5 Hewan yang Punah Akibat Dikonsumsi Manusia

Kepunahan hewan sebenarnya bisa terjadi lewat berbagai cara. Adanya kompetisi di alam yang kejam hingga kedatangan manusia yang merusak alam jadi beberapa penyebab kepunahan hewan yang sering kita dengar. Akan tetapi, kamu dengar, gak, kalau ada beberapa jenis hewan yang punah karena manusia terlalu banyak mengonsumsinya?
Ya, ada beberapa jenis hewan yang saking berharganya daging mereka, kita tega membabat habis populasinya hingga musnah. Mirisnya, kepunahan hewan-hewan akibat konsumsi manusia ini sudah terjadi mulai dari zaman prasejarah hingga beberapa abad ke belakang. Nah, kali ini, kita akan mengulas spesies hewan apa saja yang harus mengalami kepunahan akibat perburuan daging mereka. Langsung gulir layar ke bawah untuk mengetahui lebih lanjut 5 hewan yang punah akibat dikonsumsi manusia, ya!
1. Merpati penumpang

Mungkin agak mengherankan membaca nama merpati dalam daftar hewan yang sudah punah akibat dikonsumsi manusia. Pasalnya, sebenarnya kita masih cukup mudah menemukan burung yang satu ini. Akan tetapi, kenyataan pahit itulah yang harus diterima merpati penumpang (Ectopistes migratorius) yang merupakan jenis merpati liar. Burung ini bisa ditemukan di Amerika Utara dan memiliki ukuran sekitar 30 cm dengan bulu berwarna abu-abu yang dipadukan dengan warna merah muda serta biru pada beberapa titik.
Mirisnya, kepunahan merpati penumpang bisa dikatakan sangat cepat jika dibandingkan dengan populasi mereka sebelumnya. Dilansir ThoughtCo, pada abad ke-19 diketahui ada lima miliar lebih merpati penumpang yang mengudara di langit Amerika Utara dan berbagai tempat lain di seluruh dunia. Hanya saja, burung yang satu ini sudah dikenal luas sebagai hewan konsumsi sejak masyarakat Eropa tiba di Benua Amerika. Disebutkan pula kalau masyarakat lokal Amerika juga menargetkan merpati penumpang untuk dimakan.
Mulanya, perburuan memang masih bisa dikontrol sehingga populasi merpati penumpang bisa bertahan selama beberapa abad setelahnya. Sayangnya, sejak abad ke-19, perburuan mereka semakin luas hingga disebut-sebut hampir seluruh masyarakat yang hidup di Amerika Utara pasti pernah mengonsumsi daging burung ini. Proses perburuan merpati penumpang pun bisa dibilang sangat menyayat hati.
Ada yang langsung ditembak di tempat, ada burung yang dijerat dengan perangkap, dan ada pula yang memanfaatkan satu merpati penumpang yang sudah dibutakan sebelumnya sebagai umpan bagi burung lain agar datang sehingga mudah ditangkap. Bahkan, ada pula pemburu yang sengaja menunggu musim migrasi merpati penumpang supaya mudah ditembak. Diketahui kalau satu peluru shotgun bisa menghabisi hingga lusinan merpati penumpang.
Kala itu, ada jutaan ton daging merpati penumpang diburu, diperjualbelikan, dan dikonsumsi oleh masyarakat. Ditambah lagi, ada faktor kerusakan alam yang makin menyudutkan populasi burung ini. Akhirnya, merpati penumpang harus punah pada 1914 dengan individu terakhir itu merupakan merpati yang dipelihara di penangkaran. Sementara, individu yang berada di alam liar terakhir terlihat pada 1900.
2. Burung dodo

Kisah kepunahan burung dodo (Raphus cucullatus) mungkin jadi salah satu yang paling populer sekaligus menyedihkan. Burung dengan bobot sekitar 23 kg ini merupakan hewan endemik dari Pulau Mauritius yang berada di sebelah timur Madagaskar dan masih berkerabat dengan burung merpati. Mereka pertama kali ditemukan pada 1507 oleh para pelaut Portugal yang singgah. Sejak awal kedatangan para pelaut itu, mereka melihat dodo sebagai sumber makanan yang potensial karena burung ini sangat mudah untuk ditangkap.
BBC melansir kalau daging burung dodo ternyata sangat disukai oleh para pelaut. Oleh karena itu, perburuan besar-besaran mereka lakukan mengingat burung ini akan langsung menghampiri kawannya secara berbondong-bondong jika mendengar suara panggilan atau jeritannya. Seiring berjalannya waktu, pelaut dari Belada akhirnya memutuskan untuk membangun rumah permanen di Pulau Mauritius pada 1630-an. Keputusan inilah yang menambah malapetaka bagi burung dodo.
Sebab, para pelaut yang datang membawa sejumlah hewan asing untuk dikembangbiakkan di sana. Kambing, rusa, babi, hingga tikus yang tak sengaja terbawa ke Pulau Mauritius menghancurkan sumber makanan dan sarang dari burung dodo. Bahkan, telur dan anak-anak burung dodo tak luput dari sasaran hewan-hewan yang diperkenalkan manusia pada saat itu.
Atas segala kondisi tersebut, pada 1693 burung dodo dinyatakan punah dari alam. Mereka bahkan tak sanggup bertahan 2 abad sejak ditemukan oleh manusia. Meski sebenarnya spesies burung ini cukup terisolasi, burung dodo bisa bertahan dengan baik di Pulau Mauritius selama jutaan tahun sebelum akhirnya manusia menemukan dan menghancurkan populasi mereka.
3. Auroch

Auroch (Bos primigenius) merupakan jenis sapi liar yang hidup di kawasan Eurasia. Mereka hidup di kawasan hutan dan padang rumput dengan ukuran tubuh sekitar 160—200 cm dengan bobot 700—1.500 kg. Hewan ini diduga merupakan leluhur dari seluruh sapi domestik yang kita kenal sekarang. Sayangnya, nasib auroch tak semulus penerusnya yang masih eksis hingga hari ini.
Dilansir The Extinctions, sebenarnya auroch sudah diketahui keberadaannya sejak 700 ribu tahun yang lalu di Tunisia. Peta persebarannya pun sangat luas hingga diketahui mulai dari Britania Raya hingga India. Kemudian, masyarakat di seluruh Eurasia kala itu melihat auroch sebagai sumber pangan yang potensial karena ukurannya yang masif dan rasa dagingnya yang nikmat. Catatan masyarakat kuno, semisal Mesopotamia dan Romawi Kuno, turut membuktikan betapa pentingnya hewan ini untuk dikonsumsi dagingnya.
Kebiasaan berburu auroch itu terus berlangsung hingga abad ke-15. Tak hanya harus mengalami perburuan besar-besaran, habitat mereka pun semakin tergerus seiring dengan berkembangnya peradaban manusia di Eurasia. Oleh karena itu, perlahan sejak abad pertama, keberadaan auroch menghilang sedikit demi sedikit di negara-negara Eropa dan Asia. Pada tahun 1500-an, diketahui kalau auroch hanya tersisa di sekitar Polandia, Prusia, dan Moldova dalam jumlah yang terbatas.
Sempitnya peta persebaran itu juga membuat auroch semakin sedikit. Pada catatan tahun 1564, diketahui kalau hanya tersisa 38 auroch di alam. Kemudian pada 1599, tersisa 24 individu. Pada 1620, pejantan terakhir dari spesies ini mati sehingga hanya menyisakan betinanya saja. Barulah pada 1627, betina sekaligus auroch liar terakhir mati di Hutan Jaktorow, Polandia, yang sekaligus membuat sapi liar ini punah di alam.
4. Sapi laut steller

Nasib dari sapi laut steller (Hydrodamalis gigas) bisa dibilang sangat menyedihkan saat mereka ditemukan oleh manusia. Mamalia air ini dulunya ditemukan di sekitar Pulau Komandorski, Laut Bering, Rusia bagian timur. Ukuran sapi laut steller lebih besar ketimbang dugong ataupun manatee dengan panjang sekitar 9—10 meter dan bobot mencapai 10 ton. Spesies ini baru ditemukan pada 1741 oleh ahli hewan bernama Georg Wilhelm Steller.
Percaya tak percaya, hanya dalam kurun waktu 27 tahun sejak pertama kali ditemukan, kita "berhasil" melumat habis populasi sapi laut steller. Dilansir Natural History Museum, para pelaut Rusia memburu mamalia ini untuk dimanfaatkan daging, lemak, dan bulunya. Sapi laut steller cenderung mudah untuk diburu para pelaut karena habitatnya yang berada di air dangkal dan gerakannya tidak terlalu cepat. Akibat perburuan ini, hingga hari ini kita sangat sulit untuk mengidentifikasi wujud sapi laut steller.
Sebab, Georg Wilhelm Steller merupakan satu-satunya peneliti yang berhasil menemukan sapi laut steller dalam kondisi hidup untuk diamati. Sisanya, hanya ada bangkai sapi laut steller yang sudah telanjur diburu dan dipotong-potong bagian tubuhnya oleh pelaut Rusia. Akibat dari peta persebaran yang terbatas dan perburuan, sapi laut steller musnah pada 1768.
5. Kura-kura sungai merah

Kura-kura sungai merah atau kura-kura tempurung lunak sungai yangtze (Rafetus swinhoei) jadi hewan yang baru-baru ini punah karena dikonsumsi oleh manusia. Reptil air ini merupakan spesies kura-kura air tawar terbesar di dunia dengan panjang sekitar 100 cm dan bobot 70—100 kg. Meski masih ada dua individu yang tersisa, sebenarnya secara teknis kura-kura sungai merah telah punah karena kedua individu tersebut merupakan pejantan.
Live Science melansir kalau masyarakat China sangat menyukai daging dari kura-kura ini sehingga perburuan kerap kali dilakukan untuk kebutuhan konsumsi. Tak hanya itu, habitat alami mereka juga rusak akibat pembukaan lahan dan polusi membuat kura-kura sungai merah tak dapat hidup secara maksimal. Sebenarnya, sempat ada betina yang ditemukan di China dan Vietnam.
Akan tetapi, betina pertama mati di Kebun Binatang Suzhou, China, pada April 2019. Harapan sempat muncul saat sosok kura-kura sungai merah betina dewasa ditemukan di Danau Dong Mo, Vietnam, pada Oktober 2020. Sayangnya, betina yang diduga berusia puluhan tahun itu mati pada 21 April 2023 di habitat yang sama di mana ia ditemukan.
Oleh karena itu, ketiadaan betina yang bisa menghasilkan telur membuat spesies ini secara teknis akan segera punah. Kedua jantan yang tersisa pun hidup di dua tempat yang berbeda. Jantan pertama berada di Kebun Binatang Suzhou dan yang kedua berada di Danau Dong Mo. Sayangnya, pejantan yang ada di Danau Dong Mo tidak sempat kawin dengan betina yang ditemukan di sana sehingga harapan untuk melestarikan kura-kura ini sudah sangat tipis. Peneliti berharap kalau di luar sana masih ada beberapa ekor betina sehingga nantinya populasi kura-kura sungai merah bisa dikembalikan.
Sekarang, sudah terbayang, kan, seberapa destruktifnya manusia bagi alam, khususnya hewan? Bayangkan saja, satu spesies yang sudah beradaptasi dan dapat hidup dengan baik di habitatnya harus musnah hanya dalam satu generasi akibat ulah manusia yang terlalu rakus. Tentunya, alasan pemanfaatan hewan untuk dikonsumsi ini hanya salah satu dari begitu banyak penyebab musnahnya hewan di tangan manusia.