Keamanan Siber, Urgensi di Tengah Transformasi Ekonomi Digital

Keamanan siber pelindung transformasi ekonomi digital!

Transformasi ekonomi ke arah digitalisasi semakin hari kian meningkat. Mulai dari tumbuh pesatnya e-commerce, pembayaran digital, startup, hingga cryptocurrency. Masyarakat pun semakin dapat beradaptasi bahkan menyatu dalam transformasi ekonomi digital.

Hal tersebut pun dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya transaksi pembayaran secara digital untuk kebutuhan sehari-hari, mulai dari pembayaran ojek online dan taksi online; booking hotel; pembayaran tiket pesawat, kereta, dan kendaraan umum lainnya; pembayaran kebutuhan dasar seperti listrik, air, dan pulsa; hingga pembayaran untuk belanja online di platform-platform e-commerce. Hampir semua pembayaran pun dapat dilakukan secara digital, bermodal dompet digital, kode QR, nomor handphone, dan nomor rekening.

Bahkan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo memperkirakan layanan perbankan digital tahun ini bisa mencapai Rp51 ribu triliun. Hal tersebut ia katakan pada perhelatan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022 di Nusa Dua, Bali. Untuk cakupan yang lebih luas, menurut data dari Statista pada tahun 2022 total nilai transaksi di segmen pembayaran digital dunia mencapai US$8,49 triliun (Rp127,34 ribu triliun). Sungguh nilai transaksi yang begitu fantastis bukan?

Selain nilai transaksi yang begitu fantastis, perkembangan dari transaksi digital juga semakin bertumbuh pesat. Menurut data dari World Bank, pada tahun 2021, 76 persen orang dewasa secara global memiliki rekening di bank dan penyedia uang seluler. Persentase itu naik dari 68 persen pada tahun 2017 dan 51 persen pada tahun 2011.

Sementara itu, pangsa di negara berkembang tumbuh dari 35 persen pada tahun 2014 menjadi 57 persen pada tahun 2021. Bank Dunia juga mengungkapkan bahwa peningkatan itu juga terjadi selama pandemi COVID-19 melanda yang hal itu turut mendorong inklusi keuangan global sekaligus mendorong peningkatan besar dalam pembayaran digital. Ini terjadi karena adanya pembatasan sosial dan penggunaan mata uang fisik juga bisa menjadi sarana penyebaran virus yang tentu menjadikan masyarakat global mulai beralih ke pembayaran digital.

Dengan nilai transaksi pembayaran digital yang terus bertumbuh pesat menjadikan transformasi ekonomi digital semakin nyata. Di lain sisi, lemahnya keamanan dalam transaksi digital tersebut juga bisa meningkatkan resiko kejahatan siber terhadap sektor keuangan.

Risiko dari kebocoran dan pelanggaran data nasabah dalam cakupan transaksi digital juga kerap terjadi. Kelemahan dari sistem keamanan juga menjadi faktor mudahnya pencurian dan pelanggaran data nasabah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Pelanggaran dan pencurian data dalam sektor keuangan

Dilansir comparitech.com, sejak Januari 2018 hingga 2022, beberapa perusahaan keuangan telah mengalami hampir 982 kasus pelanggaran data yang tercatat. Dimana hal tersebut mempengaruhi lebih dari 153,3 juta data finansial.

Di antara contoh sederhananya mengarah pada eksploitasi data keuangan pribadi, data rincian bank, nomor jaminan sosial, kredensial atau kata sandi, dan nomor identifikasi pajak. Sejak 2018 hingga 2022, tahun 2019 adalah tahun terbesar untuk jumlah data finansial yang terpengaruh oleh pelanggaran data dengan total lebih dari 101 juta data finansial. Walaupun begitu, 2021 menjadi tahun dengan kebocoran data finansial tertinggi kedua tetapi dengan angka yang jauh lebih rendah yaitu 23,2 juta.

Beberapa kasus besar pelanggaran dan pembobolan data yang berkaitan dengan sektor keuangan juga tercatat pernah beberapa kali terjadi. Dilansir upguard.com, di antara kasus besar tersebut adalah kasus pembobolan data dari bank Capital One yang terjadi pada 2019, yakni ada sekitar 100 juta data finansial yang berhasil dicuri.

Adapun jenis data yang dicuri mencakup nomor jaminan sosial, nomor asuransi sosial, dan nomor rekening bank. Pembobolan data dari Capital One tersebut berdampak pada sekitar 100 juta orang di Amerika Serikat dan lebih dari 6 juta orang di Kanada. Pelaku dari kejadian tersebut adalah mantan insinyur perangkat lunak Amazon Web Services, Paige A. Thompson. Dirinya secara ilegal mengakses salah satu server AWS (Amazon Web Service) yang menyimpan data Capital One dan mencuri data-data finansial tersebut sejak tahun 2005.

Menurut penelitian Verizon menunjukkan bahwa 71 persen dari semua pelanggaran dan pencurian data bermotivasi finansial. Serta 39 persen dari semua pelanggaran data dilakukan oleh kelompok kejahatan terorganisir. Untuk 56 persen pelanggaran data, butuh berbulan-bulan atau bahkan lebih lama sebelum pelaku berhasil ditemukan.

Fokus dari pemerintah dan instansi terkait demi meminimalisir tindak kejahatan siber di bidang keuangan

Di samping mendorong perkembangan transformasi digital di sektor ekonomi dan keuangan, pemerintah dan instansi terkait pun sudah semestinya turut memperhatikan keamanan siber di sektor keuangan itu sendiri. Bahkan keamanan siber di sektor ekonomi dan keuangan adalah urgensi bagi banyak pemerintah dan instansi di berbagai negara di seluruh dunia. Dalam hal ini, mereka patut membangun infrastruktur dan pemahaman bagi masyarakat yang berkaitan dengan keamanan siber terutama di sektor keuangan. 

Menurut data dari Cybersecurity Ventures, diperkirakan pada tahun 2021 di seluruh dunia terdapat tota kerugian mencapai US$6 triliun per tahun yang disebabkan oleh serangan siber. Serangan tersebut mencakup peretasan sistem, pencurian data pribadi, pencurian data keuangan, penggelapan, penipuan, gangguan pasca-serangan terhadap kegiatan bisnis normal, dan lainnya. Hal tersebut tentunya sangat merugikan dan dapat berdampak buruk bagi perkembangan transformasi digital terutama di sektor ekonomi dan keuangan.

Mengingat begitu besarnya dampak buruk serangan siber dan pencurian data bagi transformasi ekonomi digital. Sudah seharusnya negara-negara dunia memasukkan isu keamanan siber ke dalam agenda yang menjadi fokus bersama.

Dalam rangka perhelatan presidensi G20 atau KTT G20, Indonesia dan beberapa beberapa negara ekonomi besar dunia patut membahas mengenai korelasi antara keamanan siber dengan transformasi ekonomi global. Karena pada dasarnya keamanan siber merupakan tameng pelindung bagi transformasi menuju ekonomi digital. Dengan begitu dunia dapat Recover together, Recover Stronger! And stronger to protect digital transformation!

Baca Juga: Sistem Keamanan Data Tangguh untuk Transaksi Digital Unggul

Fitran Briliano Photo Verified Writer Fitran Briliano

Just a human

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya