Wacana Pemakzulan Terhadap Trump Mulai Mengemuka

Belum ada sebulan Donald Trump menghuni Gedung Putih, wacana pemakzulan atau penurunan dari posisinya sebagai Presiden kian terbuka. Sejumlah pihak mulai dari rakyat biasa, anggota kongres dari Partai Demokrat, hingga pakar hukum menyebut ia layak dimakzulkan. Musababnya tak lain karena keputusan-keputusannya yang tak hanya kontroversial, tapi juga tak sesuai konstitusi dan nilai-nilai yang berlaku di Amerika Serikat.
Sejumlah anggota kongres dari Partai Demokrat menggelar konferensi pers berkaitan dengan kemungkinan pemakzulan Trump.

Maxine Waters, seorang anggota kongres dari Partai Demokrat di Los Angeles, California, membuat pernyataan bahwa salah satu keinginan terbesarnya adalah bisa turut memakzulkan Donald Trump. Dengan ditemani beberapa anggota kongres lainnya, Waters menilai tidak punya legitimasi untuk menjadi presiden AS.
Lebih lanjut, Waters menjelaskan posisinya terhadap Trump itu dilatarbelakangi oleh apa yang telah dilakukannya Trump selama ini. Dia menilai, Trump lebih mirip seorang diktator yang tak mempedulikan sistem demokrasi di AS hanya karena Partai Republik menguasai Gedung Putih dan kongres.
Namun, wacana pemakzulan yang diutarakan oleh Waters menjadi kontroversi. Dia kemudian kembali mengadakan konferensi dan memberi klarifikasi terkait posisinya terhadap Trump. Ia berkata bahwa bukan pihaknya yang menginginkan pemakzulan, tapi Trump sendiri yang membuat dirinya layak dimakzulkan. Ia mempertanyakan bagaimana bisa seorang presiden negara demokratis bersikap seperti Trump yang membuat kebijakan-kebijakan melawan konstitusi.
Dua pakar hukum AS mengusulkan kepada kongres untuk memakzulkan Trump.

TIME mempublikasikan sebuah tulisan dari dua pakar hukum AS, James C. Nelson dan John Bonifaz, yang berisi alasan mengapa Trump layak dimakzulkan. Keduanya menggunakan landasan hukum yang dilanggar oleh Trump bahkan sejak sebelum diambil sumpahnya pada 20 Januari 2017 lalu. Nelson dan Bonifaz berargumen Trump melanggar salah satu klausul di konstitusi AS.
Klausul tersebut berisi larangan bagi pejabat negara, tanpa izin kongres, menerima hadiah atau gelar apapun dari luar negeri. Klausul ini ada untuk mencegah terjadinya korupsi. Posisi Trump yang menjadi bos kerajaan bisnisnya, Trump Organization, rentan terhadap kemungkinan tersebut, terlebih lagi Trump tak pernah transparan soal laporan kekayaannya.
Nelson dan Bonifaz mencontohkan banyaknya bisnis Trump di berbagai negara mulai Arab Saudi, Uruguay, Tiongkok, Filipina, hingga Indonesia. Bank milik pemerintah Tiongkok, Commercial Bank of China, adalah penyewa terbesar di Trump Tower. Bank of China, yang juga milik pemerintah Tiongkok, merupakan salah satu pemberi hutang terbesar kepada Trump. Kemudian, Utusan Khusus Filipina untuk AS, Jose Antonio, adalah pemilik dari sebuah perusahaan properti di Filipina juga merupakan rekan bisnis Trump.
Petisi yang meminta Trump dimakzulkan sudah memiliki lebih dari 600.000 tandatangan.

Sebuah situs bernama impeachdonaldtrumpnow.org berisi petisi yang meminta Trump dimakzulkan memiliki 646.127 tandatangan hingga 7 Februari 2017. Bahkan, pengelola situs menjelaskan mengapa Trump pantas dicopot dari jabatannya. Mereka menggarisbawahi bahwa presiden tak berada di atas hukum dan mereka tak akan membiarkan Trump mengambil keuntungan sebagai presiden dengan mengorbankan demokrasi.
Dikutip dari Salon, berdasarkan poling dari Public Policy Polling, dua minggu setelah menjadi presiden, ada lebih dari sepertiga warga AS yang ingin Trump dimakzulkan. Ini adalah pertama kalinya seorang presiden AS dianggap layak dimakzulkan oleh berbagai pihak padahal belum ada satu bulan menjabat seorang kepala negara.