Festival Mooncake Masyarakat Tionghoa, Begini Sejarahnya

Perayaan terbesar setelah Imlek

Pernah mendengar Festival Mooncake sebelumnya? Di China, festival ini juga memiliki nama Mid-Autumn Festival alias Festival Pertengahan Musim Gugur. Meski beragam sebutannya, hari perayaan ini begitu ramai diperingati setiap tahunnya. Bahkan, menjadi perayaan terbesar kedua setelah Tahun Baru Imlek. 

Layaknya setiap festival yang dirayakan di setiap negara, Festival Mooncake juga memiliki sejarah, mitos dan legenda, hingga tradisi yang dipertahankan antar generasi. 

Apa itu Festival Mooncake?

Festival Mooncake alias Festival Kue Bulan merupakan tradisi perayaan panen pasca musim gugur. Masyarakat Tionghoa mendedikasikan acara ini untuk berterima kasih kepada para dewa atas hasil bumi yang diterima.

Sebuah buku berjudul Disappearing Customs of China dan Traditions Customs and Rituals mengungkapkan, sebagian besar sejarawan percaya bahwa tradisi ini muncul pertama kali pada era Dinasti Song. Lebih dari 3000 tahun lalu, festival ini mulanya berbentuk penyembahan bulan. 

Catatan sejarah menuliskan bahwa awalnya gak ada tanggal pasti pelaksanaan festival ini. Pada masa tersebut, orang-orang hanya merayakannya saat bulan purnama tiba. Namun, pada masa pemerintahan Kaisar Tai (dinasti Song Utara), ditetapkan tanggal 15 bulan ke delapan penanggalan Lunar sebagai Hari Pertengahan Musim Gugur. 

Dengan berlangsungnya festival yang juga disebut Zhōngqiū jié dalam Bahasa Mandarin ini, menandakan berakhirnya Festival Hantu lapar. Maka dari itu, Festival Pertengahan Musim Gugur secara tradisional dianggap sebagai hari keberuntungan. Terlebih dalam pernikahan, karena dewi bulan diyakini dapat memberikan kebahagiaan kepada pasangan.

Legenda Festival Mooncake atau Mid-Autumn Festival

Festival Mooncake Masyarakat Tionghoa, Begini Sejarahnyailustrasi Dewi Bulan Chang E (wikimedia.org)

Salah satu legenda paling populer terkait Festival Pertengahan Musim Gugur atau Festival Mooncake adalah kisah Chang-E, juga dikenal sebagai Nyonya Bulan dan suaminya Hou Yi. Dilansir Singapore Infopedia, cerita ini konon berasal dari pendongeng di dinasti Tang (618–907 M). Sumber lain bahkan mengatakan, ini sudah ada sejak zaman Kaisar Yao (2346 SM).

Ceritanya, Hou Yi dan Chang E adalah pasangan suami istri. Hou Yi merupakan seorang pemanah hebat sekaligus anggota pengawal kekaisaran pada masanya. Berkat  keterampilannya, aa diminta untuk pergi menjalankan misi. Adapun misi yang harus dilakukan yakni menembak matahari yang diyakini berjumlah 10 dan menyebabkan panas berlebih di bumi. 

Dengan keahliannya, Hou Yi pun berhasil menembak jatuh sembilan dari 10 matahari yang mengelilingi planet ini. Sebagai hadiah, ia diberi ramuan kehidupan yang memiliki efek keabadian. Namun, bukan Hou Yi yang meminum ramuan tersebut, melainkan istrinya, si Chang E yang mendapatkan keabadian. 

Terkait versi terjadinya minum ramuan ini, ada beberapa versi. Sebuah buku Culture and Customs of Singapore and Malaysia menyebutkan bahwa Chang E mencuri ramuan dari sang suami dan meminumnya. Lalu, Chang E naik ke langit menjadi dewi bulan.

Adapun Hou Yi mendapat kue dari ibu suri dari Surga Barat, Xi Wang Mu. Konon, kue tersebut dapat memberikan kemampuan menahan panas dan dikirim ke matahari. Dengan jimat khusus, Hou Yi pun dapat mengunjungi Chang E tiap tanggal 15 setiap bulan, selama bulan purnama.

Versi lainnya, Chang E terpaksa meminum ramuan tersebut karena hendak dicuri oleh Pang Meng, murid Hou Yi, saat suaminya gak ada. Akibatnya, Chang E dipisahkan selamanya dari Hou Yi. Untuk bertemu istrinya kembali, Hou Yi harus membuat kue berbentuk bulat yang terbuat dari tepung.

Kue yang dinamakan kue bulan tersebut nantinya harus ditempatkan di arah barat laut rumahnya. Lalu, diletakkan sambil meneriakkan nama Chang E sebagai tanda rindu, sehingga ia bisa menemui istrinya saat pertengahan bulan purnama. 

Festival Kue Bulan juga identik dengan kelinci. Legenda ini bermula dari seseorang yang diyakini Buddha masuk ke hutan dan menyamar sebagai lelaki lapar. Sosok Buddha tersebut mendekati tiga binatang (rubah, monyet, dan kelinci), lalu meminta bantuan.

Rubah menangkap ikan untuknya, monyet membawa beberapa buah, tetapi kelinci melemparkan dirinya ke dalam api, serta menawarkan dirinya sebagai daging. Sebagai rasa terima kasih, Buddha pun membangkitkan kelinci dan mengirimkannya ke bulan untuk dihormati. Beberapa menyatakan sang kelinci menemani Chang E di bulan

Baca Juga: 7 Fakta Perayaan Imlek, Sarat Makna dan Cerita Tradisional

Kue bulan dalam Festival Mooncake

Festival Mooncake Masyarakat Tionghoa, Begini Sejarahnyailustrasi kue bulan (pexels.com/Marie Martin)

Popularitas kue bulan bukan hanya sebagai persembahan dari Hou Yi dan Chang E. Di masa peperangan, kue bulan memegang peran penting dalam pembebasan Yuan China (1206–1341 M) dari bangsa Mongol pada abad ke-14.

Pada masa tersebut, pemimpin pemberontak Zhu Yuan Zhang berhasil menghasut untuk melakukan pemberontakan. Peristiwa upaya penggulingan Mongol ini terjadi selama Festival Pertengahan Musim Gugur. Keberhasilan tersebut akibat dari siasat Zhu Yuan Zhang menempatkan pesan rahasia untuk memberontak di kue bulan, meski saat itu dilarang membuat pertemuan besar.

Adapun kini, perayaan Festival Mooncake dilakukan dengan sangat meriah. Banyak rumah diterangi dengan lentera, lalu melaksanakan pesta besar. Dalam tradisi dan sastra Tiongkok, bulan purnama melambangkan keutuhan sehingga dikaitkan dengan reuni keluarga.

Bulan festival adalah waktu yang populer untuk melakukan pertemuan keluarga dengan kegiatan tradisional, seperti melihat bulan atau shangyue dan membawa lentera. Mirip dengan Thanksgiving Day, tetapi versi China. Dalam perayaannya, umumnya masyarakat makan malam bersama, menyembah bulan, makan kue bulan, dan sebagainya. 

Pada Festival Mooncake, kue bulan yang khas terbuat dari adonan tepung dengan kerak tipis dan isian pasta kacang merah atau pasta biji teratai yang tebal. Kue bulan juga bisa mengandung kuning telur dari telur bebek asin. Sebelum dimakan, kue dibagi menjadi empat, kemudian disantap dengan ditemani teh tradisional China. 

Kini, kue bulan gak hanya dikonsumsi sendiri dengan keluarga. Tradisi yang berkembang, mulai memberikan kue bulan pada rekan dan orang-orang terdekat, sebagai bentuk peringatan dan perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur alias Festival Mooncake.

Faktanya, Festival Mooncake ramai dirayakan dengan tradisi yang khas oleh penduduk etnis Tionghoa di mana pun. Termasuk di Indonesia, tradisi ini juga melibatkan kue bulan yang disebut gwee pia atau tiong chiu pia, dalam bahasa Hokkian. Pernah mencobanya?

Baca Juga: Jadi Tradisi, Ini Asal Mula Ritual Tiup Lilin saat Ulang Tahun

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya