anhinga (commons.wikimedia.org/gary_leavens)
Sepanjang sejarahnya, anhinga telah memikat imajinasi berbagai budaya. Sering disebut sebagai “burung ular”, lehernya yang panjang dan gerakannya yang anggun mirip dengan ular yang meluncur di permukaan air. Penampilannya ini membuat beberapa suku asli di Amerika Utara mengaitkannya dengan kemampuan beradaptasi dan transformasi.
Dalam mitologi Mesir kuno, burung yang mirip anhinga dianggap sebagai simbol kelahiran kembali, atau juga disebut reinkarnasi. Kemampuan anhinga dalam menyelam di bawah air demi mencari makanan, disimbolkan sebagai siklus kehidupan, kematian, dan regenerasi yang dihormati oleh peradaban awal.
Dalam cerita rakyat, anhinga juga sering diasosiasikan dengan hujan badai. Penyelaman mereka yang dalam di danau atau sungai dianggap dapat memanggil air. Hal ini menjadikannya elemen penting dalam ritual pertanian bagi kalangan masyarakat tertentu. Kehadiran mereka dalam seni dan sastra juga kerap mencerminkan tema kebebasan dan kelincahan.
Anhinga, burung air yang juga disebut burung ular atau burung pecuk ular, memiliki ciri khas leher panjang dan bulu yang tidak tahan air. Terlebih lagi, anhinga memiliki kemampuan menyelam dalam waktu lama dan berburu ikan dengan cara menombaknya menggunakan paruhnya yang tajam. Keberadaan mereka dalam ekosistem menunjukkan pentingnya adaptasi dalam mencari makanan.