Perang antara Houthi dengan Pemerintah Yaman Kembali Membesar

Rakyat Yaman terancam kelaparan

Sanaa, IDN Times - Perang di Yaman antara kelompok pemberontak Houthi dengan pemerintah Yaman kembali terjadi dalam skala yang besar. Hal itu diungkapkan oleh Martin Griffiths, mediator PBB kepada Dewan Keamanan dalam pertemuan rutin bulanan.

Griffiths menjelaskan pada hari Selasa (16/3) bahwa pasukan Houthi menyerang benteng terakhir pemerintah Yaman di utara. Serangan tersebut membuat jutaan warga sipil berada di dalam bahaya. Utusan PBB itu memperingatkan 'kemerosotan dramatis' dengan keadaan yang semakin tegang di negara yang sebagian besar rakyatnya bergantung makanan dari impor tersebut.

1. Perang kembali dengan kekuatan penuh

Perang di Yaman mulai terjadi pada tahun 2014 ketika pemberontak Houthi menyerang ibukota Sanaa dan menaklukkan kota tersebut. Perang terus terjadi sepanjang tahun sampai saat ini, dan membuat setengah juta anak-anak kekurangan gizi yang parah. PBB menyebut krisis Yaman adalah krisis terparah dalam abad ini.

Berbagai upaya damai telah dicoba dilakukan. Namun konflik di Yaman kali ini menjadi konflik yang multisisi dan semakin rumit. Arab Saudi yang memihak pemerintah Yaman dan Iran yang memihak Houthi membuat banyak kepentingan dipertempurkan.

Melansir dari kantor berita Reuters, saat ini terjadi peningkatan eskalasi militer. Griffiths mengungkap bahwa kelompok Houthi menyerang Marib, benteng terakhir pemerintah Yaman yang kaya minyak. “Kami juga melihat front lain kembali terbuka di Yaman, termasuk dengan eskalasi militer di Hajjah, Taiz dan Hudaydah. Perang kembali dengan kekuatan penuh, ”kata Griffiths.

Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa “kematian dan kekerasan harus dihentikan. Kami menyerukan kepada Houthi untuk menerima gencatan senjata segera, secara komprehensif, nasional dan menghentikan semua serangan."

Di bawah kepemimpinan Joe Biden, Amerika Serikat memprioritaskan untuk mengakhiri perang di Yaman. Amerika Serikat juga sudah berjanji untuk menarik dukungannya untuk Arab Saudi yang memimpin koalisi untuk berperang melawan Houthi. 

2. Ancaman kelaparan di Yaman semakin nyata

Perang antara Houthi dengan Pemerintah Yaman Kembali MembesarBantuan makanan untuk rakyat Yaman. (Twitter.com/Antiwar.com)

Arab Saudi memasuki Yaman bersama dengan Uni Emirat Arab dan koalisi, termasuk di antaranya Amerika Serikat untuk membela Presiden Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi. Sejauh ini, pemerintahan Hadi yang diakui secara internasional meskipun kelompok Houthi telah menguasai ibukota.

Namun, Amerika Serikat tahun ini berjanji mundur dari koalisi dan memprioritaskan gencatan senjata untuk membangun perdamian di Yaman dibawah mediasi PBB.

Peperangan sejak tahun 2014 di Yaman telah menyebabkan kelaparan bagi jutaan rakyatnya. Saat ini, 80 persen rakyat Yaman bergantung makanan dari impor. Melansir dari laman Al Jazeera, menurut Griffiths, “kelaparan kini telah tiba untuk menambah tragedi Yaman. Oleh karena itu logis dan sudah menjadi kewajiban bagi kelompok-kelompok sekarang untuk menghentikan pertempuran dan membungkam senjata.”

Dalam serangan yang terbaru, kedua belah pihak pasukan menderita banyak kerugian. Ironisnya, dalam eskalasi militer yang saat ini kembali membesar, perempuan dan anak-anak terseret dalam konflik dan menjadi korban bagi konflik yang "tidak perlu."

"Anak-anak semakin terseret ke dalam upaya perang dan kehilangan masa depan mereka," lapor Griffiths.

Faktor lainnya yakni hambatan impor bahan bakar untuk penggunaan warga sipil membuat bahan makanan mengalami lonjakan harga secara drastis. Hal itu semakin menambah kesengsaraan rakyat. Editor Al Jazeera, James Bays mengatakan “Dengan meningkatnya pertempuran, tidak ada uang untuk memberi makan rakyat."

Baca Juga: Koalisi Saudi Kembali Gempur Ibu Kota Yaman

3. Upaya pembicaraan damai di Yaman disambut oleh kelompok Houthi

Sebelumnya, pada tanggal 7 Maret, rudal-rudal menyasar sebuah lokasi penahanan di Sana'a. Di tempat itu, puluhan migran dari Ethiopia tewas dan ratusan di antaranya mengalami luka-luka. PBB menyerukan penyelidikan dalam serangan tersebut.

Martin Griffiths, menggambarkan kematian itu sebagai "luar biasa mengerikan" dan Human Rights Watch menuduh pemberontak Houthi menembakkan rudal ke pusat penahanan tempat para migran memprotes kondisi mereka yang sempit.

Di sisi lain, kelompok Houthi mencoba untuk membuat pintu pembicaraan. Melansir dari laman The Guardian, rencana perdamaian baru yang disusun oleh Amerika Serikat dengan dukungan sponsor PBB disambut baik oleh Houthi.

Mohammed Ali al-Houthi, seorang pejabat dari kelompok pemberontak mengatakan pada hari Senin (15/3) bahwa komentar Anthony Blinken, Menteri Luar Negeri AS tentang mendukung Yaman yang bebas dari pengaruh asing adalah "positif."

Mohammad Ali al-Houthi menilai Amerika Serikat harus mendukung niatnya dengan mengakhiri keterlibatannya dalam operasi militer yang selama ini dilakukan oleh koalisi pimpinan Saudi.

Baca Juga: Yaman Pulihkan Hubungan Diplomatik dengan Qatar

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya