170 Aktivis Global Sumud Flotilla Dideportasi Massal oleh Israel

- Israel mendeportasi sekitar 170 aktivis Global Sumud Flotilla Gaza tanpa transparansi terkait identitas dan negara tujuan mereka.
- Para aktivis mengalami kekerasan dan pembatasan hak hukum selama penahanan, meski lembaga Adalah terus memantau kondisi mereka.
- Tindakan Israel terhadap flotilla bantuan kemanusiaan ini menyoroti blokade dan krisis kemanusiaan berkepanjangan di Gaza.
Jakarta, IDN Times – Israel akan mendeportasi sekitar 170 aktivis Global Sumud Flotilla Gaza pada Senin, yang sebelumnya ditahan setelah pasukan rezim Zionis menyerang kapal bantuan menuju Jalur Gaza. Dilansir Anadolu, informasi ini disampaikan oleh Pusat Hukum untuk Hak Minoritas Arab di Israel, Adalah, dalam pernyataannya pada Minggu (5/10/2025) malam waktu setempat.
Adalah menyebut Dinas Penjara Israel (IPS) telah memberi tahu para pengacara mengenai rencana deportasi itu tanpa menjelaskan detail identitas maupun negara tujuan para aktivis. Adalah menambahkan bahwa sebagian besar aktivis akan dikirim ke Istanbul, Turki, sementara kelompok kecil lainnya menuju Italia dan Spanyol.
Lembaga itu juga mengungkapkan para pengacaranya tidak diberi akses untuk bertemu para aktivis selama beberapa hari, meski akhirnya obat-obatan diizinkan masuk ke penjara setelah adanya intervensi hukum dan kunjungan dari perwakilan kedutaan asing.
“Kondisi para aktivis relatif stabil, namun kami khawatir terhadap mereka yang sedang mogok makan dan menolak perawatan medis,” ujar pihak Adalah.
1. Deportasi massal tanpa transparansi
Menurut Adalah, pihak berwenang Israel belum memberikan informasi rinci terkait nama, kewarganegaraan, maupun negara tujuan para aktivis yang akan dideportasi. Pengacara mereka hanya diberi waktu 30 menit untuk bertemu dengan 11 peserta asal Tunisia yang melakukan mogok makan di Penjara Ketziot, Gurun Negev.
Aktivis lainnya juga dilaporkan menolak makan sebagai bentuk protes terhadap perlakuan yang mereka terima selama penahanan. Para aktivis mengaku mengalami kekerasan dan perlakuan buruk sejak pemindahan dari Pelabuhan Ashdod hingga tiba di penjara.
“Terjadi serangan dan kekerasan yang meluas selama proses pemindahan,” ungkap salah satu pengacara Adalah yang menangani kasus tersebut. Pusat hukum itu menegaskan pihaknya akan terus memantau proses deportasi dan memastikan hak-hak para aktivis tidak dilanggar.
2. Penahanan ratusan aktivis
Pasukan Israel sebelumnya menyerang dan menyita kapal-kapal Global Sumud Flotilla serta menahan lebih dari 470 aktivis dari sekitar 50 negara, pada Rabu (1/10/2025). Armada tersebut diketahui berlayar membawa bantuan kemanusiaan menuju Gaza sebagai bentuk solidaritas internasional terhadap rakyat Palestina.
Flotilla merupakan bagian dari gerakan global yang menentang blokade Israel terhadap Gaza yang telah berlangsung hampir 18 tahun. Sejumlah negara dan organisasi hak asasi manusia mengutuk tindakan Israel, menilai serangan terhadap kapal bantuan kemanusiaan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan nilai-nilai kemanusiaan.
3. Gaza di tengah krisis kemanusiaan

Blokade dan serangan militer Israel telah menjadikan Gaza nyaris tak layak huni. Menurut data dari Anadolu, sejak Oktober 2023, serangan udara Israel telah menewaskan lebih dari 67 ribu warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Infrastruktur vital seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat tinggal mengalami kerusakan parah.
Krisis ini memicu meningkatnya solidaritas global, termasuk dari para aktivis yang tergabung dalam Global Sumud Flotilla, yang berusaha menyalurkan bantuan secara langsung ke Gaza. Namun, tindakan keras Israel terhadap armada kemanusiaan tersebut kembali menegaskan pengetatan blokade dan represi terhadap gerakan solidaritas internasional yang mendukung rakyat Palestina.