7 Skandal Korupsi Terbesar dalam Sejarah

Sepanjang sejarah, korupsi telah menjadi salah satu masalah utama yang menghancurkan integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan dan institusi. Berikut adalah tujuh kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi, mencakup berbagai negara dan sektor.
1. Skandal Watergate (Amerika Serikat)

Skandal Watergate adalah salah satu skandal politik terbesar di Amerika Serikat, yang akhirnya mengarah pada pengunduran diri Presiden Richard Nixon pada tahun 1974. Skandal ini dimulai dengan pembobolan kantor Komite Nasional Demokrat di kompleks Watergate pada tahun 1972.
Namun, skandal Watergate bukan hanya tentang pembobolan itu sendiri. Lebih dari itu, skandal ini melibatkan penyalahgunaan kekuasaan, penyadapan ilegal, dan upaya untuk menutupi kejahatan oleh pejabat tinggi pemerintah. Ketika wartawan investigasi Bob Woodward dan Carl Bernstein dari The Washington Post mulai menggali lebih dalam, mereka menemukan jaringan luas dari konspirasi dan manipulasi keadilan yang dilakukan oleh pemerintah Nixon.
Proses hukum dan penyelidikan yang dilakukan oleh Komite Senat dan Pengadilan Federal akhirnya mengungkapkan keterlibatan langsung Presiden Nixon, yang kemudian memilih untuk mengundurkan diri daripada menghadapi impeachment. Meskipun tidak ada kerugian dana secara langsung yang bisa dihitung, dampaknya terhadap kepercayaan publik dan biaya investigasi mencapai jutaan dolar.
2. Skandal Enron (Amerika Serikat)

Enron, perusahaan energi yang berbasis di Houston, Texas, menjadi terkenal tidak hanya karena pertumbuhannya yang pesat tetapi juga karena salah satu skandal korporat terbesar dalam sejarah pada awal 2000-an. Melalui praktik akuntansi kreatif dan manipulasi keuangan yang rumit, Enron berhasil menyembunyikan miliaran dolar utang dari neraca mereka.
Pada puncaknya, Enron dianggap sebagai salah satu perusahaan paling inovatif di Amerika Serikat, dengan sahamnya sangat dihargai di pasar. Namun, pada akhir tahun 2001, serangkaian pengungkapan mulai mengungkapkan praktik keuangan tidak jujur yang telah dilakukan oleh eksekutif perusahaan. Kebangkrutan Enron pada tahun 2001 mengakibatkan hilangnya $74 miliar dari investor serta pensiunan karyawan yang kehilangan seluruh tabungan mereka.
Firma akuntansi Arthur Andersen, yang terlibat dalam menutup-nutupi skandal ini, juga runtuh akibat keterlibatannya. Dampak dari skandal ini memicu reformasi besar dalam aturan dan regulasi akuntansi serta pengawasan perusahaan di Amerika Serikat, termasuk pengesahan Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2002.
3. Korupsi Petrobras (Brasil)

Skandal korupsi Petrobras, yang dikenal sebagai "Operação Lava Jato" atau "Operation Car Wash," mulai terungkap pada tahun 2014 dan menjadi salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Brasil. Skandal ini melibatkan perusahaan minyak negara Brasil, Petrobras, yang terlibat dalam jaringan luas dari suap dan pencucian uang yang melibatkan politisi, eksekutif perusahaan, dan kontraktor konstruksi.
Skandal ini melibatkan pembayaran suap senilai sekitar $2 miliar untuk memenangkan kontrak dan mendapatkan proyek-proyek besar. Investigasi menunjukkan bahwa dana tersebut digunakan untuk membiayai kampanye politik dan memperkaya individu-individu tertentu. Dampak dari skandal ini sangat besar, menyebabkan penurunan nilai pasar Petrobras hingga lebih dari $100 miliar, serta krisis politik besar di Brasil.
Banyak tokoh politik dan bisnis ternama di Brasil, termasuk mantan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva, ditangkap dan dihukum. Operação Lava Jato menjadi simbol perjuangan melawan korupsi di Brasil, meskipun juga mengungkapkan betapa dalamnya korupsi telah merasuki sistem politik dan ekonomi negara tersebut.
4. Kasus 1MDB (Malaysia)

Kasus 1MDB adalah salah satu skandal keuangan terbesar yang melibatkan dana investasi negara Malaysia, 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Didirikan oleh mantan Perdana Menteri Najib Razak pada tahun 2009, 1MDB bertujuan untuk mendorong investasi dan pembangunan ekonomi di Malaysia. Namun, dana tersebut diduga dicuri hingga $4,5 miliar oleh pejabat tinggi pemerintah, termasuk Najib Razak sendiri.
Uang tersebut digunakan untuk membeli properti mewah di New York dan Los Angeles, karya seni mahal, dan mendanai film Hollywood seperti "The Wolf of Wall Street." Skandal ini terungkap pada tahun 2015 ketika laporan investigasi mengungkapkan bahwa dana 1MDB telah disalahgunakan dalam skala besar. Krisis politik yang diakibatkannya menyebabkan kekalahan Najib Razak dalam pemilihan umum 2018 dan penuntutan hukum yang luas. Najib Razak akhirnya dijatuhi hukuman penjara pada tahun 2020 karena keterlibatannya dalam skandal tersebut. Kasus 1MDB tidak hanya mengguncang politik Malaysia tetapi juga menunjukkan bagaimana korupsi dapat terjadi di tingkat tertinggi pemerintahan.
5. Korupsi Suharto (Indonesia)

Presiden Indonesia, Suharto, yang berkuasa selama 31 tahun dari 1967 hingga 1998, diduga melakukan korupsi besar-besaran selama masa jabatannya. Menurut Transparency International, Suharto diduga menggelapkan antara $15 hingga $35 miliar dari negara melalui jaringan keluarga dan kroni.
Suharto menggunakan posisinya untuk membangun jaringan luas patronase yang melibatkan anak-anaknya dan kroni-kroninya dalam berbagai bisnis yang menguntungkan. Banyak proyek besar pemerintah diberikan kepada perusahaan-perusahaan milik keluarga Suharto, sering kali tanpa melalui proses lelang yang transparan. Kekayaan yang dikumpulkan oleh Suharto dan keluarganya digunakan untuk membeli properti mewah di luar negeri dan menginvestasikan dana dalam berbagai aset internasional. Meskipun ia mengklaim bahwa banyak dari tuduhan tersebut tidak benar, warisan korupsinya masih mempengaruhi politik dan ekonomi Indonesia hingga saat ini. Ketika krisis moneter Asia melanda pada akhir 1990-an, ketidakstabilan ekonomi dan protes massal akhirnya memaksa Suharto untuk mengundurkan diri pada tahun 1998.
6. Skandal Siemens (Jerman)

Siemens, perusahaan elektronik dan teknik besar asal Jerman, terlibat dalam salah satu skandal korupsi korporat terbesar di Eropa. Pada tahun 2008, Siemens mengakui bahwa mereka telah membayar suap sebesar sekitar $1,3 miliar kepada pejabat di berbagai negara untuk memenangkan kontrak.
Praktik suap ini berlangsung selama bertahun-tahun dan melibatkan proyek-proyek di berbagai sektor, termasuk telekomunikasi, energi, dan perawatan kesehatan. Penyidikan yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman AS dan otoritas Jerman mengungkapkan bahwa Siemens memiliki sistem internal yang dirancang untuk memfasilitasi pembayaran suap. Skandal ini mengakibatkan denda besar sebesar $1,6 miliar yang harus dibayarkan kepada otoritas AS dan Jerman, serta reformasi besar-besaran dalam perusahaan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Siemens juga memulai program kepatuhan yang ketat untuk mencegah korupsi di masa depan dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap perusahaan.
7. Korupsi FIFA (Global)

Fédération Internationale de Football Association (FIFA), badan pengatur sepak bola dunia, terlibat dalam skandal korupsi besar yang terungkap pada tahun 2015. Beberapa pejabat FIFA dituduh menerima suap dan kickbacks senilai puluhan juta dolar untuk memberikan hak penyelenggaraan turnamen besar dan hak siar.
Penyelidikan oleh Departemen Kehakiman AS mengungkapkan bahwa korupsi di FIFA telah berlangsung selama lebih dari dua dekade, dengan pejabat tinggi FIFA menggunakan posisinya untuk memperkaya diri mereka sendiri. Sepp Blatter, presiden FIFA saat itu, diskors dan dihukum oleh komite etika FIFA. Penyelidikan ini juga menyebabkan penangkapan banyak pejabat sepak bola di berbagai negara. Skandal ini mengguncang dunia sepak bola dan menyebabkan reformasi besar dalam organisasi tersebut, termasuk pembatasan masa jabatan pejabat FIFA dan peningkatan transparansi dalam proses pengambilan keputusan.
Korupsi dalam berbagai bentuknya telah menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi. Kasus-kasus ini adalah pengingat bahwa upaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas sangat penting dalam mencegah korupsi dan menjaga keadilan. Reformasi hukum dan pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan bahwa kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali.