Yes! Ghana Setujui Vaksin Malaria dari Oxford

Vaksin diharapkan bermanfaat bagi anak-anak

Jakarta, IDN Times - Vaksin R21/Matrix-M dikembangkan oleh Universitas Oxford di Inggris. Vaksin tersebut digambarkan sebagai vaksin malaria yang sangat efektif. Pada Kamis (13/4/2023), Ghana menjadi negara pertama yang menyetujui vaksin tersebut.

Dalam pengujian untuk vaksin Oxford R21, ditemukan bahwa obat itu 77 persen efektif mencegah malaria. Penelitian dilakukan tahun lalu. Badan Kesehatan Dunia (WHO), pertama kali menargetkan tujuan efektifitas vaksin adalah sebesar 75 persen.

Baca Juga: Malaria: Gejala, Penyebab, Pengobatan, Pencegahan

1. Anak usia tiga tahun bisa mendapatkan manfaat vaksin

Yes! Ghana Setujui Vaksin Malaria dari Oxfordilustrasi (Unsplash.com/Diana Polekhina)

Vaksin R21 menjadi vaksin yang ditunggu oleh banyak kalangan, terutama di Afrika. Vaksin tersebut diharapkan bisa mengurangi kematian akibat gigitan nyamuk yang telah membunuh lebih dari 500 ribu orang setiap tahunnya.

Ghana sebagai negara pertama yang menyetujui vaksin malaria tersebut, berharap anak-anak di bawah usia tiga tahun akan bisa mendapatkan manfaatnya, kutip Al Jazeera.

Para ilmuwan telah berusaha mengembangkan vaksin malaria yang efektif. Meski begitu, belum ada vaksin yang memiliki efek signifikan dalam mengobati penyakit yang ditularkan oleh nyamuk tersebut.

Mosquirix adalah vaksin malaria pertama yang dibuat oleh GSK Inggris. Itu didukung WHO tahun lalu. Tapi kurangnya dana dan potensi komersial, telah menggagalkan kapasitas perusahaan untuk memproduksi dosis sebanyak yang dibutuhkan.

Baca Juga: Waspada! Stok Obat Malaria di Mimika Papua Menipis

2. Pertama disetujui di negara Afrika

Adrian Hill, seorang ilmuwan dari Oxford, mengatakan bahwa regulator obat di Ghana telah menyetujui vaksin R21. Vaksin bisa digunakan untuk kelompok usia dengan risiko kematian tertinggi akibat malaria, seperti untuk anak berusia lima hingga 36 bulan. Serum Institute of India yang akan memproduksi hingga 200 juta dosis per tahun

Dilansir The Guardian, Hill mengatakan ini merupakan pertama kali vaksin besar disetujui terlebih dulu di negara Afrika sebelum negara kaya. Menurutnya, tidak biasa bahwa otoritas regulator di Afrika meninjau data lebih cepat dari pada WHO.

"Terutama sejak COVID, regulator Afrika mengambil sikap yang jauh lebih proaktif, mereka mengatakan, kami tidak ingin menjadi yang terakhir dalam antrean," kata Hill.

"Ini menandai puncak dari 30 tahun penelitian vaksin malaria di Oxford dengan desain dan penyediaan vaksin dengan kemanjuran tinggi, yang dapat dipasok dalam skala yang memadai ke negara-negara yang paling membutuhkannya," jelas Hill menambahkan.

Baca Juga: WHO: Malaria Bunuh Orang Lebih Banyak dari yang Diperkirakan

3. WHO belum memberikan izin

Vaksin malaria sebelumnya buatan GSK, disebut memiliki efektivitas 60 persen. Sedangkan R21 buatan Oxford ini, memiliki efektifitas mencapai 77 persen. Bahkan, data uji coba di Burkina Faso, menunjukkan vaksin tersebut efektif hingga 80 persen jika diberikan sebagai tiga dosis awal dan sebagai penguat untuk satu tahun kemudian.

Dilansir BBC, saat ini WHO belum secara resmi memberikan persetujuan untuk vaksin R21 agar bisa digunakan secara luas. Tapi badan kesehatan dunia itu telah mempertimbangkan untuk menyetujui vaksin tersebut.

Vaksin R21 saat ini sedang dalam uji coba fase ketiga. Laporan efektifitas vaksin tersebut berupa tinjauan ilmiah, belum dipublikasikan secara resmi.

"Kami berharap R21 membuat dampak besar pada kematian malaria pada anak-anak di tahun-tahun mendatang, dan dalam jangka panjang akan berkontribusi pada tujuan akhir pemberantasan dan eliminasi malaria secara keseluruhan," kata Adrian Hill.

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya