[OPINI] Menuju Target Air Minum Aman 2030

Semua warga Indonesia berhak dapat akses air minum aman

Agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 merupakan penjabaran operasional dari Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden yang disusun berdasarkan arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. RPJMN 2020-2024 juga merupakan titik tolak untuk mencapai sasaran Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia Maju. Tujuan pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) memberikan landasan kokoh dan merupakan instrumen utama untuk mewujudkan transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. SDGs merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan, salah satunya adalah Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi yang Berkelanjutan untuk Semua.

Target yang ditetapkan dalam pengelolaan air bersih dan sanitasi Tahun 2030 adalah (1) Mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua; (2) Mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua dan menghentikan praktik buang air besar sembarangan di tempat terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok masyarakat rentan.

Akses air minum dan sanitasi yang layak dan aman merupakan salah satu infrastruktur dasar untuk memastikan kesehatan masyarakat serta meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM). Penyediaan akses air minum dan sanitasi perlu didukung oleh ketersediaan sumberdaya air yang mencukupi baik dari sisi kualitas dan kuantitas, pencegahan pencemaran terhadap sumber-sumber air baku dari pencemaran dan tutupan vegetasi untuk menjaga, memelihara dan menjamin ketersediaan air baku.

Sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) akses air minum untuk masyarakat harus memenuhi kriteria sebagai air minum aman, yaitu berasal dari sumber air yang layak, berada didalam atau di halaman rumah, dapat diakses setiap saat dibutuhkan dan kualitasnya memenuhi standar kesehatan yaitu memenuhi syarat kualitas air minum. Pada Tahun 2020, rumah tangga yang memiliki akses air minum layak sebesar 90,21% dan baru 11,9% rumah tangga yang memenuhi kriteria air minum aman. Sehingga diperlukan upaya percepatan penyediaan akses air minum untuk mencapai target TPB/SDGs Tahun 2030.

Tantangan Penyediaan Air Minum Aman 2030

Bicara air minum aman, dimana target capaian yang harus dikejar hingga 2024 adalah 15%, yaitu masih ada gap sebesar 3,1% tidak lepas dari tantangan yang harus dituntaskan. Beberapa tantangan yang menjadi pemikiran pemerintah saat ini antara lain masih lemahnya tata kelola dan kelembagaan penyelenggaraan air minum serta rendahnya komitmen dan kapasitas pemerintah daerah sebagai penyelenggara utama dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Walaupun capaian akses air minum layak sudah mencapai 90,21% di Tahun 2020, namun akses air minum perpipaan baru menjangkau 20,69% dari seluruh rumah tangga Indonesia. Belum optimalnya laju peningkatan Sambungan Rumah melalui sistem perpipaan berdampak pada meningkatnya penggunaan air kemasan dan air isi ulang untuk air minum, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Data BPS untuk akses air minum perpipaan di perkotaan dan di perdesaan menunjukkan besarnya ketergantungan masyarakat pada air kemasan.

Tantangan lainnya adalah kuantitas dan kualitas sumber air baku mengalami penurunan akibat pengelolaan daerah tangkapan air yang belum optimal. Walaupun di wilayah  lainnya di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi sepanjang tahun tidak ada masalah dengan kuantitas, tetapi secara kualitas air semakin buruk. Contoh kualitas air sungai sebagai sumber air baku cenderung semakin menurun akibat pencemaran air limbah rumah tangga, perkotaan, industri dan banjir akibat kerusakan lahan dan hutan di daerah tangkapan air. Akibatnya air yang jumlahnya banyak tidak bisa dimanfaatkan dan memerlukan biaya yang tinggi untuk mengubahnya menjadi air bersih. Kemudian permasalahan lainnya di air permukaan, secara kualitas lebih baik, tetapi secara kecukupan semakin hari menurun bahkan kekeringan. Kualitas air baku, disamping karena akibat diatas, juga faktor penyebab penting lainnya adalah perilaku manusia dalam hal efisiensi penggunaan air yang masih boros, kemudian eksploitasi air untuk industri yang tidak terkontrol, perilaku membuang limbah secara sembarangan karena masih banyak rumah tangga yang belum memiliki akses sanitasi layak.

Tantangan berikutnya adalah kapasitas penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang belum optimal. Pada Tahun 2020, BUMD Air minum yang berkinerja sehat baru 61,76%. Diperlukan peningkatan kinerja BUMD Air Minum dan penyelenggara SPAM lainnya (UPTD, Bumdes, Kelompok Masyarakat, dan lain lain) baik dalam hal teknis pengembangan dan pengelolaan SPAM, pengelolaan keuangan, dan pengelolaan sumber daya manusia. Pada saat ini, sebagian besar BUMD Air Minum belum didukung dengan tarif air minum yang dapat memenuhi kebutuhan untuk operasional dan pemeliharaan. Dalam rangka mencapai target TPB/SDGs, penyelenggara SPAM diharapkan mampu untuk menyediakan akses air minum aman, dengan menyusun Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) dan melakukan Pengawasan Kualitas Air Minum (PKAM).

Baca Juga: Partisipasi Pemerintah di Desa Dalam Pemenuhan Layanan Air Minum

Peranan Pemerintah dalam Pemenuhan Target

Pemerintah daerah sebagai penanggung jawab utama dalam penyediaan akses air minum aman untuk masyarakat perlu meningkatkan komitmen dan kapasitasnya melalui pengintegrasian target dan sasaran penyediaan air minum nasional dalam dokumen perencanaan daerah, memberikan prioritas melalui alokasi APBD, serta memberikan dukungan kepada penyelenggara. Tantangan kebutuhan pendanaan yang besar dibandingkan dengan kapasitas fiskal pemerintah menuntut pemerintah dan pemerintah daerah meningkatkan quality spending, mengoptimalkan sumber sumber pendanaan alternatif Non APBN dan non APBD dan melakukan pengelolaan aset yang baik. Pemerintah daerah perlu memprioritaskan perluasan cakupan layanan melalui pemanfaatan kapasitas yang telah terbangun, peningkatan pembangunan SPAM serta pengelolaan asset yang diharapkan dapat menurunkan tingkat non-revenue water dari 33% menjadi 25% serta menjamin infrastruktur yang telah terbangun.

Upaya yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dalam rangka pemenuhan air minum aman adalah melalui percepatan penambahan Sambungan Rumah (SR) antara lain melalui hibah berbasis kinerja untuk pemasangan Sambungan Rumah (SR) yang diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah di perkotaan dan perdesaan. Untuk masyarakat pedesaan, pelayanan air minum dilaksanakan melalui pendekatan berbasis masyarakat. PAMSIMAS, yang merupakan platform air minum perdesaan sejak tahun 2008 hingga 2022 telah menyediakan akses air minum layak bagi sekitar 24,7 juta penduduk di 36.897 desa dan akses sanitasi layak untuk 26 juta penduduk. Keberlanjutan program menjadi tantangan utama, mengingat program Pamsimas pendanaan loan berakhir pada tahun 2021 utamanya untuk keberlangsungan Lembaga pengelola dan pengarusutamaan prinsip kolaborasi di tingkat masyarakat. Dan 2022 dilanjutkan dengan menggunakan pembiayaan APBN. Melalui Pamsimas, ada penambahan sambungan Rumah sebanyak 4.480.074 SR dengan kondisi 3.116.976 memiliki water meter, dan 1.363.098 belum memiliki water meter.

Untuk mencapai target air minum aman tahun 2030, dimana seluruh desa harusnya sudah diintervensi penyediaan air minum aman, Pamsimas baru 36.897 desa yang diintervensi, masih ada 46.946 desa yang menjadi tantangan untuk diintervensi di tahun tahun berikutnya hingga tercapai target air minum aman. Pamsimas Tahun 2021 melalui Hibah Insentif Desa Menuju Air Minum Aman berupaya untuk peningkatan layanan air minum menuju 100% akses di seluruh desa paska yang sudah terbangun sistem penyediaan air minumnya namun dengan kualitas layanan yang belum aman sehingga perlu dilakukan kegiatan optimalisasi pada sistem terbangun tersebut. Kegiatan tersebut sebagai bentuk komitmen untuk mencapai tujuan SDGs yaitu ketersediaan sarana dan prasarana air minum yang memadai baik kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan.

Hibah Insentif Desa Menuju Air Minum Aman (HID MAMA) adalah Hibah Insentif yang diperuntukan bagi Desa Pasca Pamsimas dengan pelayanan sudah mencapai 100% akses air minum, memiliki SPAM yang berfungsi baik serta kondisi iuran lebih dari biaya operasional. Output HID MAMA adalah terdapat tambahan desa dengan kualitas air minum aman dan tambahan desa dengan Rencana pengamanan air minum (RPAM) Kelompok masyarakat.

Total Desa lokasi HID MAMA ada di 850 desa do 187 Kabupaten. Isu pelaksanaan HID MAMA antara lain (1) kesadaran pengawasan kualitas air minum aman masih rendah, (2) Ketersediaan sarana prasarana pendukung dalam pemeriksaan kualitas air sesuai dengan Permenkes 492 Tahun 2010 masih terbatas, (3) Ketidakpahaman pendamping maupun kelompok masyarakat tentang kesesuaian pilihan teknologi SPAM yang akan dibangun dengan kondisi hasil pemeriksaan kualitas air, (4) Keterbatasan teknologi pengolahan air minum di daerah sesuai dengan kondisi air baku yang tersedia, (5) Ketidakmengertian pendamping dan kelompok masyarakat dalam penentuan dosis chlor dalam proses desinfeksi.

Program HID MAMA sangat bagus, karena merupakan upaya peningkatan menuju air minum aman, sehingga diharapkan tidak terhenti pada tahun 2021, program ini bisa diadopsi untuk tahun tahun berikutnya, karena kendala terbesar menuju air minum aman adalah di pengawasan kualitas air yang memastikan air memang aman mengacu pada Permenkes 492 Tahun 2010 dan adanya RPAM.

Kenapa RPAM Penting Bagi Pemenuhan Air Minum Aman?

[OPINI] Menuju Target Air Minum Aman 2030

WHO menyampaikan bahwa saat ini kebijakan global maupun nasional mengarah pada air minum aman, karena berdasarkan data WHO, 58% Kejadian diare akibat buruknya akses air minum aman dan 15% kejadian stunting disebabkan karena diare yang berkelanjutan. Hal ini terjadi karena adanya kontaminasi air yang menyebabkan beberapa jenis penyakit. Contoh, dalam jangka waktu panjang jika mengkonsumsi air yang tidak aman atau terkontaminasi dapat menyebabkan kanker dan penyakit trachoma. Untuk mengantisipasi buruknya kualitas air maka WHO mempromosikan pendekatan berbasis manajemen risiko yang disebut Water Safety Plan atau Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM). RPAM ini merupakan konsep menyeluruh penanganan kualitas air mulai dari hulu hingga hilir dalam mengidentifikasi masalah kualitas air. RPAM tidak hanya untuk pengelola air skala besar (BUMD-PDAM) tetapi juga di skala kelompok masyarakat.

Bappenas, juga menyampaikan bahwa salah satu pintu masuk utama dalam pencapaian target air minum aman adalah melalui RPAM. Penerapan RPAM diharapkan dapat mewujudkan infrastruktur berkelanjutan yang mencakup tiga pilar yang saling berkaitan yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Dari aspek lingkungan, RPAM dapat mencegah pencemaran sejak di sumber air baku dan di seluruh rantai pasok air minum. Dari aspek sosial, RPAM membantu penyelenggaraan SPAM untuk mengolah air siap minum dari sumber air baku hingga ke konsumen atau rumah tangga. Sementara dari sisi ekonomi, RPAM membantu penyelenggara untuk mengidentifikasi prioritas investasi secara efisien dan efektif berdasarkan nilai risiko.

RPAM menjadi tantangan bagi penyelenggara air minum skala kelompok masyarakat, baik dalam penyusunan dokumen RPAM maupun implementasinya. Program Pamsimas melalui HID MAMA berupaya memberikan pemahaman kepada 850 desa lokasi hibah percontohan bagaimana penyusunan dokumen RPAM, dan hasil baru 340 desa yang sudah menyusun RPAM tetapi belum diimplementasikan. Artinya masih diperlukan perjuangan oleh semua pihak yang bergerak dalam percepatan air minum untuk memberikan edukasi dan mendukung sarana prasarana agar RPAM ini dipahami oleh seluruh penyelenggara air minum.

Penutup

Semua warga Indonesia berhak mendapatkan akses kepada air minum aman. Ketersediaan air minum aman mampu meningkatkan kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Karena dengan air minum aman akan memperkecil angka stunting dan kemiskinan ekstrem, artinya ketersediaan air minum merupakan hal dasar. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan akses air minum untuk semua, sehingga semua sepakat bahwa pemenuhan akses menjadi tanggung jawab bersama, artinya diperlukan kolaborasi antar sektor baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak swasta bahkan masyarakat antara lain dalam penyelenggaraan penyediaan akses air minum aman maupun dalam mewujudkan inovasi sistem penyediaan air minum aman yang efisien dan berteknologi tinggi. Berbicara kolaborasi, maka perlu instrumen pendukung yaitu (1) Kelembagaan, yang terbangun di tingkat desa, kabupaten, provinsi dan pusat sebagai wadah kolaborasi mewujudkan target SDGs, (2) Perencanaan, ada dokumen perencanaan yang dapat diterima oleh semua pihak dalam mewujudkan air minum aman, (3) Sistem Informasi, perlu dibuatkan system yang dapat memuat informasi yang bisa diakses oleh semua pihak baik pemerintah maupun non pemerintah dan (4) Sistem pendukung, seperti fasilitator, tenaga ahli dalam pendampingan program. Dengan kolaborasi yang aktif dalam program percepatan air minum aman, maka diharapkan target SDGs 2030 bahwa 100% masyarakat sudah berakses air minum aman tercapai, dan tidak ada lagi pencemaran ke air oleh tinja manusia akibat perilaku buang air besar sembarangan. (WEB)

Oleh: Qurrotu Ainy, ST.,M.Eng 

PPK Pembinaan Manajemen II Satker, Dit. Air Minum, Ditjen Cipta Karya

Baca Juga: Basuki Dapat Pujian Anggota DPR: Menteri PUPR Terbaik di Indonesia

Topik:

  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya