Mengenang Korban, Demonstran Myanmar: Para Roh Tidak Ingin Junta!

Sudah ada 261 korban jiwa

Jakarta, IDN Times - Para demonstran Myanmar mengadakan aksi nyala dan merilis balon udara untuk mengenang korban represivitas aparat pada Senin (22/3/2021) malam. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, sedikitnya 261 orang telah terbunuh karena menentang kudeta militer atas penggulingan pemerintahan yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
 
Dilaporkan Channel News Asia, pada Senin tiga demonstran di Mandalay meninggal dunia, salah satunya adalah anak laki-laki berusia 15 tahun. Pasukan keamanan melancarkan lebih banyak penggerebekan di Yangon pada Senin malam, dengan melepas tembakan sehingga beberapa orang terluka
 
Di Hsipaw, di Negara Bagian Shan, nama-nama pengunjuk rasa tertulis di atas kartu dengan tulisan “kami para roh tidak menginginkan Junta,” demikian laporan DVB TV News. Di tempat lain, balon berisi helium dilepaskan dengan membawa pesan yang menyerukan bantuan internasional.
 

Baca Juga: Kudeta Myanmar: 180 Demonstran Tewas dan Ratusan Hilang Tanpa Jejak

1. Junta menyalahkan pengunjuk rasa karena berbuat kerusuhan

Mengenang Korban, Demonstran Myanmar: Para Roh Tidak Ingin Junta!Pendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Juru bicara Junta militer, Zaw Min Tun, justru menyalahkan pengunjuk rasa atas jatuhnya korban selama demonstrasi dimulai sejak 1 Februari 2021. Aparat tidak memiliki pilihan untuk melakukan tindak kekerasan karena para demonstran yang terlebih dahulu berbuat anarkis.
 
"Bisakah kita menyebut ini sebagai unjuk rasa damai?” kata Zaw sambil menunjukkan video pabrik yang terbakar, saat konferensi pers di Naypyidaw dikutip dari Reuters, Selasa (23/3/2021).
 
“Negara atau organisasi mana yang menganggap aksi kekerasan ini sebagai aksi damai?” tambah dia.
 
Kendati begitu, mewakili pemerintah, dia menyampaikan duka yang mendalam karena ratusan orang meninggal akibat unjuk rasa. Berbedar dengan AAPP, Zaw menyebut korban nyawa hanya 164 orang. Dia juga menambah keterangan bahwa sembilan petugas keamanan tewas.
 
"Mereka juga warga kami," katanya dalam konferensi pers di ibu kota Naypyitaw, Selasa (23 Maret).
 

Baca Juga: Demi Perdamaian Myanmar, Paus Fransiskus Siap Berlutut di Jalanan

2. Memberi rincian soal nepotisme Aung San Suu Kyi dan NLD

Mengenang Korban, Demonstran Myanmar: Para Roh Tidak Ingin Junta!Aung San Suu Kyi berjalan untuk mengambil sumpah di parlemen majelis rendah di Naypyitaw, Myanmar, pada 2 Mei 2012. ANTARA FOTO/REUTERS/Soe Zeya Tun/File Photo/

Pada kesempatan yang sama, Zaw juga menyayangkan keputusan pegawai negeri dan dokter yang melakukan mogok kerja. Dia menilai hal itu sebagai perbuatan yang tidak pantas dan tidak etis.

Dia kemudian menyalahkan aksi mogok dari para tenaga kesehatan yang menyebabkan kematian di tengah pandemik COVID-19 semakin tinggi.
 
Juru bicara itu juga menuduh media menyebarkan berita palsu yang memprovokasi kerusuhan, sekaligus memperingatkan bahwa jurnalis bisa dituntut jika mereka berhubungan dengan CRPH (Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw), atau sisa-sisa rezim Suu Kyi. Militer telah menyatakan CRPH sebagai organisasi ilegal.
 
Selain itu, Zaw kembali menegaskan bahwa Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) telah berkolusi dengan Suu Kyi untuk melakukan kecurangan pemilu. Dia juga memutar video yang menerangkan bahwa rezim sipil telah meraup keuntungan dengan menerima sejumlah uang suap.

3. Komunitas internasional mulai menjatuhkan sanksi

Mengenang Korban, Demonstran Myanmar: Para Roh Tidak Ingin Junta!Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Uni Eropa menjatuhkan sanksi pada hari Senin (22/3/2021) terhadap individu yang terlibat dalam kudeta dan penindasan terhadap para demonstran. Sedikitnya ada 11 elit militer, termasuk Jenderal Min Aung Hlaing sebagai dalang kudeta, yang dijatuhi hukuman.
 
UE sudah menerapkan embargo senjata terhadap Myanmar dan telah menargetkan beberapa pejabat militer senior sejak 2018.
 
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, menyebut penindasan militer sebagai tindakan yang telah mencapai tingkat yang tak tertahankan. Langkah-langkah yang lebih kuat diharapkan segera diputuskan setelah UE bergerak untuk membidik bisnis yang dijalankan oleh militer.
 
Amerika Serikat (AS) telah memberikan sanksi kepada Min Aung, termasuk kepada perusahaan yang dimiliki oleh keluarganya. AS juga menargetkan polisi senior Than Hlaing dan perwira militer Aung Soe, serta dua divisi Angkatan Darat Burma, Infanteri Ringan ke-33 dan Infanteri Ringan ke-77.
 
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan, anggota Divisi 33 telah melepaskan tembakan langsung ke kerumunan di Mandalay. Kedua unit itu adalah bagian dari strategi sistemik yang direncanakan pasukan keamanan untuk meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan.

Baca Juga: Myanmar Berdarah: Jokowi Berduka Cita, Desak agar Kekerasan Dihentikan

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya