematian tambahan terkait AIDS," kata Byanyima, dikutip dari NPR.

Dampak sudah terlihat di Nigeria, salah satu negara yang paling bergantung pada bantuan AS. Distribusi obat pencegahan PrEP di sana anjlok hingga 85 persen. Padahal, program PEPFAR dari AS sebelumnya mendanai hampir 100 persen anggaran obat pencegahan HIV di negara itu.

Melansir France24, lebih dari 60 persen organisasi HIV yang dipimpin perempuan terpaksa menangguhkan atau menghentikan program mereka karena masalah dana.

2. Dampak pemotongan dana mulai terasa

Krisis ini tidak hanya mengancam layanan kesehatan, tetapi juga berisiko melumpuhkan masa depan pemberantasan AIDS. Berbagai penelitian medis terkait pencegahan dan pengobatan HIV, terutama yang berbasis di Afrika Selatan, terpaksa berhenti di tengah jalan.

Selain itu, sistem pengawasan data HIV di banyak negara Afrika yang didanai AS juga ikut terhenti. Padahal, menurut ahli, tanpa data penyebaran virus yang akurat, upaya untuk membendung epidemi akan menjadi sangat sulit.

Pakar kesehatan global juga mengkritik cara AS menarik bantuannya yang dinilai tidak bertanggung jawab. Andrew Hill dari Universitas Liverpool mengatakan, seharusnya ada peringatan terlebih dahulu agar negara-negara penerima dapat menyiapkan rencana darurat untuk pasien mereka.

"Hubungan semacam ini di mana kita bergantung pada satu negara, dan ketika negara itu berada dalam suasana hati yang negatif, seluruh dunia runtuh. Ya, itu menakutkan," ujar Menteri Kesehatan Afrika Selatan, Aaron Motsoaledi.

3. Bertepatan dengan terobosan baru untuk HIV/AIDS

Sebelumnya, bantuan AS disebut telah berhasil menekan angka kematian terkait AIDS ke level terendah dalam 30 tahun terakhir. Kini, krisis pendanaan terjadi bertepatan dengan tercapainya terobosan ilmiah penting. Dalam sebuah studi, sebuah obat suntik pencegahan bernama Yeztugo terbukti seratus persen efektif mencegah penularan HIV, dilansir PBS.

Namun, akses terhadap obat revolusioner itu juga menghadapi tantangan terkait harga dari produsennya. Para aktivis dan penyintas menilai, kebijakan ini terasa seperti sebuah vonis yang menyakitkan.

"Saya ingat selama beberapa hari saya merasa sesak, saya merasa seperti tercekik. Rasanya seperti gunung berapi datang dan mengambil segalanya. Rasanya seperti hukuman mati," ungkap Nombeko Mpongo, seorang aktivis HIV dari Cape Town.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us