Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
kunjungan Pastoral Paus Fransiskus ke Korea pada 2014(commons.wikimedia.org/Republic of Korea)

Bagi umat Katolik di dunia, paus dianggap sebagai paus tertinggi, uskup Roma, dan kepala Gereja Katolik. Namun, kamu wajib tahu, nih, kalau paus juga merupakan kepala negara untuk wilayah berdaulat, yaitu Negara Kota Vatikan. Sebab, paus memimpin sejumlah besar wilayah di Italia selama lebih dari 1.000 tahun dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap negara dan kekaisaran lain.

Dengan kata lain, selama sebagian besar sejarahnya, paus adalah seorang otokrat yang memerintah sebuah kekaisaran. Uniknya, paus masih mengenakan pakaian yang sama hingga saat ini. Adapun, setiap pakaian kepausan memiliki simbolisme, mulai dari warna atau pakaian yang hanya boleh dikenakan oleh paus, hingga pakaian yang digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu.

Faktanya, pakaian yang dikenakan paus memiliki makna simbolis tertentu. Jadi, pakaian yang dikenakannya bukanlah pakaian biasa, lho. Dari ujung kepala paus yang mengenakan topi, hingga ujung kakinya yang mengenakan sepatu, semuanya memiliki arti. Uniknya, pakaian beserta aksesorinya ini didapat dari sebuah toko kecil di Roma yang telah melayani kepausan sejak 1798. Nah, berikut ini kita akan membahas sejarah di balik pakaian paus.

1. Mitra

mitra dari kuartal pertama abad ke-19 buatan Romawi dari katedral dan dipamerkan di museum baru Opera del Duomo di Pisa (commons.wikimedia.org/Federigo Federighi)

Salah satu pakaian paus yang paling dikenal adalah mitra, topi berbentuk mahkota dengan hiasan emas. Mitra hanya boleh dikenakan oleh laki-laki berpangkat uskup atau lebih tinggi. Meski demikian, mitra sering kali dikaitkan dengan paus. Mitra lebih menyerupai mahkota dan berasal dari abad ke-11. Namun, beberapa cendekiawan Katolik percaya bahwa mitra sudah ada sejak Rasul Santo Petrus, paus pertama.

Mitra bisa dibilang merupakan simbol otoritas paus, yang menandainya sebagai uskup terkemuka di Gereja Katolik. Ada tiga versi mitra, pertama mitra simplex berwarna putih polos dan dikenakan pada acara-acara khidmat seperti pemakaman. Lalu ada mitra auriphrygiata yang dihiasi dengan emas, dan dikenakan selama acara-acara pertobatan. Terakhir ada mitra pretiosa yang dihiasi dengan batu-batu mulia, dan dikenakan pada hari raya dan hari Minggu.

Dikutip Catholic Answers, dua lipatan di mitra (ikatan seperti pita di bagian belakang mitra) awalnya dibuat agar mitra tidak jatuh saat dikenakan. Namun sekarang, dua lipatan ini melambangkan keharusan untuk mengikuti roh dan huruf Alkitab. Dua puncak mitra melambangkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Alkitab.

2. Stola dan pallium

Paus Fransiskus merayakan Misa di Katedral Basilika Our Lady of Guadalupe di Mexico City, pada Februari 2016 (commons.wikimedia.org/Marko Vombergar/Aleteia Image Department)

Semua pendeta Katolik biasanya terlihat mengenakan stola, yang merupakan potongan kain selebar 5—10 sentimeter dan panjangnya sekitar 2,4 meter, sebagaimana yang dijelaskan Britannica. Stola disulam dengan simbol-simbol Kristen, terutama salib. Stola bisa dikenakan dengan disilangkan atau dibiarkan menggantung secara vertikal.

Adapun, warna stola berbeda-beda, sesuai dengan kode warna liturgi. Namun, stola paus biasanya berwarna putih, dan simbolismenya mendalam. Stola sering dianggap sebagai simbol keabadian, dan juga merupakan simbol salib yang saat Yesus dibawa ke eksekusinya. Dengan demikian, stola menjadi simbol pengorbanan dan tugas yang diambil semua pendeta.

Nah, ada pula kain yang mirip dengan stola, yaitu pallium. Pallium merupakan semacam selempang collar yang terbuat dari wol domba dengan potongan vertikal yang tergantung di bagian depan dan belakangnya. Pallium awalnya merupakan pakaian Yunani Kuno, tetapi berevolusi menjadi syal khusus yang dikenakan oleh tokoh berwenang sebagai tanda jabatan.

Paus sendiri menganugerahkan pallium kepada uskup dan uskup agung sebagai simbol persatuan antara mereka. Namun, uskup cuma bisa mengenakan pallium di wilayahnya saja. Sedangkan paus dapat mengenakan pallium di mana saja. Adapun, bulu domba pallium merupakan simbol paus sebagai seorang gembala bagi kawanannya.

3. Cassock

Paus Fransiskus mengenakan cassock saat didampingi oleh Presiden Benigno S. Aquino III, di area taman Istana Malacañan selama upacara penyambutan Kunjungan Kenegaraan dan Perjalanan Apostolik ke Republik Filipina pada Jumat (16/01/2015). (commons.wikimedia.org/Rolando Mailo)

Cassock (jubah) tidak lagi dikenakan secara meluas seperti dulu. Pasalnya, cassock tidak pernah menjadi pakaian liturgi, karena dulunya merupakan pakaian yang dikenakan oleh orang-orang biasa di Kekaisaran Romawi dan kemudian sepanjang Abad Pertengahan (juga dikenakan oleh pendeta). Saat fashion mengalami perubahan, cassock tidak lagi populer seperti dulu.

Meski begitu, para pendeta Katolik masih mengenakan cassock karena menolak perubahan, bukan karena alasan yang lebih mendalam. Di zaman modern, cassock jarang dikenakan, tetapi masih menjadi bagian penting dari pakaian paus dan dikenakan sebagai seragam sehari-hari. Cassock dikenakan paua saat tidak merayakan kebaktian keagamaan.

Seperti yang dicatat oleh Beliefnet, cassock masih dianggap sebagai "seragam" bagi para pendeta Katolik. Adapun, cassock yang dikenakan oleh paus melambangkan kesatuannya dengan gereja. Kebanyakan cassock berwarna hitam (pendeta berpangkat tinggi seperti kardinal mengenakan cassock hitam). Namun, cassock yang dikenakan paus berwarna putih sebagai simbol otoritas dan keunikannya di dalam gereja.

Para paus awalnya mengenakan cassock karena sedang tren pada masanya, tetapi seiring meningkatnya kekuasaan dan prestise seorang paus, pakaian mereka pun semakin selaras dengan simbol otoritas dan kekuasaan. Jadinya, cassock putih ditetapkan sebagai pakaian paus oleh Paus Inosensius V, yang terpilih pada 1276. Sebagai seorang biarawan Dominikan, Paus Inosensius V terus mengenakan jubah Dominikan putih. Pengaruhnya pun begitu besar sehingga para penerusnya juga mengenakan cassock putih.

4. Zucchetto

kunjungan Paus Fransiskus ke Naples pada 21 Maret 2015 (commons.wikimedia.org/Finizio)

Dalam Islam, kamu mungkin mengenal peci, tetapi topi bundar yang dikenakan oleh Paus dan pendeta Katolik biasanya disebut zucchetto. Awalnya, topi tanpa pinggiran ini dikenakan oleh orang Romawi Kuno. Zucchetto pun berevolusi dan menjadi bagian dari standar berpakaian pendeta sejak 1200-an.

Fungsi zucchetto sebenarnya untuk melindungi kepala paus dari sinar matahari. Zucchetto dikenakan di bawah mitra untuk melindungi pendeta yang rambutnya dipotong dengan tonsur, gaya rambut yang mencukur bagian tengah kepala sebagai tanda kesalehan. Dengan demikian, ketika dikenakan oleh paus, zucchetto merupakan simbol pemersatu. Hal ini menunjukkan bahwa paus berpakaian serupa dengan para pendetanya, yang menandakan kerendahan hatinya.

Warna zucchetto berbeda-beda. Perbedaan warna ini untuk menunjukkan pangkat dalam Gereja Katolik. Hanya paus yang mengenakan zucchetto putih. Sementara itu, para kardinal mengenakan warna merah tua. Para uskup mengenakan warna amaranth (sejenis merah muda kemerahan), dan para pendeta yang lebih rendah mengenakan warna hitam. Menariknya, ada tradisi jika seseorang memberikan zucchetto kepada paus, maka paus akan memberikan miliknya. Jadi, hal ini bisa menjadi kenang-kenangan bagi mereka yang cukup beruntung bertukar zucchetto dengan paus.

5. Mozzetta

kunjungan Vladimir Putin ke Kota Vatikan bertemu Paus Benediktus XVI pada 13 Maret 2007 (commons.wikimedia.org/Presidential Press and Information Office)

Mozzetta adalah jubah tradisional paus yang cukup unik. Bisa dibilang, mozzetta adalah jubah pendek sepanjang siku, dan biasanya dikenakan bersama stola. Mozzetta juga dikenakan sebagai bagian dari pakaian paduan suara paus, yang digunakan untuk kebaktian umum dan saat memimpin doa bersama.

Mozzetta tersedia dalam berbagai jenis. Yang berwarna satin merah digunakan saat musim panas. Mozetta beludru merah dengan bulu putih digunakan saat musim dingin. Kemudian mozetta kain serge merah digunakan saat memimpin misa bagi orang yang sudah meninggal. Ada juga mozzetta kain merah untuk Prapaskah dan Adven, dan mozzetta Paskah untuk dikenakan pada Hari Paskah.

Mozzetta adalah salah satu pakaian paling simbolis yang dikenakan oleh paus, karena punya simbol otoritas dan kedaulatan tertinggi atas gereja. American Magazine mencatat bahwa Paus Benediktus XVI masih mengenakan mozzetta. Namun, saat Paus Benediktus XVI turun takhta dan digantikan Paus Fransiskus, Paus Fransiskus memilih untuk tidak mengenakan mozzetta saat tampil pertama kali sebagai paus. Hal tersebut pun langsung mengejutkan komunitas Katolik.

Rupanya, Paus Fransiskus lebih mengutamakan kerendahan hatinya. Keputusannya untuk tidak mengenakan mozzetta dianggap sebagai penolakannya terhadap kekuasaan dan kemuliaan seorang paus. Meskipun demikian, banyak umat Katolik yang juga merasa terganggu oleh keputusan Paus Fransiskus ini.

6. Sepatu merah paus

sepatu loafer merah Paus Benediktus XVI (commons.wikimedia.org/Dieter Philippi)

Seorang paus biasanya mengenakan sepatu merah. Sebab, di peradaban kuno, merah adalah warna paling mahal dan langka untuk pakaian. Jadi, hanya raja, kaisar, ​​dan paus (yang memiliki tingkat kekuasaan yang sama dengan raja pada masa itu), yang diizinkan mengenakan warna merah. Faktanya, paus mengenakan pakaian serba merah sebagai simbol kekuasaan mereka.

Namun, hal tersebut berubah pada abad ke-16, ketika Paus Pius V mengubah jubah kepausan dari warna merah menjadi putih. Namun, sepatu dengan beberapa topi dan jubah paus tetap berwarna merah. Para paus masih mengenakan sepatu merah hingga Paus Yohanes Paulus II naik jabatan pada 1978. Sebagai tanda kerendahan hatinya, Paus Yohanes Paulus II mengenakan sepatu cokelat sederhana alih-alih sepatu merah mencolok.

Pada 2005, Paus Benediktus XVI kembali mengenakan sepatu merah, tetapi hal ini menimbulkan kontroversi. Banyak yang menganggap kalau Paus Benediktus XVI terlalu mencolok. Tak hanya itu, ada rumor yang bilang kalau sepatunya dibuat oleh brand ternama yang terkenal dengan keglamorannya. Namun, saat Paus Fransiskus mengambil alih pada 2013, ia tidak mau memakai sepatu merah. Ia muncul di depan umum dengan mengenakan sepatu hitam sederhana.

7. Mantum

Paus Paulus VI selama Konsili Vatikan Kedua (commons.wikimedia.org/Lothar Wolleh)

Kamu mungkin pernah melihat paus mengenakan pakaian resmi lengkap dan mirip seperti kaisar Abad Pertengahan. Nah, salah satunya saat paus mengenakan mantum kepausan, pakaian panjang yang terlihat kaku seperti gaun. Mantum biasanya dihiasi dengan permata dan benang emas. Pakaian ini mirip dengan pakaian liturgi lain yang dikenakan oleh pendeta, yang disebut cope, tetapi mantum sedikit lebih panjang.

Hanya paus yang diizinkan mengenakan mantum. Itu karena mantum merupakan tanda otoritas paus, atau bagian dari pakaian resmi kepausan. Dikutip CatholicSay, mantum dikenakan oleh paus baru saat ia dilantik sebagai paus (penobatan).

Mantum dulunya berwarna merah  karena warna kepausan dulunya merah, tetapi sekarang umumnya berwarna putih dan emas. Paus Paulus VI berhenti mengenakan mantum. Namun, Paus Benediktus XVI menghidupkan kembali pakaian tersebut selama masa pemerintahannya.

8. Triregnum

Paus Pius XII kenakan triregnum di Sedia Gestatoria saat misa untuk memperingati 10 tahun penobatannya sebagai paus. (commons.wikimedia.org/Joachim Specht)

Triregnum atau tiara kepausan adalah mahkota dengan tiga tingkat. Sejarah triregnum ini berawal dari abad ke-9, dan tingkat kedua mahkota ditambahkan pada akhir abad ke-13, serta tingkat ketiga pada abad ke-14. Triregnum melambangkan supremasi kepausan atas semua raja dan penguasa lainnya.

Seperti yang dikutip The Washington Post, paus diberi triregnum saat penobatan hingga 1978, ketika John Paul I menolak untuk memakainya. Meskipun begitu, Paus Paulus VI mengenakan triregnum saat ia dilantik sebagai paus. Lalu beberapa tahun kemudian, ia menjual triregnum tersebut guna mendukung kegiatan amal, upayanya memodernisasi kepausan, dan agar tidak terlalu imperialis. Sejak saat itu, triregnum sudah tidak lagi populer di kalangan paus.

Pada 1978, paus mengenakan mitra alih-alih triregnum. Namun, Vatikan masih memiliki beberapa triregnum. Di sisi lain, tidak ada aturan yang menyatakan bahwa paus tidak boleh mengenakannya jika ia menginginkannya.

9. Camauro

Paus Benediktus XVI kenakan camauro saat menyapa warga di Italia (commons.wikimedia.org/Rundvald)

Camauro yang dikenakan paus, mirip seperti topi Sinterklas, hanya saja tanpa pom pom putih di atasnya. Menariknya, camauro hanya boleh dikenakan paus. Selain mirip topi Sinterklas, camauro juga mirip dengan topi yang dikenakan oleh akademisi pada Abad Pertengahan.

Awalnya, camauro tidak punya makna simbolis. Awalnya, topi ini dibuat untuk menjaga kepala paus agar tetap hangat saat ia memimpin misa di musim dingin. Lagi pula, pada Abad Pertengahan, teknologi pemanas belum secanggih sekarang. Jadi, gereja-gereja tua di zaman itu sangatlah dingin dan berangin. Lalu, kenapa camauro berwarna merah cerah? Dulu warna merah adalah warna kepausan, karena secara tradisional melambangkan kekuasaan.

Paus Yohanes XXIII adalah paus terakhir yang mengenakan camauro, tetapi Paus Benediktus XVI sempat muncul di depan publik dengan mengenakan camauro. Seperti yang dicatat oleh Pastor James Martin oleh The New York Times, kemunculan camauro bersama dengan beberapa pakaian kepausan lama lainnya, dianggap oleh banyak orang kalau Paus Benediktus XVI itu lebih cenderung konservatif dan tradisional terhadap nilai-nilai kepausan.

10. Saturno

Paus Benediktus XVI kenakan saturno (commons.wikimedia.org/Lene)

Di usia 78 tahun, Joseph Ratzinger menjadi Paus Benediktus XVI pada 2005. Namun seperti yang dijelaskan The Guardian, Paus Benediktus XVI memiliki pengaruh besar pada gaya kepausan. Ia memakai banyak jubah kepausan jadul dan mengenakan pakaian kepausan tradisional.

Paus Benediktus XVI bahkan pernah terlihat mengenakan saturno--juga disebut Cappello Romano. Topi bertepi lebar ini dinilai mirip seperti sombrero, topi khas Meksiko. Di samping itu, semua pendeta boleh mengenakannya, tetapi hanya paus yang boleh mengenakan saturno merah dengan tali emas. Yap, seperti yang sudah kita bahas, merah dulunya melambangkan kekuasaan dan otoritas. Jadi, pilihan Paus Benediktus XVI untuk mengenakan topi saturno merah dilihat sebagai penghormatannya terhadap kekuasaan sekuler yang pernah dipegang paus.

Namun, Catholic News Live menjelaskan bahwa Paus Benediktus XVI mengenakan topi saturno karena pinggirannya yang lebar bisa melindungi kepalanya dari sinar matahari dan hujan. Dengan kata lain, topi ini punya manfaatnya sendiri. 

11. Kasula

kunjungan Pastoral Paus Fransiskus ke Korea pada 2014(commons.wikimedia.org/Republic of Korea)

Kasula adalah pakaian umum yang dikenakan oleh pendeta Katolik. Kasula merupakan pakaian terluar yang dikenakan oleh pendeta saat misa. Kasula pernah dikenakan oleh kaum awam dan pendeta, tetapi pada abad ke-6, kasula berkembang menjadi pakaian yang hanya dikenakan dalam gerejawi.

Paus juga mengenakan kasula saat memimpin misa. Namun, semua kasula diberi kode warna untuk mematuhi warna liturgi gereja. Seperti yang dicatat oleh CNN, paus akan mengenakan kasula hijau di sebagian besar misa selama ordinary time. Selama musim Advent dan Prapaskah, paus akan mengenakan kasula ungu.

Kemudian, dua kali dalam setahun, atau pada Minggu Gaudete (minggu ketiga Advent) dan Minggu Laetare (minggu keempat Prapaskah), paus akan mengenakan kasula berwarna mawar. Hal ini melambangkan bahwa musim-musim ini hampir berakhir, dan perayaan akan segera tiba. Kasula putih dikenakan selama Natal serta hari raya lainnya. Sedangkan kasula merah dikenakan pada Minggu Palem, Jumat Agung, dan Minggu Pentakosta. Ada juga kasula hitam dan emas untuk acara-acara tertentu, meski tidak terlalu umum.

Menurut penulis James Monti dalam bukunya yang berjudul A Sense of the Sacred, kasula dianggap sebagai simbol kasih. Pasalnya, kasih adalah kebajikan tertinggi dari semua kebajikan. Maka jubah terluar yang dikenakan oleh pendeta atau paus harus mewakili hal itu.

12. Fanon

Paus Yohanes Paulus II dengan fanon kepausan (commons.wikimedia.org/Jornal O Bom Católico)

Fanon adalah salah satu aspek dari tanda kebesaran kepausan yang tidak banyak diketahui banyak orang. Bagi kebanyakan orang, fanon terlihat seperti stola atau semacam jubah. Namun, seperti yang dijelaskan oleh New Advent, fanon merupakan semacam kain berbentuk lingkaran dengan lubang di tengahnya.

Kain ini bergaris putih dan emas, serta memiliki salib kecil yang disulam di bagian depannya. Pakaian tersebut sebenarnya adalah pakaian yang sangat tua dari tanda kebesaran kepausan yang berasal dari masa-masa awal gereja. Awalnya, fanon tidak hanya digunakan paus, tetapi oleh semua pendeta. Namun, pada abad ke-12, fanon hanya diperuntukkan bagi paus.

Pasalnya, pakaian kepausan mengalami perubahan dan mengedepankan kesederhanaan sejak pemerintahan Paus Paulus VI pada 1960-an. Namun, tren ini kembali berubah ketika Paus Benediktus XVI dinobatkan pada 2005. Paus Benediktus XVI memakai mode lama kepausan, termasuk fanon. Fanon dianggap penting karena merupakan bagian dari kesinambungan kepausan. Dengan demikian, keputusan Paus Benediktus XVI untuk mengenakan fanon menandakan keinginannya untuk mengembalikan gereja ke tradisi lamanya.

Seperti sejarah kepausan yang panjang dan mendalam. Rupanya, pakaian paus juga memiliki sejarah yang tak kalah panjang. Pakaian paus menyimpan segala ceritanya dan penuh dengan makna tersembunyi. Nah, sudah tahu, kan, sekarang sejarah pakaian yang dikenakan paus.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team