Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret Pantai Hammamet (commons.wikimedia.org/Meriem Mach)

Intinya sih...

  • Negara Tunisia adalah titik temu budaya Arab, Afrika, dan Eropa

  • Tunisia memiliki warisan Romawi yang megah, medina dengan arsitektur Andalusia, dan bahasa Prancis yang umum digunakan

  • Tunisia menawarkan gaya hidup urban Eropa dengan sentuhan Arab, serta destinasi wisata yang mirip Eropa namun dengan harga terjangkau

Tunisia sering kali luput dari sorotan ketika berbicara soal destinasi Arab yang menarik. Padahal negara ini punya banyak hal yang membuat mata terpana dan pikiran penasaran. Lokasinya yang strategis di Afrika Utara membuat Tunisia jadi titik temu antara budaya Arab, Afrika, dan Eropa. Gak heran kalau suasananya terasa unik, seperti campuran sejarah mediterania yang megah dan kehidupan Arab yang hangat.

Dari jalanan berbatu khas Eropa sampai aroma rempah di pasar tradisionalnya, Tunisia menyuguhkan pengalaman yang beda. Negara ini gak cuma punya lanskap alam yang cantik, tapi juga sejarah panjang dari masa Kartago, kekuasaan Romawi, hingga pengaruh Islam. Tunisia juga jadi negara Arab pertama yang meletuskan Arab Spring, simbol semangat demokrasi di kawasan Timur Tengah. Yuk, simak lima fakta menarik tentang Tunisia yang punya sentuhan Eropa dan aroma sejarah kuat banget!

1. Tempat bertemunya warisan romawi dan dunia arab

potret Amphitheatre of El Djem (commons.wikimedia.org/Walid Mahfoudh)

Tunisia punya peninggalan sejarah Romawi yang megah banget, bahkan jadi salah satu yang terbaik di luar Italia. Salah satu situs paling ikonik adalah Amphitheatre of El Djem, amfiteater terbesar ketiga di dunia setelah Koloseum di Roma dan satu lagi di Capua. Bangunan ini dibangun sekitar abad ke-3 dan masih berdiri kokoh dengan struktur yang hampir utuh. Dilansir dari UNESCO, situs ini masuk daftar Warisan Dunia karena jadi simbol kekuatan budaya Romawi yang pernah berjaya di Afrika Utara.

Uniknya, meskipun berakar pada budaya Romawi, Tunisia juga kental dengan nuansa Islam dan tradisi Arab. Setelah penaklukan Islam pada abad ke-7, Tunisia berubah jadi pusat penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan agama. Kota Kairouan bahkan dianggap sebagai salah satu kota suci Islam di Afrika. Perpaduan dua warisan besar ini membuat Tunisia punya daya tarik yang kompleks dan kaya makna. Sentuhan Eropa dan Islam berdampingan tanpa saling menghapus identitas masing-masing.

2. Medinas tunisia, perpaduan pasar arab dan arsitektur andalusia

potret Medina Tunisia (commons.wikimedia.org/Kritzolina)

Medina atau kota tua di Tunisia bukan sekadar tempat belanja kain dan rempah. Di sana, suasana Arab klasik terasa kental tapi dengan sentuhan Eropa yang halus. Contohnya di Medina of Tunis, lorong-lorong sempitnya dihiasi arsitektur bergaya Andalusia, lengkungan khas, ubin warna-warni, dan jendela-jendela tinggi berpola rumit. Banyak bangunan di medina ini terinspirasi dari seni Islam Spanyol zaman kekhalifahan Umayyah di Andalusia.

Gak cuma arsitekturnya yang memesona, medina di Tunisia juga hidup dengan budaya lokal yang masih kuat. Penjual karpet, parfum amber, dan perhiasan perak dengan teknik kuno masih bertahan di sana. Setiap sudutnya bercerita tentang perpaduan Arab klasik dan pengaruh Eropa yang masuk lewat perdagangan dan penjajahan Prancis. Gak heran kalau medina-medina ini jadi tempat favorit fotografer dan pecinta sejarah yang haus estetika.

3. Bahasa prancis, masih jadi bahasa sehari-hari

potret rakyat Tunisia (commons.wikimedia.org/Touzrimounir)

Walau bahasa resmi Tunisia adalah Arab, bahasa Prancis justru sangat umum dipakai di kehidupan sehari-hari. Ini karena Tunisia pernah jadi protektorat Prancis dari tahun 1881 hingga 1956. Akibatnya, sistem pendidikan, administrasi pemerintahan, dan media banyak menggunakan bahasa Prancis. Bahkan saat ini masih banyak anak muda Tunisia yang lebih fasih berbahasa Prancis daripada Arab fusha (Arab resmi).

Kehadiran bahasa Prancis membuat Tunisia terasa seperti bagian dari Eropa yang terselip di Afrika Utara. Di kafe-kafe, papan menu ditulis dalam dua bahasa, dan banyak orang berbincang dengan campuran Arab-Prancis dalam satu kalimat. Ini juga membuat turis dari Eropa, terutama dari Prancis, merasa lebih akrab dan mudah beradaptasi. Walau kadang menciptakan konflik identitas, tapi fenomena ini mencerminkan realitas sosial Tunisia yang campur-aduk antara Timur dan Barat.

4. Mode dan gaya hidup, campuran paris dan kairo

potret rakyat Tunisia (commons.wikimedia.org/Noomen9)

Tunisia punya gaya berpakaian dan tren mode yang menarik untuk diamati. Di kota-kota besar seperti Tunis dan Sfax, perempuan Tunisia tampil modis dengan outfit bergaya Parisian: blazer, sepatu boots, scarf tipis, dan tas branded. Namun di saat yang sama, mereka juga tetap mempertahankan simbol budaya seperti hijab atau kerudung panjang. Seperti dilansir dari ProQuest, mode di Tunisia menunjukkan bagaimana budaya Eropa dan Arab bisa berbaur secara harmonis dalam kehidupan sehari-hari.

Gaya hidup urban Tunisia juga ngikutin vibe Eropa, mulai dari nongkrong di kafe pinggir jalan sampai budaya jalan kaki di pusat kota. Tapi kalau masuk ke wilayah suburban atau pedesaan, nilai-nilai konservatif dan budaya Arab masih sangat kuat. Hal ini menciptakan dinamika sosial yang kaya, di mana modernitas dan tradisi saling bersanding, bukan saling menghapus. Tunisia jadi bukti hidup bahwa identitas bisa lentur tanpa harus kehilangan akar.

5. Destinasi wisata yang rasa Eropa tapi harga Afrika

potret Pantai Hammamet (commons.wikimedia.org/Meriem Mach)

Tunisia punya destinasi wisata yang mirip banget sama destinasi-destinasi Eropa Selatan. Pantai-pantai di Hammamet, Sousse, dan Djerba dipenuhi resor dengan arsitektur Mediterania dan nuansa Santorini mini. Tapi bedanya, semua itu bisa dinikmati dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Menurut data dari Travel Off Path, Tunisia jadi salah satu tujuan liburan paling hemat bagi turis Eropa karena mata uangnya (Tunisian dinar) lebih murah dan biaya hidupnya rendah.

Buat pecinta sejarah, reruntuhan Romawi di Dougga dan Carthage juga gak kalah keren dibandingkan situs serupa di Italia atau Yunani. Belum lagi desa Sidi Bou Said yang putih-biru seperti desa di Yunani, lengkap dengan kafe mungil dan pemandangan laut biru. Semua ini jadi daya tarik utama Tunisia, apalagi buat turis yang cari pengalaman ala Eropa dengan nuansa Arab dan harga bersahabat. Gabungan ini membuat Tunisia cocok disebut hidden gem-nya Afrika Utara.

Tunisia adalah bukti nyata bahwa batas geografis gak selalu sejalan dengan batas budaya. Negara ini membaurkan unsur Arab dan Eropa tanpa kelihatan maksa atau kehilangan jati diri. Dari bahasa, arsitektur, sampai gaya hidup, semuanya berjalan beriringan dan menciptakan keunikan tersendiri. Tunisia gak cuma indah dipandang, tapi juga kaya cerita buat dinikmati.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian