Studi: Pohon Ara Bisa Ubah Karbon Jadi Batu Kapur

- Tiga spesies pohon ara mampu mengubah karbon dioksida menjadi batu kapur
- Pohon tumbuh di wilayah yang minim nutrisi, memudahkan peneliti melacak proses pembentukan kalsium karbonat
- Banyak spesies pohon dengan kemampuan serupa yang belum tercatat, membuka peluang besar bagi strategi penghijauan dan agroforestri masa depan
Pohon dikenal sebagai penyerap karbon alami. Mereka menyerap karbon dioksida dari udara untuk membangun jaringan tubuhnya. Namun, beberapa pohon ternyata melakukan kegiatan yang lebih dari itu. Mereka bisa mengubah kelebihan karbon menjadi batu kapur di dalam batangnya.
Prosesnya dimulai saat pohon membentuk kalsium oksalat, yang kemudian diubah oleh mikroba menjadi kalsium karbonat, atau yang kita kenal sebagai batu kapur. Kini, para peneliti menemukan spesies pohon baru yang memiliki kemampuan serupa dan berpotensi besar untuk dibudidayakan untuk sistem pertanian. Penelitian ini dipresentasikan pada konferensi geokimia Goldschmidt di Praha.
1. Tiga spesies pohon ara diteliti

Tim peneliti internasional memusatkan perhatian pada tiga spesies pohon ara, yaitu Ficus wakefieldii, Ficus natalensis, dan Ficus glumosa. Ketiganya mampu mengubah karbon dioksida dari udara menjadi batu kapur yang tersebar di kulit dan kayu mereka.
Namun, Ficus wakefieldii menunjukkan performa terbaik dalam hal tingkat fiksasi karbon. Ini menjadikannya kandidat unggul untuk dijadikan tanaman produktif penangkap karbon.
Batu kapur atau kalsium karbonat yang terbentuk lewat proses ini cenderung bertahan lebih lama di dalam tanah dibandingkan karbon organik. Artinya, spesies pohon seperti ini bisa menjadi sekutu penting dalam memperlambat laju perubahan iklim. Apalagi jika pohon tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai tanaman pangan.
“Kita sudah lama mengetahui jalur konversi oksalat menjadi karbonat, tetapi potensinya dalam menyimpan karbon belum sepenuhnya diperhitungkan," jelas Mike Rowley, ahli biogeokimia dari University of Zurich yang terlibat dalam penelitian tersebut.
2. Pohon tumbuh di wilayah yang minim nutrisi

Ketiga spesies ara tersebut tumbuh di tanah basal yang minim nutrisi di wilayah Samburu, Kenya. Kondisi kering di kawasan ini justru menjadi keuntungan tersendiri bagi para ilmuwan karena memudahkan mereka melacak proses pembentukan kalsium karbonat di dalam batang dan tanah.
Namun menurut Rowley, proses penyimpanan karbon ini tak terbatas pada lingkungan kering saja.
“Bahkan di lingkungan yang lebih lembap, karbon tetap bisa disekuestrasi,” jelasnya dalam keterangan tertulis.
3. Banyak spesies pohon dengan kemampuan serupa yang belum tercatat

Lebih lanjut, peneliti menambahkan bahwa sejauh ini sudah ada cukup banyak spesies pohon yang diketahui mampu membentuk batu kapur. Namun besar kemungkinan jumlahnya jauh lebih banyak dari yang tercatat.
Fakta ini membuka kemungkinan besar bahwa jalur oksalat–karbonat masih merupakan peluang tersembunyi yang belum tergali sepenuhnya. Jika dimanfaatkan dengan tepat, ia bisa menjadi bagian penting dari strategi penghijauan dan agroforestri masa depan. Jadi, manusia tidak hanya menanam pohon, tapi juga menyimpan karbon lebih lama.
"Kita sudah lama mengetahui jalur oksalat karbonat, tetapi potensinya dalam menyerap karbon belum sepenuhnya dipertimbangkan," jelas Mike Rowley.
Peneliti menemukan menawarkan solusi alami dalam menghadapi krisis iklim. Dengan mengenali dan memanfaatkan potensi pohon-pohon yang mampu menyimpan karbon dalam bentuk batu kapur, kita bisa menanam untuk menghijaukan sekaligus menstabilkan masa depan bumi.
Referensi
"Fig trees convert atmospheric CO2 to stone". Diakses pada Juli 2025. EurekAlert.