Jakarta, IDN Times- Jalur Gaza telah berada di bawah blokade ketat Israel, mencakup darat, laut, dan udara, sejak kelompok Hamas berkuasa pada tahun 2007. Blokade ini menghalangi impor, ekspor, dan pergerakan penduduk, yang mengakibatkan kehancuran ekonomi dan ketergantungan pada bantuan.
Israel berargumen bahwa blokade ini penting untuk mencegah kelompok militan mengimpor senjata. Namun, banyak organisasi hak asasi manusia dan LSM melihat tindakan ini sebagai hukuman kolektif yang melanggar hukum internasional. Situasi ini membuat Gaza, yang memiliki dua juta penduduk, dinyatakan oleh PBB hampir tidak layak huni.
Gaza Freedom Flotilla atau armada bantuan laut adalah konvoi kapal sipil internasional yang dibentuk untuk memecahkan blokade ini dan mengirimkan pasokan kemanusiaan. Gerakan ini diselenggarakan oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC), sebuah koalisi akar rumput yang didukung aktivis dari berbagai belahan dunia. FFC didirikan setelah tragedi pada 2010 dan berkomitmen pada prinsip perjuangan tanpa kekerasan.
Sejak misi pertama diluncurkan, upaya sipil ini berupaya menarik perhatian global terhadap krisis kemanusiaan yang akut di Gaza. Namun, hampir tidak ada kapal FFC yang berhasil mencapai pantai Gaza karena semuanya dihentikan paksa oleh militer Israel. Berikut sejarah perjuangan misi flotila ke Gaza untuk menembus blokade Israel.