PBB Serukan Sanksi Lebih Berat untuk Junta Myanmar

Konflik dikhawatirkan dapat meluas

Jakarta, IDN Times – Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, Tom Andrews, mendesak komunitas internasional untuk lebih memperhatikan situasi di Myanmar saat ini. Junta militer dikabarkan meningkatkan serangan terhadap warga sipil.

“Penurunan junta militer Myanmar, yang disebabkan oleh kekalahan besar di medan perang dan meluasnya penolakan warga, telah menyebabkan peningkatan serangan terhadap warga sipil, sehingga menggarisbawahi perlunya tindakan internasional yang lebih kuat dan terkoordinasi,” kata Andrews, dilansir Anadolu, Rabu (20/3/2024).

Andrews menyerukan diakhirinya ketenangan dan keterlibatan dengan junta tanpa syarat. Ia menambahkan bahwa penghentian konflik menjadi prasyarat untuk berhubungan dengan junta.

1. Serangan terhadap warga sipil meningkat

PBB Serukan Sanksi Lebih Berat untuk Junta MyanmarAnggota gerilyawan militer People's Defense Forces (PDF) berkumpul di garis depan di Kawkareik, Myanmar (31/12/2021). Foto diambil pada 31 Desember 2021. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Andrews menekankan bahwa dalam lima bulan terakhir, terjadi peningkatan serangan terhadap warga sipil.

”Serangan udara terhadap sasaran sipil meningkat lima kali lipat,” ungkapnya.

”Sekarang, mereka telah meluncurkan program perekrutan militer secara paksa, mendorong generasi muda untuk bersembunyi, melarikan diri dari negara, atau generasi muda yang tidak mau diikutsertakan dalam kampanye kebrutalan junta bergabung dengan pasukan perlawanan,” katanya.

Baca Juga: Jokowi Bertemu PM Kamboja, Bahas Kerja Sama hingga Konflik Myanmar

2. Kekacauan bisa meluas ke kawasan dan dunia

PBB Serukan Sanksi Lebih Berat untuk Junta MyanmarPendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/AWW/djo

Pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis terhadap Rohingya sampai saat ini masih tak kunjung mereda. 

“Mereka yang bertaruh pada junta untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas di Myanmar telah kalah. Junta adalah penyebab utama kekerasan, ketidakstabilan, kemerosotan ekonomi, dan pelanggaran hukum di negara ini,” kata pelapor khusus tersebut.

Andrews kemudian memperingatkan bahwa kekacauan di Myanmar dapat meluas ke kawasan Asia Tenggara, bahkan dunia.

Dia mendesak masyarakat internasional untuk memberikan dukungan yang lebih besar sampai kekejaman junta berakhir. Salah satu yang cara yang diusulkannya adalah pengetatan sanksi terhadap Junta.

“Kita perlu melakukan perubahan mendasar dalam penerapan sanksi. Kita harus melakukannya dengan cara yang terkoordinasi dan fokus,” katanya, dilansir Hindustan Times.

3. Myanmar jatuh dalam kudeta sejak 2021

PBB Serukan Sanksi Lebih Berat untuk Junta MyanmarArsip - Penguasa militer Myanmar Min Aung Hlaing memimpin parade tentara pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyidaw, Myanmar, 27 Maret 2021. (ANTARA/Reuters/Stringer/as)

Myanmar berada di bawah pemerintahan junta sejak Februari 2021. Militer, yang dikenal sebagai Tatmadaw, menghadapi perlawanan sengit dari kelompok etnis di banyak wilayah di negara tersebut.

Setidaknya tiga kelompok etnis bersenjata, yang bersatu di bawah Aliansi Persaudaraan, telah melawan rezim junta untuk mengambil kendali di bagian utara Myanmar sejak akhir Oktober.

Kelompok-kelompok tersebut menyerang pasukan junta, yang memerintah negara Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, dan merebut banyak kota dan pos-pos junta.

Banyak orang dilaporkan tewas dalam serangan tersebut.

Baca Juga: Junta Myanmar Berlakukan Wajib Militer bagi Anak Muda

Zidan Patrio Photo Verified Writer Zidan Patrio

patrio.zidan@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya