Tujuhbelas Tahun Bersama Jemaat Ahmadiyah

Pidato di Jalsah Salanah Inggris, 28-30 Juli 2023

Assalamu'alaikum Wr Wb

Saya menghadiri Jalsah Salanah, meskipun secara virtual, untuk pertama kalinya di negeri ini, Inggris. Saat itu pada tahun 2006 ketika saya mengambil gelar Master saya di University of Manchester. Saya tinggal di Groove House, dekat Universitas dan tidak jauh dari Masjid Ahmadiyah. Saat itu saya mengikuti shalat Jumat yang dipimpin oleh Khalifah dari London. Sudah 17 tahun sejak saat itu akhirnya saya bisa datang ke sini lagi untuk menghadiri Jalsah yang lain. Saya merasa terhormat dan sangat berterima kasih atas undangan tersebut.

Setelah menyelesaikan studi saya di Manchester, saya pindah ke California, AS pada tahun 2007 di mana saya memulai studi saya tentang Ahmadiyah. Saya lebih sering mengikuti kegiatan Ahmadiyah di sana. Saya mengunjungi masjid-masjid Ahmadiyah untuk shalat Jumat atau Ramadhan beberapa kali.

Ketika saya mulai menulis disertasi saya pada tahun 2011, terjadi tragedi di Indonesia di mana tiga Ahmadi di Cikeusik dibunuh secara brutal. Yang mengejutkan, alih-alih menyampaikan belasungkawa, sebagian besar media Indonesia dan banyak orang menyalahkan para korban dan menyatakan bahwa mereka pantas didiskriminasi, diusir dari desa, bahkan dibunuh. Tragedi ini dan tanggapan masyarakat menjadi titik di mana saya percaya bahwa saya perlu mempelajari Ahmadiyah dengan cermat, bukan untuk membela komunitas ini, tetapi hanya untuk mengatakan dan mengungkapkan kebenaran Ahmadiyah. Saya dengan rendah hati tidak memiliki kekuatan untuk membela, tetapi setidaknya saya berharap karya-karya saya dapat mengklarifikasi dan memperbaiki kesalahpahaman, stereotip, dan prasangka buruk terhadap komunitas ini.

Saya menyelesaikan disertasi saya di University of California Santa Barbara pada tahun 2013 dan judul disertasi saya adalah “When Muslims are not Muslims: The Ahmadiyya Communiity and the Discourse on Heresy in Indonesia”. Saya menerima Charles Wendell Memorial Award dari Universitas untuk disertasi itu. Beberapa profesor menganggap disertasi saya berhasil membuka mata kajian Islam. Ini juga membuka jalan untuk mempelajari varian kelompok dalam Islam, selain Sunni dan Syiah. Bahwa ada keragaman dalam Islam.

Sejak lulus, saya telah menerbitkan sejumlah artikel, bab, dan buku tentang Ahmadiyah. Di sini saya memiliki sembilan artikel terpenting, yang panjang, dalam bahasa Inggris, yang telah diterbitkan oleh jurnal internasional atau penerbit buku yang bereputasi akademis dan kredibel, seperti Routledge, ISEAS Singapore, Contemporary Islam, Sojourn, Indonesia and the Malay World, TRaNS, dan Islam and Christian-Muslim Relations.

Saya ingin berbagi dengan Anda hanya dua abstrak studi saya: Yang pertama adalah “On the Ahmadiyya translation of the Quran”, dan, kedua, tentang “the Conversion to Ahmadiyya”.

Untuk artikel pertama, Ahmadiyah dituduh mengikuti kitab suci yang berbeda dengan umat Islam lainnya, yaitu Tadhkirah bukan Al-Qur'an, tuduhan yang dibantah oleh Ahmadiyah. Bahkan, Jemaat Ahmadiyah sangat aktif dalam bidang penerjemahan Al-Qur'an dan dapat dilihat sebagai pionir dalam upaya menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam berbagai bahasa. Khususnya pada paruh pertama abad ke-20, Al-Qur'an terjemahan Ahmadiyah dijunjung tinggi dan berfungsi sebagai sumber pengetahuan penting tentang Islam dan prinsip-prinsipnya bagi banyak Muslim Indonesia yang tidak dapat mengakses kitab suci yang aslinya menggunakan Bahasa Arab.

Tujuhbelas Tahun Bersama Jemaat AhmadiyahAhmad Najib Burhani. (www.mta.tv)

Artikel saya mempelajari karakteristik terjemahan Ahmadiyah yang beredar di Indonesia, dan pengaruhnya terhadap Islam Indonesia, dengan fokus pada pertanyaan-pertanyaan berikut: Karakteristik unik apa yang ditampilkan oleh terjemahan Ahmadiyah dari Al-Qur'an? Mengapa terjemahan Ahmadiyah memainkan peran penting di Indonesia pada paruh pertama abad ke-20? Apa daya tarik terjemahan-terjemahan ini bagi kaum intelektual Indonesia? Dan terakhir, apa kontribusi terjemahan-terjemahan ini bagi kajian Al-Qur'an?

Artikel kedua memberikan analisis bahwa orang bergabung dengan Ahmadiyah bukan semata-mata karena strategi khasnya dalam menyebarkan keyakinannya, tetapi lebih sering karena tiga faktor lainnya. Pertama, ikatan yang erat dan kuat antar anggota Ahmadiyah, seperti saling membantu dalam pembangunan ekonomi. Kedua, keyakinan spiritual dan mistik Ahmadiyah, seperti keyakinan mesianik mereka dan keyakinan akan keterlibatan Tuhan dalam membantu Ahmadiyah dalam urusan duniawi. Ketiga, etika dan moralitas pengikut Ahmadiyah, sebagaimana tercermin dalam perilaku para mubalighnya yang sadar dan bersemangat, terutama ketika mereka dihina oleh lawan mereka.

Saya menerima penghargaan dari beberapa institusi dari karya akademik saya, khususnya pada studi tentang Ahmadiyah. Tahun 2021, saya menerima Muhammadiyah Award, gerakan modernis terbesar di Indonesia. Saya juga mendapat Penghargaan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam kategori penelitian ilmu sosial pada tahun 2020. Dan saya terpilih sebagai Ikon Pancasila, ideologi Indonesia, pada tahun 2020.

Mohon maaf, saya sebenarnya tidak memiliki mandat atau izin dari Ahmadiyah, namun saya telah menjadi juru bicara Ahmadiyah untuk non-Ahmadi sejak tahun 2013, khususnya di kalangan akademisi. Saya telah diundang ke beberapa universitas dan negara untuk berbicara tentang Ahmadiyah, seperti: TUFS Japan, Kyoto University, Leiden University the Netherlands, Asia Research Institute Singapore, National University of Singapore, RSIS Nanyang Technological University, ISEAS Yusof Ishak Institute Singapore, Hamad bin Khalifa University Qatar, Freiburg University Jerman, Oxford University, Tammasat University Thailand, IIUM Malaysia, Science Po France, North Carolina University AS, University of Texas Austin, University of California Santa Barbara, dan University of California Los Angeles.

Singkatnya pidato saya, di sini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Jemaat Ahmadiyah dan Ahmadiyah. Studi saya di komunitas ini telah menempatkan saya pada posisi akademik yang baik. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga internasional. Saya adalah seorang fellow di IIIT US, Drew University US, CSEAS Kyoto University, dan sekarang masih menjadi senior fellow di ISEAS Yusof Ishak Institute Singapore. Posisi saya juga bagus di BRIN, sebagai ketua ISSH.

Saya ingin menutup pidato saya dengan menceritakan sebuah kisah tentang teman saya, seorang Ahmadi dan seorang akademisi yang brilian. Namanya Intan Suci Nurhati. Ibunya ada di sini, di Jalsah ini. Intan adalah direktur Pusat Riset Laut Dalam. Dia adalah akademisi yang sangat langka yang memiliki banyak prestasi dan penghargaan ilmiah. Tahun lalu, dia menerima banyak pendanaan dari National Geographic untuk penelitiannya tentang Srikandi Bahari. Tidak ada seorang pun di BRIN yang tahu bahwa dia adalah seorang Ahmadi, kecuali saya. Saya pikir dia akan menjadi Abdus Salam lainnya dari Ahmadiyah dan dari Indonesia. Saya berharap Ahmadiyah dapat menghasilkan lebih banyak Abdus Salam dan lebih banyak Intan (berlian) di masa depan.

Nara Takbir!

Jalsah Salanah Inggris!

Islam Ahmadiyah!

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya