Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hipotesis Aristoteles tentang Alam Semesta, Keliru tapi Berpengaruh

Aristoteles (commons.wikimedia.org/Marco Almbauer)
Intinya sih...
  • Alam semesta statis dan abadi, salah satu hipotesis paling signifikan namun keliru dari Aristoteles.
  • Model geosentris, Bumi di pusat alam semesta, warisan kuat dari pemikiran Aristoteles yang bertahan hampir dua ribu tahun.
  • Pembagian alam semesta menjadi dua wilayah substansial, sublunar dan superlunar, sangat berpengaruh dalam kosmologi abad pertengahan dan Renaisans.

Aristoteles dikenal sebagai salah satu filsuf paling berpengaruh sepanjang sejarah, tidak hanya dalam bidang etika dan logika, tetapi juga dalam pemikirannya tentang alam semesta. Namun, meskipun banyak hipotesisnya kini terbukti keliru secara ilmiah, ide-ide Aristoteles pernah menjadi fondasi utama dalam perkembangan kosmologi, astronomi, bahkan ilmu pengetahuan alam selama lebih dari seribu tahun.

Pada ulasan ini, terdapat lima hipotesis kosmologis utama dari Aristoteles yang ternyata salah secara ilmiah, tetapi memiliki dampak besar dalam sejarah pemikiran manusia. Melalui teori-teori seperti alam semesta yang abadi, model geosentris, hingga keberadaan bola langit, kita bisa melihat bagaimana ide-ide yang sudah usang ini pernah menjadi kebenaran mutlak.

1. Alam semesta statis dan abadi

Ilustrasi alam semesta (unsplash.com/Jeremy Thomas)

Gagasan bahwa alam semesta bersifat statis dan abadi adalah salah satu hipotesis paling signifikan namun keliru dari Aristoteles. Dalam karyanya Physics, ia berpendapat bahwa dunia tidak mungkin memiliki awal ataupun akhir, sebab materi tidak bisa muncul dari ketiadaan dan gerak harus berlangsung selamanya. Dengan logika ini, Aristoteles menyimpulkan bahwa waktu dan gerak adalah kekal.

Ia menolak gagasan penciptaan dari ketiadaan (ex nihilo), serta tidak mengakui adanya perubahan mendasar dalam struktur kosmos. Meskipun teori Big Bang modern menunjukkan bahwa alam semesta memiliki permulaan dan tengah mengalami ekspansi, pandangan Aristoteles sempat menjadi kerangka utama dalam pemikiran ilmiah dan filosofis selama lebih dari seribu tahun.

2. Model geosentris, bumi di pusat alam semesta

Galaksi (unsplash.com/Guillermo Ferla)

Hipotesis geosentris—yang menyatakan bahwa Bumi berada di pusat alam semesta—merupakan salah satu warisan paling kuat dari pemikiran Aristoteles. Ia berargumen bahwa Bumi adalah pusat yang diam, sementara Matahari, Bulan, dan planet-planet lain mengelilinginya dalam orbit melingkar yang sempurna.

Pandangan ini didasarkan pada pengamatan sehari-hari dan penalaran filosofis, terutama anggapan bahwa langit bersifat sempurna dan tidak berubah, sedangkan Bumi adalah dunia yang penuh ketidaksempurnaan. Model ini memberikan rasa keteraturan dan harmoni kosmik yang sesuai dengan nilai-nilai filosofis pada masa itu.

Meskipun akhirnya terbukti keliru oleh Copernicus, Galileo, dan Kepler, konsep ini tetap menjadi standar utama dalam astronomi selama hampir dua ribu tahun. Pengaruhnya terhadap pemahaman manusia tentang tempat kita di alam semesta sangat mendalam dan bertahan lama.

3. Alam semesta dibagi menjadi dua wilayah

Aristoteles (commons.wikimedia.org/Faustyna E.)

Salah satu hipotesis khas Aristoteles adalah pembagian alam semesta menjadi dua wilayah yang berbeda secara substansial, yaitu wilayah sublunar dan superlunar. Ia mengklaim bahwa wilayah sublunar terdiri dari empat unsur klasik—tanah, air, udara, dan api—yang bersifat berubah, tidak sempurna, dan fana. Sebaliknya, wilayah superlunar diyakini terbuat dari zat unik yang disebut aether, yang abadi dan tidak berubah.

Pembagian ini mencerminkan pemisahan antara bumi yang penuh ketidakteraturan dan langit yang dianggap sempurna. Meskipun keliru, konsep ini sangat berpengaruh dalam kosmologi abad pertengahan dan Renaisans. Hanya dengan ditemukannya peristiwa-peristiwa langit seperti komet dan supernova barulah batas kaku antara dua wilayah ini mulai dipertanyakan dan akhirnya ditinggalkan.

4. Empat unsur membentuk segala sesuatu

Bumi (unsplash.com/NASA)

Aristoteles mengembangkan teori Empedocles dan menyusun pandangan bahwa seluruh materi di alam semesta terdiri dari empat unsur dasar, yaitu tanah, air, udara, dan api. Ia menambahkan bahwa masing-masing unsur memiliki kombinasi dua dari empat sifat dasar—panas, dingin, basah, dan kering—yang menentukan karakteristik dan geraknya.

Unsur-unsur ini secara alami bergerak menuju tempat asalnya; tanah dan air ke bawah, udara dan api ke atas. Dengan logika ini, ia menjelaskan berbagai fenomena alam seperti hujan, kebakaran, dan perubahan musim. Meskipun konsep ini telah digantikan oleh teori atom dan tabel periodik dalam kimia modern, teori empat unsur mendominasi pemikiran ilmiah selama berabad-abad.

5. Sfera langit

Alam semesta (unsplash.com/Federico Beccari)

Dalam kerangka kosmologi Aristoteles, langit terdiri dari serangkaian bola kristal konsentris yang membawa benda-benda langit seperti Matahari, Bulan, dan bintang-bintang. Ia mengadopsi model ini dari Eudoxus dan mengembangkan gagasan bahwa ada sekitar 55 sfera langit, semuanya berputar dalam gerakan lingkaran sempurna mengelilingi Bumi.

Bola-bola ini, menurut Aristoteles, terbuat dari aether. Masing-masing bola diyakini digerakkan oleh penggerak tak bergerak—sebuah entitas yang menyebabkan gerakan abadi dan seragam. Meskipun model ini gagal menjelaskan fenomena astronomi seperti gerakan retrograde planet, ia tetap menjadi kerangka dominan dalam kosmologi selama lebih dari seribu tahun.

Meskipun banyak hipotesis Aristoteles tentang alam semesta terbukti salah menurut sains modern, pengaruhnya terhadap pemikiran ilmiah dan filosofis sangat besar. Dalam dunia yang belum memiliki metode ilmiah seperti sekarang, pemikiran sistematis dan logis dari Aristoteles memberikan dasar penting bagi pencarian pengetahuan yang lebih akurat di masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us