6 Satwa Eksotis di Hutan Petungkriyono, Eksistensinya Harus Dijaga!

Hutan Petungkriyono merupakan hutan hujan tropis yang terletak di Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis hutan ini masuk ke wilayah Pegunungan Dieng dan menjadi hutan hujan tropis terakhir di Jawa Tengah. Sebagi hutan hujan tropis, Hutan Petungkriyono memiliki wilayah yang asri, sumber air yang melimpah, dan curah hujan tinggi yang mana sangat cocok untuk ditinggali berbagai satwa eksotis.
Tercatat, beberapa satwa eksotis seperti owa jawa, lutung jawa, monyet ekor panjang, elang jawa, macan tutul jawa, dan kijang dapat ditemukan di tempat ini. Beberapa dari mereka juga termasuk satwa endemik yang artinya tidak bisa ditemukan di daerah lain. Tentunya hal ini sangat mengagumkan dan membuat Hutan Petungkriyono jadi tempat yang harus dilindungi dan dilestarikan. Nah, jika kamu penasaran dengan satwa-satwa eksotis yang tinggal di Hutan Petungkriyono maka kamu harus menyimak artikel ini dengan seksama!
1. Owa jawa

Hylobates moloch atau owa jawa jadi salah satu primata endemik Indonesia yang bisa ditemukan di Hutan Petungkriyono. Tak cuma menyandang status sebagai primata endemik, hewan yang bisa hidup hingga usia 25 tahun ini juga terancam punah, lho. Tercatat, populasi owa jawa hanya sekitar 4,000 sampai 5,000 individu di alam liar, jelas Rainforest Action Network. Owa jawa juga merupakan hewan yang dilindungi oleh pemerintah, alhasil kamu tak boleh memburu atau membunuhnya.
Hutan Petungkriyono sendiri jadi salah satu dari sedikitnya daerah yang masih bisa dihuni oleh owa jawa. Secara khusus, owa jawa hanya bisa hidup di hutan hujan tropis yang masih asri dan jauh dari aktivitas manusia. Karena hal tersebut, saat ini owa jawa sudah kehilangan sebagian besar habitatnya. Dahulu mungkin penyebaran owa jawa lebih luas, namun saat ini hutan-hutan yang megah sudah berubah menjadi desa, kebun, sawah, mall, jalan raya, atau pabrik yang penuh polusi.
2. Lutung jawa

Tak sendiri, di Hutan Petungkriyono owa jawa juga ditemani primata lain, salah satunya adalah Trachypithecus auratus atau lutung jawa. Sayangnya nasib lutung jawa juga mengkhawatirkan, yaitu sama-sama terancam punah dan jadi spesies yang dilindungi. Lutung jawa sendiri cukup mudah dibedakan dari owa jawa dengan tubuh yang lebih ramping dan bulu yang tidak selebat owa jawa. Warna keduanya juga berbeda di mana lutung jawa berwarna hitam dan jingga sementara owa jawa punya tubuh berwarna silver atau hitam.
Tapi jika dibandingkan dengan owa jawa, lutung jawa memiliki cakupan habitat yang lebih luas. Laman Ecologyasia sendiri menjelaskan kalau primata ini bisa hidup di dataran tinggi, hutan hujan tropis, rawa-rawa, sampai area bakau. Lutung jawa merupakan herbivor yang mana makanan utamanya mencakup biji-bijian, buah-buahan, dedaunan, dan bunga. Ia hidup secara berkelompok dan satu kelompok bisa terdiri dari 7 sampai 21 individu.
3. Monyet ekor panjang

Dilansir GBIF, Macaca fascicularis atau monyet ekor panjang bisa ditemukan di banyak tempat, mulai dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, sampai Thailand. Populasi primata ini juga masih melimpah, sangat berbeda dari lutung jawa dan owa jawa yang sudah terancam. Tak hanya di Hutan Petungkriyono, monyet ini juga masih umum ditemukan di daerah lain. Tak jarang ia juga bisa dijumpai berkeliaran di pinggir jalan, di tempat wisata, di sawah, di area pemukiman, bahkan di wilayah kota yang padat penduduk.
Di Hutan Petungkriyono sendiri monyet ekor panjang kerap ditemukan bergelantungan atau beraktivitas di atas pohon. Walau pada beberapa kesempatan ia juga turun ke daratan untuk minum atau berpindah tempat. Jika dibandingkan dua primata lain, monyet ekor panjang juga paling mudah dikenali dengan tubuhnya yang berwarna kecokelatan. Kehadiran dan populasinya yang melimpah juga penting bagi ekosistem Hutan Petungkriyono karena monyet ini jadi salah satu sumber makanan bagi predator yang ada di sekitar.
4. Macan tutul jawa

Kucing besar terakhir di Pulau Jawa ini memang masih bisa ditemukan di Hutan Petungkriyono. Namun populasinya sudah sangat menipis dan untuk menjumpainya kamu harus masuk cukup dalam ke tengah hutan. Kucing dengan nama ilmiah Panthera pardus melas ini termasuk predator ganas dan bisa memakan lutung, owa, monyet ekor panjang, kijang, sampai babi hutan, jelas iNaturalist. Karena hal tersebut ia menyandang gelar sebagai apex predator atau predator puncak di Hutan Petungkriyono.
Dahulu gelar apex predator sepertinya dipegang oleh Panthera tigris sondaica atau harimau jawa. Namun setelah harimau jawa punah macan tutul jawa jadi apex predator yang baru. Macan tutul jawa sendiri memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki saudaranya tersebut, seperti tubuh yang lebih ramping, kemampuan memanjat yang lebih baik, dan tubuh yang jauh lebih lincah. Saat ini macan tutul jawa di Hutan Petungkriyono hidup dengan tenang dan kita tidak boleh mengganggu kehidupan raja hutan ini.
5. Elang jawa

Data dari IUCN Red List mengungkapkan dua fakta yang mengejutkan mengenai eksistensi Nisaetus bartelsi atau elang jawa. Pertama, burung endemik Pulau Jawa ini menyandang status sebagai hewan terancam atau endangered. Kedua, populasinya sangat mengkhawatirkan karena hanya tersisa 300 sampai 500 individu di alam liar. Penyebaran elang jawa juga tidak merata dan hal ini membuat upaya konservasi terhadap elang jawa sulit dilakukan.
Untungnya Hutan Petungkriyono menyediakan beberapa hal esensial bagi kehiduapn elang jawa. Tentunya pohon-pohon besar di hutan jadi tempat hidup, bersarang, dan makan yang sempurna bagi elang jawa. Hewan-hewan mangsa seperti ular, tikus, ikan, serangga, dan reptil juga melimpah sehingga elang jawa bisa dengan mudah berburu di hutan ini. Hutan Petungkriyono juga terhitung luas, alhasil elang jawa bisa menjelajah, mencari makan, dan berkelana dengan bebas tanpa takut akan ancaman manusia.
6. Kijang

Tak cuma burung, macan, dan primata, ternyata ungulata seperti Muntiacus muntjak atau kijang juga bisa ditemukan di Hutan Petungkriyono. Kijang sendiri merupakan spesies rusa berukuran kecil dengan dua tanduk pendek, tubuh berwarna cokelat, dan badan yang sedikit gemuk. Ia biasanya ditemukan di lantai hutan, semak-semak, rerumputan, atau di daerah berkayu. Di sana, hewan ini sering mencari makanan yang berupa rerumputan, dedaunan, buah-buahan, telur burung, sampai hewan-hewan kecil, jelas Thai National Parks.
Kijang sendiri punya gerakan yang gesit dan lincah, terkadang ia juga keluar hutan dan menampakan diri di area pemukiman, kebun warga, sawah, sampai di jalan yang padat akan kendaraan. Kijang juga jadi salah satu santapan favorit bagi macan tutul, karenanya mereka punya hubungan mangsa dan predator yang sangat erat. Artinya, jika populasi kijang di Hutan Petungkriyono menurun maka macan tutul akan musnah secara perlahan.
Sebagai hutan hujan tropis, tentunya Hutan Petungkriyono menyediakan tempat tinggal, makanan, dan tempat berkembang biak yang ideal bagi berbagai jenis hewan. Hutan ini juga masih asri, alhasil penghuninya tak perlu takut akan ancaman manusia. Sayangnya banyak hewan di Hutan Petungkriyono yang populasinya menurun dan terancam punah. Karena hal tersebut upaya konservasi dan kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah harus digencarkan untuk melindungi eksistensi mereka.