WHO: Perempuan di Gaza Tidak Punya Akses Layanan Kesehatan Reproduksi

- Lebih dari 500 ribu perempuan Palestina di Gaza tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan perawatan ibu.
- Kekurangan makanan dan gizi seimbang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
- Israel memblokir semua bantuan kemanusiaan ke Gaza, menghentikan pasokan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
Jakarta, IDN Times - Perang Israel di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama 15 bulan, telah berdampak besar pada kesehatan perempuan dan anak-anak di wilayah kantong tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa lebih dari 500 ribu perempuan Palestina di Gaza tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan perawatan ibu.
Sementara, kekurangan makanan dan gizi seimbang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
"Sejak awal 2025, lebih dari 500 kasus malnutrisi akut yang parah telah dilaporkan pada anak-anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun," kata WHO dalam unggahannya di X pada Jumat (21/3/2025).
1. Pemblokiran bantuan kemanusiaan oleh Israel memperburuk situasi di Gaza
WHO menyerukan agar gencatan senjata segera dilanjutkan, sehingga anak-anak, perempuan, dan semua orang di Gaza dapat memiliki akses yang aman tanpa gangguan ke perawatan kesehatan. Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan situasi di Gaza sangat memprihatinkan di tengah berkurangnya pasokan bantuan.
"Ini adalah periode terpanjang sejak dimulainya konflik pada Oktober 2023, di mana tidak ada pasokan apapun yang masuk ke Gaza. Kemajuan yang kami buat sebagai sistem bantuan selama enam minggu terakhir gencatan senjata sedang berbalik arah," kata Sam Rose dari UNRWA.
Pada 2 Maret, Israel memblokir semua bantuan kemanusiaan ke Gaza, setelah fase pertama gencatan senjata berakhir. Hal ini menghentikan pasokan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
2. Situasi pangan dan obat-obatan semakin memburuk di Gaza

Hind Khoudary dari Al Jazeera melaporkan bahwa situasi pangan dan obat-obatan di Gaza memburuk setiap menit. Makanan yang tersedia di wilayah kantong tersebut tidak cukup untuk seluruh penduduk.
"Kita berbicara tentang jumlah barang yang sangat terbatas, dan kita juga berbicara tentang harga yang sangat mahal yang tidak dapat dijangkau oleh warga Palestina," ujarnya.
"Berbicara dengan warga Palestina tentang bagaimana mereka mengatasinya, mereka mengatakan bahwa mereka sepenuhnya bergantung pada dapur umum dan tempat makanan hangat yang menyajikan makanan untuk warga Palestina, dan ada juga pembagian roti gratis," sambungnya.
Meski begitu, sebagian besar warga Palestina lainnya tidak dapat menjamin satu kali makan untuk anak-anak mereka. Tidak hanya masalah ketahanan pangan, tetapi juga fasilitas kesehatan mengalami kekurangan pasokan medis dan obat-obatan yang kronis.
3. Genosida Israel di Gaza membunuh hampir 50 ribu warga Palestina

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan pada 21 Maret bahwa Tel Aviv akan meningkatkan kampanye militer melawan Hamas dan menggunakan semua tekanan militer dan sipil, termasuk evakuasi penduduk Gaza ke selatan. Serta, melaksanakan rencana migrasi sukarela Presiden AS Donald Trump untuk penduduk Gaza.
Operasi darat tersebut dilakukan setelah Israel menghancurkan gencatan senjata selama hampir dua bulan di Gaza pada Selasa (18/3/2025), dengan gelombang pemboman yang tiada henti setelah memberlakukan blokade baru di wilayah Palestina. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 590 orang, termasuk sekitar 200 anak-anak terbunuh dalam serangan baru tersebut.
Israel mengatakan pihaknya melanjutkan serangannya setelah Hamas gagal menyetujui gencatan senjata versi baru. Tel Aviv menginginkan perpanjangan fase pertama dari gencatan senjata tiga fase dan pembebasan sebagian besar dari 59 tawanan yang tersisa di Gaza, tanpa berkomitmen untuk mengakhiri perang.
Sementara itu, Hamas telah menekankan bahwa mereka ingin berpegang pada kesepakatan awal yang ditandatangani pada Januari, yang mana kedua belah pihak seharusnya memulai negosiasi pada tahap kedua kesepakatan. Dalam perjanjian tersebut akan membahas pembebasan tawanan yang tersisa, penarikan pasukan Israel dari daerah kantong tersebut, dan penghentian permusuhan secara permanen.
Genosida Israel di Gaza telah membunuh 49.747 warga Palestina dan 113.213 lainya mengalami luka-luka.