pesan pertama yang dikirim lewat ARPANET. (Charles S. Kline, Public domain, via Wikimedia Commons)
Selama lebih dari 40 tahun, tugas utama DoD adalah membendung pengaruh Uni Soviet. Saat itu, AS menggenjot pembangunan kekuatan militer konvensional dan nuklir yang sangat besar untuk mencegah perang. AS diperkirakan menghabiskan lebih dari 5 triliun dolar AS setara Rp82.300 triliun (kurs 1990-an) untuk upaya ini.
Pada era 1960-an, Menteri Pertahanan Robert McNamara menerapkan analisis data dan sistem penganggaran modern untuk membuat institusi ini lebih efisien. Di masanya juga, doktrin nuklir Mutual Assured Destruction (MAD) diperkenalkan. Artinya, perdamaian dijaga karena kedua pihak tahu mereka bisa saling menghancurkan.
Pada tahun 1980-an, Presiden Ronald Reagan kembali membangun kekuatan militer secara besar-besaran. Namun, beberapa kegagalan operasi militer menunjukkan bahwa masalah koordinasi antar matra masih ada. Hal ini mendorong lahirnya Undang-Undang Goldwater-Nichols pada 1986, sebuah perombakan terbesar sejak 1947.
UU Goldwater-Nichols secara drastis merampingkan rantai komando dari Presiden langsung ke panglima di lapangan. Aturan ini juga memaksa semua angkatan untuk bekerja sama dalam operasi gabungan. UU ini berhasil menyelesaikan masalah persaingan antar matra yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Di tengah kesibukan Perang Dingin, DoD tanpa sengaja menciptakan teknologi yang mengubah dunia. Pada 1958, mereka membentuk badan riset canggih bernama ARPA untuk menandingi teknologi Soviet. Salah satu proyek ARPA bernama ARPANET, sebuah jaringan komputer, kelak menjadi cikal bakal dari internet yang kita gunakan hari ini.