Pembantaian Hamid, Kisah Tragis Genosida Armenia di Abad ke-19

Pembantaian Hamid cetuskan pembantaian terkeji di abad ke-20

Banyak yang menganggap bahwa Pembantaian Hamid pada 1894—1896 sebagai "gladi bersih" sebelum Genosida Armenia pada 1915. Pembantaian Hamid tidak sistematis dibandingkan Genosida Armenia. Ironisnya, justru kaum Turki Muda, penentang revolusioner rezim Hamid, yang memperluas visi misi Abdülhamid II tentang kekaisaran, seperti yang ditulis Ronald Grigor Suny dalam jurnal berjudul The Hamidian Massacres, 1894—1897: Disinterring a Buried History.

Ratusan ribu orang kehilangan nyawa, bahkan jumlah orang yang dipaksa pindah agama juga sangat banyak. Di Provinsi Harput, setidaknya terdapat 15.000 orang yang dibunuh.

Dewan Nasional untuk Ilmu Sosial mengatakan bahwa ribuan orang Armenia juga melarikan diri menjadi pengungsi di Eropa dan Amerika Serikat. Yang lainnya pergi ke Rusia, tetapi dideportasi kembali ke Kekaisaran Ottoman pada akhir abad tersebut, seperti dijelaskan dalam Journal of Historical Sociology yang berjudul Governing the Armenian Question through Passports in the Late Ottoman Empire (1876—1908), yang terbit pada 2019.

Meskipun Sultan Abdülhamid II meremehkan pembantaian tersebut, tetapi generasi berikutnya justru mengenang dan mencatatnya sebagai salah satu sejarah pahit. Kisah tragis Pembantaian Hamid dalam Genosida Armenia abad ke—19 begitu memilukan.

Baca Juga: 7 Sekte Paling Berbahaya, Picu Tragedi Pembantaian Massal

1. Asal mula terjadinya pembantaian

Pembantaian Hamid, Kisah Tragis Genosida Armenia di Abad ke-19potret Sultan Abdulhamit II, Sultan Turki, 1842-1918 (commons.wikimedia.org/George Grantham Bain Collection)

Pada akhir abad ke-19, Sultan Abdülhamid II dihadapkan dengan orang-orang Armenia yang dianggapnya bermasalah. Perjanjian Berlin pada 1878 dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak hak kepada orang-orang Armenia Utsmaniyah, di antaranya seperti perpajakan yang adil, hak mendapatkan perlindungan dari segala macam serangan, dan hak hukum di istana Utsmaniyah. Akan tetapi, Sultan Abdülhamid II tidak pernah memberikan hak-hak ini kepada orang-orang Armenia Utsmaniyah.

Hal tersebut terjadi karena Sultan Abdülhamid II juga menggantikan peran Rusia untuk memastikan orang-orang Armenia di wilayah Ottoman mendapatkan hak-hak mereka. Namun, reformasi yang dijanjikan tidak pernah terwujud. Sebagai tanggapannya, warga Armenia di Ottoman terus memprotes berbagai undang-undang yang dianggap sangat diskriminatif.

Dua partai revolusioner, Hunchak dan Dashnaktsutyun, juga muncul. Sultan Abdülhamid II pun mengkhawatirkan pengaruh dua partai tersebut. Namun, pembantaian justru terjadi di tempat yang tidak ada kaum revolusionernya, dibandingkan di tempat seperti Kota Van, yang mana aktivis Armenia jauh lebih banyak jumlahnya. Meskipun begitu, bukan berarti Kota Van tidak menjadi sasaran. History Net menulis bagaimana Kota Van melawan Pembantaian Hamid. Banyak rumah dan properti Armenia dibakar dan dijarah di kota ini.

2. Pembantaian menargetkan orang Armenia di seluruh Kekaisaran Ottoman

Pembantaian Hamid, Kisah Tragis Genosida Armenia di Abad ke-19potret Kavaleri Hamidiye di desa Gumgum (commons.wikimedia.org/H. F. B. Lynch)

Salah satu pembantaian pertama terjadi pada 1894, ketika orang-orang Armenia di wilayah Sasun memprotes pajak yang menindas warga Armenia. Dilansir Encyclopedia Britannica, anggota suku Kurdi dan tentara Ottoman membakar beberapa desa dan membunuh ribuan orang Armenia sebagai balasannya.

Pada 1891, Sultan Abdülhamid II juga membentuk Resimen Kalvaleri Ringan Hamidiye dengan merekrut warga Turki dan Kurdi. Tugas mereka adalah menetralisir orang-orang yang tidak dapat diatur oleh negara. Sebagian besar dari mereka sengaja dikerahkan ke tempat-tempat di mana ada banyak populasi Armenia.

Kaum Hamidiye juga ikut serta dalam pembantaian tersebut. Mereka didorong oleh retorika sektarian sultan yang bertujuan untuk menggantikan komitmen multietnis dan toleransi beragama, seperti Ottomanisme.

Protes lainnya terjadi pada September 1895 di Konstantinopel, yang sekarang dikenal sebagai Istanbul, berubah menjadi pembantaian setelah polisi menanggapi demonstrasi tersebut. Demonstrasi damai juga terjadi satu bulan kemudian, pada 1 Oktober, tetapi demonstrasi ini kembali diwarnai oleh aksi pembantaian.

Tak lama kemudian, pembantaian terjadi di hampir setiap kota besar di Kekaisaran Ottoman yang dihuni oleh orang Armenia. Dari Konstantinopel hingga Erzurum, pembantaian berlanjut selama dua tahun.

Salah satu kekejaman terburuk terjadi pada Desember 1895, ketika 3.000 perempuan dan anak-anak Armenia, yang mengungsi di dalam katedral Urfa di Armenia, terjebak dan dibakar hidup-hidup. Children in History menulis bahwa pembantaian tersebut berlangsung hingga 1897. Sedihnya, pembantaian ini memakan korban 80.000 hingga 300.000 jiwa!

Baca Juga: 5 Fakta Pembantaian Tahun 1961 di Paris

3. Pogrom antikristen

Pembantaian Hamid, Kisah Tragis Genosida Armenia di Abad ke-19Potret William Ambrose Shedd di kompleks misionaris Presbiterian yang berfoto bersama para penyintas genosida Asiria, 1918. (commons.wikimedia.org/Unknown author)

Pada awalnya, orang-orang Armenia menjadi sasaran utama dalam pembantaian tersebut. Namun, tak lama kemudian, orang-orang Kristen, seperti orang Asiria atau Asyur dan Yunani, juga ikut diserang. Greek City Times menulis bahwa Pembantaian Amida, juga dikenal sebagai Pembantaian Diyarbakır, menewaskan 100.000 orang Yunani dan 25.000 orang Asiria.

Hannibal Travis dari University of South Florida mencatat bahwa pembantaian di Kota Diyarbakır pada 1895 mengingatkan kita pada Kristallnacht di zaman Nazi Jerman. Para pejabat Utsmaniyah berulang kali mengklaim bahwa pembantaian tersebut merupakan respons terhadap pemberontakan bersenjata. Namun, para pengamat menyimpulkan bahwa pembantaian tersebut adalah bentuk dari pola yang sama seperti sebelumnya.

Mayat-mayat korban sering kali dimutilasi. Menurut W. L. Sachtleben, fotografer Amerika yang berada di Kekaisaran Ottoman selama pembantaian tersebut, menggambarkan bahwa mayat-mayat di sana dihancurkan dan dimutilasi secara mengerikan. Awalnya, Sachtleben mengira bahwa mayat-mayat itu dicabik-cabik oleh anjing, tapi dugaannya keliru.

Sebagian besar dunia menanggapi insiden ini dengan acuh tak acuh. Namun, pada 1897, komunitas internasional secara terbuka menentang tindakan Sultan Abdülhamid II. Di sinilah pembantaian mulai mereda. Namun, selama Perang Dunia I, Kesultanan Utsmaniyah juga melakukan genosida sistematis terhadap bangsa Asyur dan Yunani, selain terhadap bangsa Armenia.

Baca Juga: Kejam! Sejarah Genosida Armenia Abad Ke-20 oleh Kekaisaran Ottoman

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya