PBB Puyeng soal Warga Ukraina Pindah Paspor Massal ke Rusia

Menolak paspor Rusia, bisa-bisa ditahan sewenang-wenang

Jakarta, IDN Times - Kantor hak asasi manusia PBB (OHCHR) menyuarakan keprihatinannya terhadap perpindahan massal warga Ukraina yang menerima paspor Rusia. Ini khususnya terjadi di wilayah Ukraina yang diduduki pasukan Rusia.

Dalam laporan terbarunya pada Senin (9/10/2023), wakil kepala HAM PBB Nada Al-Nashif mengatakan bahwa warga Ukraina yang tidak mau menerima kewarganegaraan Rusia mengalami diskriminasi. Mereka tidak diberi akses terhadap layanan publik seperti jaminan sosial dan layanan kesehatan.

Baca Juga: Protes Referendum di Ukraina, Inggris Tambah Sanksi pada Rusia

1. Pelanggaran HAM terang-terangan

PBB Puyeng soal Warga Ukraina Pindah Paspor Massal ke RusiaIlustrasi kerusakan infrastruktur di Ukraina (Twitter.com/OCHA Ukraine)

Kekhawatiran OHCHR atas perpindahan massal paspor Ukraina ke Rusia disuarakan pada Senin dalam debat dengan Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Penduduk Ukraina yang berada di wilayah yang dikuasai pasukan Moskow, mengalami diskriminasi dan memiliki lebih besar risiko.

"Satu setengah tahun setelah serangan bersenjata besar-besaran Federasi Rusia terhadap Ukraina, kami terus menjadi saksi pelanggaran hak asasi manusia yang terang-terangan dan terus berlanjut," kata Nada Al-Nashif dikutip dari France24.

Nashif menjelaskan bahwa kebijakan pemberian kewarganegaraan Rusia secara massal kepada penduduk Ukraina di wilayah yang dikuasai, telah menimbulkan keprihatinan. Hal itu ia ungkapkan kepada Dewan HAM dalam laporan terbaru OHCHR tentang situasi HAM di Ukraina.

Baca Juga: Putin Izinkan Warga Ukraina Masuk Rusia Tanpa Visa

2. Risiko tidak mendapatkan akes layanan publik dan ditangkap secara sewenang-wenang

Di Donbass Ukraina timur yang dikuasai pasukan separatis dukungan Moskow, selama bertahun-tahun telah menjadi sasaran kebijakan penerbitan paspor agar penduduk mau menerima kewarganegaraan Rusia. Ini juga terjadi di Krimea yang dicaplok Rusia pada 2014.

"Orang-orang yang memilih untuk tidak menerima paspor Rusia akan terjebak dalam jaringan pengecualian, tidak diberi akses terhadap layanan publik penting seperti jaminan sosial dan layanan kesehatan," kata Nashif dikutip dari Straits Times.

"Hal ini juga meningkatkan risiko penahanan sewenang-wenang bagi mereka yang menolak," tambahnya.

Proses pembuatan paspor Rusia untuk warga Ukraina tersebut semakin agresif ketika Presiden Vladimir Putin memerintahkan apa yang ia sebut operasi militer khusus di Ukraina pada 2022. Proses pembuatan paspor tersebut semakin meluas.

3. Penyiksaan terhadap warga sipil dan tawanan perang

PBB Puyeng soal Warga Ukraina Pindah Paspor Massal ke Rusiabangunan hancur di salah satu kota di Ukraina (Twitter.com/Defence of Ukraine)

Para penduduk Ukraina yang berada di wilayah yang dikuasai pasukan Rusia, mengaku harus menggunakan surat-surat yang dikeluarkan Moskow untuk mengurus berbagai hal seperti menerima tunjangan pemerintah, mendapatkan pekerjaan dan mencari perawatan medis.

Pada April, Putin menandatangani dekrit yang mengizinkan warga Ukraina di wilayah yang diduduki, untuk dideportasi jika tidak mendapatkan paspor Rusia paling lambat 1 Juli 2024.

Dilansir AFP, Nashif juga menjelaskan bahwa konflik Rusia-Ukraina terus mengikis fondasi martabat kemanusiaan. Penyiksaan masih menjadi kenyataan brutal bagi warga sipil dan tawanan perang yang ditahan Rusia.

Penyintas mengaku, mereka mendapatkan sengatan listrik, kekerasan seksual dan pemukulan parah.

"Tahanan yang tak terhitung jumlahnya juga dipaksa untuk memuji Federasi Rusia, belajar dan menyanyikan lagu-lagu Rusia dan menderita pemukulan parah karena gagal atau (tetap) berbicara bahasa Ukraina," jelas Nashif.

Baca Juga: Moldova Akan Bebaskan Biaya Transfer Transit Gas ke Ukraina 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya