Restorasi Ekosistem Pesisir dalam Melawan Krisis Iklim

Jaga ekosistem pesisir, jangan sampai bencana datang!

Lahan basah pesisir, termasuk hutan bakau, rawa pasang surut, lahan gambut, terumbu karang, dan padang lamun, merupakan bagian dari ekosistem pesisir yang paling produktif dan sangat terancam keberadaannya di bumi ini.

Padahal, ekosistem pesisir memberikan banyak manfaat bagi manusia dan alam, seperti membantu masyarakat meminimalisir dampak bencana yang bisa terjadi di wilayah sekitaran pesisir dan mengatasi perubahan iklim.

Mengutip dari situs DJPPI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dijelaskan bahwa ekosistem pesisir merupakan penyerap gas rumah kaca. Ekosistem pesisir diyakini menyerap dan menyimpan karbon 100 kali lebih banyak dan lebih permanen dibandingkan dengan hutan di daratan.

Karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir dikenal sebagai Blue Carbon karena terletak di tempat-tempat di mana daratan bertemu dengan perairan, atau disebut sebagai pesisir. Mengutip dari situs Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dijelaskan bahwa kapasitas lahan basah pesisir dalam menangkap dan menyimpan karbon bergantung pada proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermacam-macam. Lahan basah pesisir yang sehat bisa menyimpan karbon selama ribuan tahun, dan mencegah terlepasnya emisi karbon ke atmosfer agar tidak terjadi perubahan iklim.

Ketika ekosistem pesisir terancam keberadaannya, simpanan besar emisi karbon tersebut bisa terlepas dan membentuk tiga jenis gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen dioksida (N2O).

Menurut situs Climate Adaptation Platform, dijelaskan bahwa lahan basah pesisir perlahan-lahan mulai kehilangan lebih dari sepertiga wilayahnya terhitung sejak tahun 1970. Setiap tahunnya di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 450 juta metrik ton karbon dioksida yang dilepaskan karena rusaknya ekosistem pesisir.

Jika hal tersebut terus terjadi, maka akan mempercepat laju pemanasan global dan memperburuk perubahan iklim. Maka dari itu, penting bagi kita untuk melindungan dan merestorasi lahan basah pesisir, karena ekosistem pesisir ini dapat secara substansial berkontribusi dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Upaya yang dapat dilakukan pemerintah

Meskipun setiap negara memiliki peraturan perundang-undangan untuk melindungi ekosistem pesisir, tetap akan selalu ada ulah manusia yang secara sengaja memberikan dampak kerusakan pada ekosistem pesisir. Kegiatan-kegiatan seperti konversi lahan basah menjadi lahan pemukiman dan reklamasi di wilayah pesisir, jika terus dilakukan akan menghancurkan ekosistem pesisir.

Bayangkan, jika ekosistem pesisir semuanya dialih fungsikan, maka tidak ada lahan basah yang menyerap dan menyimpan karbon untuk membantu dalam mengurangi dampak perubahan iklim, dan hal tersebut dapat mengemisi karbon lebih cepat ke atmosfer bumi dan menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bumi semakin padat.

Melalui 1000 Aspirasi Indonesia Muda, saya berpendapat bahwa kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus dititikberatkan pada upaya-upaya perbaikan wilayah lahan basah pesisir, agar ekosistem pesisir dapat tetap lestari. Lalu, bagaimana caranya? Pemerintah perlu merestorasi kawasan pesisir dengan cara:

  1. Reboisasi hutan bakau di sekitar pesisir pantai. Reboisasi hutan bakau atau mangrove menjadi salah satu cara untuk mencegah abrasi, penurunan tanah di pesisir pantai, dan mengurangi efek buruk banjir rob.
  2. Menerapkan strategi 3R pada lahan gambut dan rawa pasang surut. 3R atau rewetting (pembasahan lahan), revegetasi (penanaman kembali pada lahan bekas tambang) dan revitalisasi di wilayah rawa-rawa dan lahan gambut, dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sebagai kawasan budidaya pertanian, perikanan, perkebunan, dan kehutanan.
  3. Transplantasi padang lamun dan terumbu karang. Secara ekologis padang lamun dan terumbu karang berperan sebagai daerah asuhan, yang biasanya digunakan sebagai tempat berlindung dan mencari makan oleh berbagai jenis biota laut. Transplantasi lamun dan terumbu karang menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi ekosistem pesisir.

Alih fungsi lahan basah pesisir ke penggunaan lain bisa menjadi salah satu ancaman yang serius terhadap keberlanjutan ekosistem pesisir dan perubahan iklim. Pemerintah perlu tegas dalam pemberian sanksi yang berat kepada pemberi ijin maupun yang melakukan perubahan-perubahan alih fungsi lahan, terutama untuk dijadikan lahan komersil.

KTT G20 di Bali, Indonesia diharapkan menjadi sarana untuk membahas bagaimana negara-negara di dunia dapat ikut berperan serta dalam membahas permasalahan iklim dunia. Presidenasi G20 Indonesia bisa menjadi ajang pembuktian, bahwa Indonesia mampu lebih berperan aktif dan peduli terhadap perubahan iklim akibat ekosistem pesisir yang sudah mulai tidak seimbang.

Anggota G20 juga harus mendukung dan ikut serta dalam upaya pelestarian lingkungan hidup, terutama pelestarian komponen pada ekosistem pesisir dan laut. Sesuai dengan tema tema KTT G20 Indonesia, yaitu Recover Together, Recover Stronger, dimana kita harus sama-sama berdaya dalam melestarikan lingkungan sekitar agar kita bisa bangkit melawan krisis iklim yang sedang melanda dunia.

Baca Juga: Saatnya Gen Y dan Z Ambil Bagian dalam Mencegah Perubahan Iklim

Alfian Nurhidayat Photo Verified Writer Alfian Nurhidayat

an anthropologist in the milky way

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya