Ethiopia Ultimatum Tigrayan untuk Menyerah dalam 72 Jam 

Media internasional diberi peringatan pemerintah Ethiopia

Addis Ababa, IDN Times – Pertikaian antara pemerintah pusat Ethiopia dan pemerintah daerah Tigray yang sebagian besar dihuni oleh etnis Tigrayan, belum ada tanda-tanda akan berhenti dengan cepat. Baku tembak yang telah berlangsung lebih dari dua minggu tersebut, telah menyebabkan sekitar 40.000 warga Ethiopia lari mengungsi ke Sudan.

Pemerintah Ethiopia telah memberikan pengumuman akan melakukan serangan paripurna ke ibukota Mekelle. Beberapa serangan udara telah diluncurkan dan menurut TPLF (Tigrayan People’s Liberation Front) serangan udara itu banyak melukai dan membunuh warga sipil.

Kini, Perdana Menteri Abiy Ahmed memberikan ultimatum kepada TPLF untuk menyerah dalam waktu 72 jam. Abiy Ahmed akan melakukan serangan terakhir yang kemungkinan besar akan melibatkan artileri untuk menghajar ibukota Tigray, Mekelle.

1. Tidak akan ada belas kasihan dalam pertempuran terakhir

Ethiopia Ultimatum Tigrayan untuk Menyerah dalam 72 Jam PM Ethiopia tekan oposisi dengan membentuk pemerintahan sementara yang akan mengatur ulang pemilu secara legal di Tigrayan. Ilustrasi (instagram.com/pmabiyahmed)

Konflik antara pemerintah pusat Ethiopia dengan pemerintah federal Tigrayan telah hampir mencapai tiga minggu. Akan tetapi, tidak ada tanda-tanda ofensifitas pasukan federal menurun. Justru tekanan terus ditunjukkan lewat komunikasi yang sebagian besar didominasi oleh pihak federal.

Kolonel Dejene Tsegaye, juru bicara militer federal mengatakan kepada Ethiopia Broadcasting Corporation: “fase selanjutnya adalah bagian yang menentukan dari operasi tersebut, yaitu mengepung Mekelle dengan tank” katanya seperti dikutip dari kantor berita Reuters (22/11).

Informasi itu semakin jelas ketika PM Abiy Ahmed menulis pesan lewat sosial media miliknya bahwa “Kami mendesak Anda untuk menyerah secara damai dalam waktu 72 jam, menyadari bahwa Anda di titik yang tidak bisa kembali” tulisnya memberikan ultimatum.

PM Abiy Ahmed juga mengajak semua rakyat Tigrayan untuk kembali kepada pemerintah federal dan membawa para kombatan TPLF yang disebut pengkhianat ke pengadilan. Jika tidak bergabung dengan pemerintah federal, PM Abiy Ahmed menghimbau rakyat untuk menyelamatkan diri sebab kepungan tank dan serangan artileri selanjutnya akan tanpa ada belas kasihan.

2. Pemerintah federal Ethiopia “menyerang” media-media internasional

Ethiopia Ultimatum Tigrayan untuk Menyerah dalam 72 Jam Pemerintah Ethiopia memberi kesempatan menyerah TPLF selama 72 jam. Ilustrasi (twitter.com/Fiston Felix HABINEZA)

Dalam konflik yang terjadi antara pemerintah federal dengan regional di Ethiopia, tidak ada media internasional yang berani memberikan angka pasti jumlah korban yang meninggal. Ratusan bahkan ribuan orang kemunginan sudah meninggal akibat konflik. Tertutupnya akses jalan dan akses komunikasi, membuat semua informasi sulit untuk diverifikasi. Lebih dari itu, PM Abiy Ahmed sejauh ini tidak menanggapi seruan mediasi baik dari Uni Afrika, maupun PBB.

Di sisi yang lain, pemerintah Ethiopia semakin bertindak keras terhadap lembaga-lembaga kajian atau media internasional. Seorang analis dari International Crisis Group yang bernama William Davison telah dideportasi. Kemungkinan karena menyebarkan informasi yang bertolak belakang dari garis propaganda pemerintah federal.

Melansir dari laman Associated Press, media-media internasional juga tak luput dari “semprotan” pemerintah Ethiopia. Surat peringatan telah dilayangkan kepada koresponden stasiun BBC, Reuters, dan Deutsche Welle yang berada di Ethiopia (22/11). Surat peringatan itu dikirimkan karena kemungkinan menuliskan pemberitaan yang tidak mendukung sudut pandang pemeritah Ethiopia.

Baca Juga: Konflik di Ethiopia Membuat 31.000 Penduduk Mengungsi ke Sudan

3. Keprihatinan internasional atas nasib Tanduk Afrika yang strategis

Ethiopia Ultimatum Tigrayan untuk Menyerah dalam 72 Jam Militer federal Ethiopia bersiap untuk melakukan pengepungan ibukota Mekelle. Ilustrasi (twitter.com/Conflict Zone)

Ethiopia terhitung sebagai salah satu negara yang memiliki militer kuat juga memiliki penduduk yang padat di Afrika. Letaknya yang strategis di Tanduk Afrika mengkhawatirkan stabilitas kawawsan. Berbagai permohonan internasional telah dilayangkan agar pemerintah federal melakukan mediasi dan menghentikan operasi militer. Namun hal itu belum direspon oleh PM Abiy Ahmed.

PBB telah memberikan analisis bahwa akan terjadi bencana dan krisis kemanusiaan yang menyeluruh. Tidak hanya kejahatan perang, seperti terbunuhnya para penduduk sipil, akan tetapi juga ancaman kelaparan dan nasib para pengungsi yang tidak jelas. Sudah hampir 40.000 penduduk Ethiopia yang lari dari suasana peperangan untuk menyelamatkan diri.

Melansir dati The Guardian, analisis dan pencermatan yang dilakukan oleh PBB, meskipun pasukan Ethiopian Defence Force (EDF) sanggup merebut ibukota Mekelle dan mengalahkan TPLF, tidak bisa dipastikan bahwa konflik akan padam (22/11). “Kemungkinan konflik dan pemberontakan asimetris yang berlarut-larut akan terus berlanjut. Dari perspektif kemanusiaan, semakin lama konflik berlangsung, semakin parah krisisnya” kata PBB.

Pemerintah federal telah menunjuk kepala pemerintah regional sementara di Tigray untuk melakukan pemilihan menentukan pemimpinnya. Akademisi yang ditunjuk untuk menjadi pejabat sementara bernama Mulu Nega. Dia memberikan informasi bahwa pemilihan baru akan dilaksanakan jika para pemimpin kombatan TPLF berhasil digulingkan.

Baca Juga: Konflik Ethiopia Meluas, Roket Hantam Negara Tetangga Eritrea 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya