Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Negara Myanmar, Negeri Terisolasi yang Mulai Terbuka

potret Shwedagon Pagoda (commons.wikimedia.org/kallerna)
potret Shwedagon Pagoda (commons.wikimedia.org/kallerna)
Intinya sih...
  • Transisi demokrasi dari rezim militer ke pemerintahan sipil yang masih tertatih, dengan kudeta militer terjadi lagi pada Februari 2021.
  • Kekayaan budaya Myanmar yang masih terjaga karena minimnya pengaruh asing selama masa isolasi, namun semakin banyak wisatawan mulai melirik Myanmar.
  • Konflik etnis di Myanmar yang rumit dan tersebar di berbagai wilayah, bukan cuma soal Rohingya, tapi tentang struktur kekuasaan dan sejarah panjang marginalisasi.

Myanmar mungkin gak sepopuler negara tetangganya di Asia Tenggara seperti Thailand atau Vietnam, tapi negeri ini punya sejarah panjang, budaya unik, dan realitas sosial serta politik yang cukup kompleks. Dikenal juga sebagai Burma, Myanmar sempat mengalami masa isolasi panjang dari dunia internasional akibat rezim militer yang mengekang kebebasan sipil dan akses informasi. Namun dalam satu dekade terakhir, negara ini mulai membuka diri, meski perjalanannya belum mulus.

Transisi demokrasi, konflik etnis, kekayaan budaya, hingga potensi wisata alamnya menjadikan Myanmar sebagai salah satu negara yang menarik untuk dicermati. Dari kota-kota bersejarah seperti Bagan, sampai kisah kontroversial seputar Aung San Suu Kyi, negara ini menyimpan banyak fakta yang gak cuma menarik tapi juga relevan dengan isu global. Yuk, kita bahas 5 fakta tentang Myanmar yang bikin negeri ini semakin patut diperhitungkan!

1. Transisi demokrasi yang tertatih, dari rezim militer ke pemerintahan sipil

potret militer Myanmar (commons.wikimedia.org/Mil.ru)
potret militer Myanmar (commons.wikimedia.org/Mil.ru)

Setelah lebih dari lima dekade berada di bawah kendali militer, Myanmar sempat membuka babak baru ketika pemilu demokratis digelar pada 2010. Tokoh ikonik Aung San Suu Kyi yang sempat menjadi simbol perlawanan terhadap junta militer pun akhirnya bisa ikut berpolitik secara aktif. Namun, meskipun terjadi pergantian pemerintahan ke sipil, militer masih memegang kekuasaan besar lewat konstitusi 2008 yang memberi mereka 25% kursi di parlemen tanpa pemilu. Ini jadi salah satu tantangan besar dalam proses demokratisasi negara tersebut.

Sayangnya, harapan akan perubahan cepat terguncang ketika kudeta militer terjadi lagi pada Februari 2021. Militer menolak hasil pemilu yang dimenangkan oleh partai Aung San Suu Kyi dan kembali mengambil alih kekuasaan. Sejak itu, demonstrasi besar-besaran, pemogokan sipil, dan kekerasan meningkat di berbagai wilayah. Seperti dilansir dari BBC News, krisis politik ini telah menyebabkan ribuan korban jiwa dan menambah daftar panjang pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar.

2. Kekayaan budaya yang masih terjaga, meski terbatas akses global

potret Shwedagon Pagoda (commons.wikimedia.org/kallerna)
potret Shwedagon Pagoda (commons.wikimedia.org/kallerna)

Myanmar punya budaya yang sangat kaya, dengan pengaruh agama Buddha yang begitu kental dalam kehidupan sehari-hari. Sekitar 90% penduduknya menganut Buddha Theravada, dan hal ini tercermin dari arsitektur kuil-kuil megah yang tersebar di seluruh negeri, seperti Shwedagon Pagoda di Yangon dan ribuan stupa kuno di Bagan. Tradisi ini bahkan membuat anak-anak laki-laki di Myanmar menjalani masa "novisiat" sebagai biksu cilik dalam periode tertentu, sebagai bagian dari pendidikan spiritual mereka.

Walaupun dunia luar belum banyak tahu tentang sisi budaya Myanmar, kekayaan tradisi ini tetap terjaga karena minimnya pengaruh asing selama masa isolasi. Seperti dilansir dari National Geographic, masa isolasi tersebut secara gak langsung membuat budaya lokal tetap otentik dan belum terlalu dikomersialkan seperti di negara lain. Tapi sekarang, dengan semakin banyak wisatawan yang mulai melirik Myanmar (meski pelan-pelan), eksposur budaya ini mulai meningkat secara global.

3. Konflik etnis yang rumit, bukan cuma soal Rohingya

potret etnis Rohingya (commons.wikimedia.org/Md. Jamal / VOA)
potret etnis Rohingya (commons.wikimedia.org/Md. Jamal / VOA)

Myanmar adalah rumah bagi lebih dari 135 kelompok etnis resmi, termasuk etnis Bamar yang mayoritas dan kelompok minoritas seperti Karen, Kachin, Shan, dan tentu saja Rohingya. Sayangnya, relasi antar kelompok ini gak selalu harmonis. Konflik bersenjata antara militer dan kelompok pemberontak etnis telah berlangsung selama puluhan tahun, menjadikan Myanmar sebagai salah satu negara dengan perang internal terpanjang di dunia. Banyak daerah etnis bahkan punya pemerintahan dan pasukan militernya sendiri.

Isu Rohingya memang paling dikenal dunia, terutama sejak tragedi 2017 yang menyebabkan lebih dari 700.000 orang mengungsi ke Bangladesh. Namun seperti dilansir dari Al Jazeera, konflik di Myanmar jauh lebih kompleks dan tersebar di berbagai wilayah, seperti konflik antara militer dengan Tentara Kemerdekaan Kachin atau Tentara Negara Bagian Rakhine. Situasi ini memperlihatkan bahwa masalah Myanmar bukan cuma soal agama atau etnis tertentu, tapi tentang struktur kekuasaan yang timpang dan sejarah panjang marginalisasi.

4. Potensi wisata yang spektakuler, tapi masih terbatas aksesnya

potret Danau Inle (commons.wikimedia.org/Vyacheslav Argenberg)
potret Danau Inle (commons.wikimedia.org/Vyacheslav Argenberg)

Buat yang suka petualangan dan eksplorasi budaya otentik, Myanmar sebenarnya punya segalanya. Mulai dari situs arkeologi kuno di Bagan, danau eksotis seperti Inle Lake, sampai pegunungan indah di kawasan Shan State. Tapi karena kondisi politik yang gak stabil dan infrastruktur pariwisata yang masih berkembang, banyak destinasi keren di Myanmar belum bisa diakses dengan mudah atau aman oleh wisatawan asing.

Meski begitu, saat situasi sempat membaik di awal 2010-an, Myanmar sempat mengalami lonjakan wisatawan dan mulai dikenal sebagai "permata tersembunyi" di Asia Tenggara. Seperti dilaporkan oleh Lonely Planet, negara ini punya daya tarik kuat bagi pelancong yang mencari destinasi minim turis dan masih alami. Sayangnya, setelah kudeta 2021, banyak negara memberlakukan travel warning ke Myanmar, dan industri pariwisata pun kembali terpuruk.

5. Perekonomian yang terkendala sanksi dan ketidakpastian politik

potret kudeta Myanmar (commons.wikimedia.org/MgHla)
potret kudeta Myanmar (commons.wikimedia.org/MgHla)

Myanmar punya potensi ekonomi yang besar, terutama dari sektor pertanian, gas alam, dan sumber daya mineral. Tapi semua itu belum bisa dimaksimalkan karena sanksi internasional, investasi asing yang minim, dan ketidakpastian politik. Setelah sempat tumbuh pesat di era transisi demokrasi, ekonomi Myanmar kini kembali terpuruk karena boikot dari banyak negara Barat serta rusaknya rantai pasokan domestik akibat konflik.

Menurut laporan dari World Bank, ekonomi Myanmar menyusut lebih dari 18% pada tahun 2021 pasca kudeta, dan belum menunjukkan tanda pemulihan signifikan. Nilai tukar anjlok, inflasi naik, dan tingkat pengangguran meningkat tajam. Kondisi ini bikin kehidupan masyarakat makin sulit, terutama di wilayah pedesaan yang sangat bergantung pada kestabilan ekonomi lokal. Gak heran kalau banyak anak muda Myanmar kini memilih migrasi atau ikut gerakan perlawanan sipil demi masa depan yang lebih baik.

Myanmar adalah negara yang kompleks, indah, sekaligus menyimpan banyak luka sejarah. Terlepas dari segala kekacauan politiknya, negeri ini tetap layak untuk diperhatikan dan dipahami lebih dalam. Semoga di masa depan, Myanmar bisa kembali membuka diri sepenuhnya dan bangkit menjadi negara yang damai, inklusif, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us