Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemukim Israel Lakukan 5.350 Serangan di Tepi Barat selama 10 Tahun

seorang pria membawa bendera Palestina (pixabay.com/hosnysalah)

Jakarta, IDN Times - Pemukim ilegal Israel telah melakukan lebih dari 5.350 serangan terhadap warga Palestina dan harta benda mereka di Tepi Barat yang diduduki selama 10 tahun terakhir. Hal ini terungkap dalam laporan resmi yang dirilis pada Sabtu (22/3/2025).

Biro Nasional untuk Pertahanan Tanah dan Perlawanan Permukiman, yang dipimpin oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), menyebutkan bahwa pelanggaran yang dilakukan pemukim ilegal termasuk pelemparan batu terhadap warga Palestina, tempat tinggal dan kendaraan mereka, serta pembakaran rumah, tempat usaha, peternakan, dan properti pribadi lainnya.

Pelanggaran lainnya mencakup perusakan pohon zaitun milik warga Palestina, sabotase infrastruktur air, pencurian dan pembunuhan ternak, serta pengusiran paksa.

1. Serangan meningkat setelah 7 Oktober 2023

Laporan itu juga mencatat lonjakan kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh pemukim ilegal, terutama setelah 7 Oktober 2023.

“Perang Israel di Gaza telah memberikan kesempatan bagi pemukim ilegal untuk melanjutkan agenda mereka dengan mengusir paksa warga Palestina dari desa mereka,” kata biro tersebut, dikutip dari Anadolu.

Laporan itu mengutip berbagai kesaksian dari tentara Israel, yang mengungkapkan bagaimana pemukim ilegal terlibat aktif dalam menegakkan aturan militer terhadap warga Palestina, memberikan perintah kepada tentara, dan memengaruhi pengambilan keputusan dalam militer Israel.

Menurut laporan dari Komisi Penjajahan dan Perlawanan Tembok Palestina, pasukan Israel melancarkan 1.475 serangan terhadap warga Palestina, sementara pemukim ilegal melakukan 230 serangan tambahan pada Februari 2025.

Sebagian besar serangan terjadi di wilayah Nablus, Tepi Barat bagian utara, dengan 300 insiden, disusul oleh Hebron di wilayah selatan dengan 267 insiden, dan Ramallah di Tepi Barat tengah dengan 263 insiden

2. Permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem Timur meningkat tajam

Pekan lalu, Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) mengungkapkan bahwa permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem Timur mengalami perluasan yang signifikan antara 1 November 2023 hingga 31 Oktober 2024.

Menurut laporan itu, lebih dari 20 ribu unit rumah telah dibangun di permukiman Israel di Yerusalem Timur, sementara 214 properti dan bangunan milik warga Palestina di wilayah tersebut dihancurkan.

Selain itu, lebih dari 10.300 unit rumah juga direncanakan akan dibangun di permukiman Israel yang sudah ada di seluruh wilayah Tepi Barat, serta 49 pos pemukiman baru telah didirikan.

Laporan dari pemantau permukiman Israel, Peace Now dan Kerem Navot, yang dirilis pada Jumat (21/3/2025), juga mengungkap bahwa pemukim menggunakan praktik penggembalaan untuk menguasai 14 persen wilayah Tepi Barat. Strategi ini diterapkan dengan mendirikan pos-pos penggembalaan dalam beberapa tahun terakhir.

LSM tersebut menyatakan bahwa dalam 3 tahun terakhir, 70 persen lahan yang direbut oleh pemukim diambil dengan dalih kegiatan penggembalaan.

3. PBB desak Israel untuk segera akhiri aktivitas pendudukan

Dilansir dari The New Arab, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, menggambarkan kebijakan permukiman Israel, tindakan aneksasi, dan undang-undang Israel lainnya yang dianggap diskriminatif sebagai pelanggaran hukum internasional.

“Israel harus segera dan sepenuhnya menghentikan semua aktivitas permukiman dan mengevakuasi semua pemukim, menghentikan pemindahan paksa penduduk Palestina, dan mencegah serta menghukum serangan yang dilakukan oleh pasukan keamanan dan pemukim," tambahnya.

Beberapa politisi sayap kanan Israel, termasuk anggota pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, baru-baru ini mengusulkan untuk memanfaatkan hubungan erat dengan pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump untuk mencaplok sebagian atau seluruh wilayah Tepi Barat pada 2025.

Trump sendiri telah mencabut sanksi terhadap pemukim ekstremis, yang diterapkan pada pemerintahan mantan Presiden Joe Biden, setelah kembali menjabat sebagai presiden.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us