Warga Gaza Kesulitan Kubur Jasad Korban Serangan Israel

- Pasukan Israel menargetkan pemakaman sejak awal perang.
- Kementerian Wakaf Gaza minta bantuan internasional untuk pemakaman.
- Kematian akibat serangan Israel terus terjadi setiap hari.
Jakarta, IDN Times - Serangan demi serangan Israel ke Gaza telah menimbulkan tantangan bagi warga Palestina untuk menguburkan jenazah orang-orang yang mereka cintai secara layak. Seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa dan semakin sempitnya lahan pemakaman, banyak keluarga terpaksa menguburkan jenazah di kebun rumah, halaman sekolah, atau bahkan di ruang-ruang publik..
Sufyan Al Shurabji, warga di lingkungan Shujaiya, mengungkapkan bahwa ia tidak punya pilihan selain menguburkan kelima anggota kelurganya dalam satu liang lahat akibat tingginya biaya pemakaman. Ia menyebutkan bahwa biaya untuk satu kuburan bisa mencapai 1.100 shekel (sekitar Rp5 juta).
“Itu artinya kami memerlukan sekitar 5 ribu shekel hanya untuk bisa memakamkan mereka dengan layak. Namun dalam kondisi perang seperti ini, banyak orang tak memiliki uang sama sekali. Kami mencoba mencari makam gratis melalui bantuan dari lembaga amal, tapi semuanya sudah tidak tersedia," ujar pria berusia 56 tahun itu.
Ia menambahkan bahwa pemakaman keluarga di Shujaiya tidak lagi dapat diakses karena kehadiran pasukan Israel. Oleh sebab itu, ia terpaksa menguburkan jenazah anggota keluarganya di pemakaman baru di bagian barat Gaza.
1. Pasukan Israel menargetkan pemakaman sejak awal perang
Seorang pejabat dari Kementerian Wakaf Gaza mengungkapkan bahwa krisis pemakaman ini dipicu oleh kelangkaan bahan bangunan, yang terjadi akibat pembatasan impor secara ketat oleh Israel. Tanpa bahan-bahan tersebut, keluarga tidak dapat memakamkan orang yang mereka cintai sesuai dengan tata cara pemakaman dalam Islam.
“Sejak awal perang, pendudukan telah menargetkan area pemakaman, dengan menghancurkan sekitar 40 makam secara total maupun sebagian di berbagai wilayah Jalur Gaza. Selain itu, akses ke banyak pemakaman yang berada di zona kendali militer juga diblokir," kata pejabat itu kepada The National.
Selain itu, sejumlah pengungsi juga mencari perlindungan di area pemakaman, mendirikan tenda di dalam atau di dekat kuburan, sehingga semakin mengurangi ruang untuk pemakaman.
2. Kementerian Wakaf Gaza minta bantuan internasional untuk pemakaman
Demi mengatasi krisis ini, pihak berwenang telah bekerja sama dengan relawan untuk membangun kuburan darurat, dengan menggunakan lumpur dan batu dari rumah-rumah yang hancur dibom. Lembaran seng digunakan sebagai pengganti ubin tradisional untuk menutupi liang lahat. Meksi demikian, upaya ini masih jauh dari cukup.
“Krisis ini terus memburuk karena kelangkaan ekstrem dan mahalnya biaya bahan bangunan. Saat ini, mempersiapkan satu makam saja membutuhkan biaya antara 700 hingga 1.000 shekel (sekitar Rp3-4,8 juta) —beban yang tak tertanggungkan bagi keluarga yang sudah hancur akibat perang," ujar pejabat dari Kementerian Wakaf Gaza.
"Saat ini, kami belum memiliki kuburan siap pakai untuk menguburkan para syuhada. Banyak yang terpaksa mengubur orang yang mereka cintai di lubang terbuka, sehingga jenazah mereka berisiko diganggu oleh hewan liar," tambahnya.
Dilansir dari MEE, kementerian tersebut telah mengeluarkan seruan darurat kepada negara-negara Arab dan Islam, organisasi bantuan internasional, serta inisiatif lokal untuk membantu menyediakan kebutuhan dasar pemakaman, termasuk kain kafan, bahan bangunan, dan perlengkapan lainnya.
3. Kematian akibat serangan Israel terus terjadi setiap hari
Hani Abu Mousa, seorang pekerja kemanusiaan di Gaza selatan, mengatakan bahwa timnya biasanya berfokus pada distribusi makanan dan air di wilayah tersebut. Namun dalam beberapa pekan terakhir, fokus mereka berubah.
"Kami semakin sering menerima permintaan dari keluarga-keluarga yang memohon bantuan untuk mendapatkan makam bagi orang-orang tercinta mereka. Awalnya, kami membantu dengan menyediakan makam di lahan yang dialokasikan oleh Kementerian Wakaf di wilayah barat Khan Younis. Namun lahan itu cepat penuh seiring terus bertambahnya jumlah syuhada setiap hari," ujar Abu Mousa.
Ibrahim Shaheen, seorang relawan penggali kubur di lingkungannya, juga membagikan pengalamannya menguburkan jenazah dengan cara-cara yang paling ekstrem.
"Beberapa hari yang lalu, saya menguburkan delapan tetangga saya dalam satu kuburan: tiga di lapisan bawah, dua lagi di atas mereka. Kami tidak punya semen atau marmer. Kami menutupi mayat-mayat itu dengan lembaran seng atau kayu dari rumah yang hancur. Kadang-kadang kami bahkan tidak tahu namanya, jadi kami menuliskannya di karton, dan itu pun meleleh saat hujan," ungkapnya kepada QNN.