Aktivis Flotilla: Thunberg Disiksa dan Dipaksa Cium Bendera Israel

- Jurnalis Turki dan aktivis Malaysia menyaksikan Thunberg disiksa dan dijadikan alat propaganda oleh Israel.
- Kondisi tahanan dilaporkan memprihatinkan, aktivis tidak diberi makanan, air bersih, atau akses toilet selama berhari-hari.
- Suhu yang sangat panas membuat para tahanan nyaris pingsan.
Jakarta, IDN Times – Aktivis iklim dunia Greta Thunberg diduga mengalami perlakuan kasar dari pasukan Israel setelah ditangkap dalam operasi penyergapan terhadap Gaza Aid Flotilla, armada kemanusiaan internasional yang membawa bantuan untuk warga Gaza. Ratusan aktivis dari berbagai dunia ditahan oleh Israel dalam operasi tersebut.
Sejumlah aktivis yang dideportasi dari Israel mengaku menyaksikan langsung Thunberg diseret dan dipaksa menghormati simbol Israel selama penahanan. Kesaksian itu muncul setelah 137 aktivis internasional tiba di Bandara Istanbul pada Sabtu (4/10/2025), termasuk warga dari Turki, Amerika Serikat, Italia, Malaysia, Kuwait, Swiss, Tunisia, Libya, dan Yordania.
Flotilla yang membawa lebih dari 40 kapal bantuan ini sebelumnya dicegat oleh angkatan laut Israel di laut lepas. Lebih dari 450 orang ditahan, termasuk Thunberg dan sejumlah tokoh kemanusiaan lintas negara.
Pemerintah Israel membantah tuduhan penyiksaan, dengan menyebut laporan tersebut sebagai kebohongan total. Mereka menegaskan bahwa semua tahanan diperlakukan sesuai hukum. Namun, berbagai kesaksian dari peserta flotilla justru menggambarkan situasi sebaliknya.
1. Thunberg diseret dan dipaksa cium bendera Israel
Jurnalis Turki Ersin Celik, yang ikut dalam pelayaran flotilla, mengatakan kepada media lokal bahwa ia melihat langsung Greta Thunberg disiksa oleh aparat Israel. “Saya menyaksikan mereka menyiksa Greta Thunberg. Dia diseret di tanah dan dipaksa mencium bendera Israel,” ujarnya kepada Anadolu Agency.
Kesaksian serupa disampaikan aktivis Malaysia Hazwani Helmi dan peserta asal Amerika Serikat, Windfield Beaver, saat tiba di Istanbul. Mereka menyebut, Thunberg juga didorong dan dijadikan alat propaganda oleh otoritas Israel.
“Itu bencana. Mereka memperlakukan kami seperti binatang,” kata Hazwani. Beaver menambahkan, “Greta diperlakukan dengan sangat buruk dan digunakan sebagai simbol politik.”
2. Kondisi tahanan dilaporkan memprihatinkan
Sejumlah aktivis lainnya juga menggambarkan kondisi penahanan yang tak manusiawi. Presenter televisi Turki Ikbal Gurpinar mengaku, para aktivis tidak diberi makanan dan air bersih selama berhari-hari.
“Mereka memperlakukan kami seperti anjing. Kami dibiarkan lapar selama tiga hari. Tidak ada air, kami terpaksa minum dari toilet,” ungkapnya, dikutip dari Al Jazeera. Ia menambahkan, suhu yang sangat panas membuat para tahanan nyaris pingsan.
Aktivis Turki Aycin Kantoglu juga menceritakan kondisi penjara yang penuh coretan dan noda darah. “Kami melihat tulisan nama anak-anak di dinding. Kami benar-benar merasakan sedikit apa yang dialami rakyat Palestina,” katanya.
Sementara itu, jurnalis Italia Lorenzo Agostino menyebut, Thunberg yang baru berusia 22 tahun, sebagai perempuan pemberani yang dipermalukan secara sengaja.
3. Israel bantah tuduhan penyiksaan
Menanggapi laporan tersebut, Kementerian Luar Negeri Israel membantah keras tuduhan kekerasan terhadap para aktivis. Mereka menegaskan bahwa semua tahanan diberikan hak-hak dasar, termasuk makanan, air, dan akses ke penasihat hukum.
“Semua klaim itu adalah kebohongan total. Semua tahanan diberi air, makanan, akses toilet, dan tidak ada yang dilarang berbicara dengan pengacara,” kata juru bicara kementerian.
Namun, kelompok hak asasi Israel Adalah, yang memberi bantuan hukum kepada para tahanan, mengatakan bahwa para aktivis justru dipaksa berlutut dengan tangan diikat selama berjam-jam dan tidak diberi akses komunikasi. Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani mengonfirmasi, 26 warga Italia telah dideportasi, sementara 15 lainnya masih ditahan.
Anggota parlemen Italia Arturo Scotto menilai, “Yang bertindak legal adalah mereka di atas kapal. Yang bertindak ilegal adalah mereka yang menghalangi bantuan kemanusiaan.”
Insiden ini memperburuk Israel di mata dunia dan kembali menyoroti blokade terhadap Jalur Gaza yang sudah berlangsung hampir dua dekade. Flotilla Global Sumud yang berlayar sejak akhir Agustus membawa bantuan makanan dan obat-obatan untuk lebih dari 2,3 juta warga Gaza.
Kapal-kapal tersebut merupakan upaya terbaru komunitas internasional untuk menembus blokade yang dianggap melanggar hukum internasional. Sejak Maret 2025, Israel telah menutup seluruh akses perbatasan dan memblokir pengiriman bahan kebutuhan dasar, memperparah krisis kemanusiaan di Gaza.
Laporan PBB menyebut, lebih dari 66 ribu warga Palestina telah tewas sejak konflik memuncak pada Oktober 2023, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Meski menghadapi risiko tinggi, Greta Thunberg dan ratusan aktivis lain bergabung dalam pelayaran tersebut sebagai bentuk solidaritas global untuk kemanusiaan.