Ular King Kobra vs Sanca Kembang: Mana yang Lebih Berbahaya?

Ada dua kategori senjata spesial yang biasanya dimiliki keluarga ular, yakni bisa dan lilitan tubuh. Kedua senjata ini jelas sama-sama mematikan bagi mangsa ular maupun makhluk lain yang mencoba mengusik mereka. Di sisi lain, perbedaan senjata itu ternyata bisa jadi petunjuk bagi kita untuk membedakan antara ular yang memiliki bisa dengan yang tidak. Hal ini tentu sangat penting karena ada beberapa perbedaan penting saat kita kebetulan berpapasan dengan ular.
Khusus untuk manusia, sebenarnya ada jenis ular berbisa yang berbahaya dan tidak terlalu berbahaya, begitu pun sebaliknya untuk jenis ular dengan lilitan kuat. Akan tetapi, dari kedua kategori ular tersebut, rasanya ular king kobra (Ophiophagus hannah) dan sanca kembang (Malayopython reticulatus) jadi dua contoh yang sangat menarik untuk dibahas.
Keduanya merupakan ular terbesar dari kategorinya masing-masing. King kobra atau kobra raja merupakan ular berbisa terbesar dan sanca kembang merupakan ular tak berbisa terbesar di dunia.
Spesies ular ini jelas sangat berbahaya bagi manusia. Mereka bisa membunuh atau bahkan memangsa kita jika tidak waspada. Lantas, dari kedua jenis ular besar ini, kira-kira siapa yang lebih berbahaya, ya? Yuk, simak ulasan lengkap mengenai perbandingan antara king kobra dan sanca kembang berikut ini!
1. Perbedaan tubuh dan habitat

Ciri tubuh king kobra dan sanca kembang tentunya sangat berbeda. Mulai dari corak warna, ukuran secara keseluruhan, hingga bentuk kepala dan gigi dari keduanya benar-benar berbeda. Tak hanya itu, ada hal unik tersendiri dari habitat keduanya, lho.
Untuk king kobra, sisik mereka biasanya hanya terdiri atas dua warna yang mewakili bagian atas dan bawah tubuhnya. Dilansir Smithsonian National Zoo, sisik mereka biasanya berwarna kuning, hijau, hitam, atau cokelat dengan bagian bawah berwarna putih kekuningan.
Panjang tubuh king kobra sekitar 3—5,4 meter dan bobot sekitar 5—12 kg. Meski ukurannya sangat besar untuk ular berbisa, ternyata mereka punya taring yang cenderung kecil, yaitu sekitar 8—10 mm saja. Alasan utamanya, karena taring mereka tak fleksibel sehingga ada kemungkinan menancap pada mulutnya jika terlalu panjang.
Sementara untuk peta persebaran dan habitatnya, kobra raja bisa ditemui mulai dari India, China, serta negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Filipina. Di peta persebarannya, ular ini bisa ditemukan di hutan hujan, hutan bambu, rawa-rawa, hingga kawasan pertanian manusia. Pohon dan rerumputan jadi tempat favoritnya untuk bersembunyi dan beristirahat.
Sementara itu, bagi sanca kembang, corak sisik mereka lebih memiliki banyak warna dan pola. Animal Diversity melansir bahwa corak sisik sanca kembang biasanya berupa pola X yang berulang hingga membentuk sebuah berlian. Perpaduan warna dari sisik ini umumnya adalah kuning cerah, cokelat, dan hitam.
Mereka merupakan ular terpanjang di dunia dengan rata-rata panjang sekitar 4,5—6 meter, tetapi individu terbesar bisa mencapai panjang 9—10 meter. Bobotnya pun bisa mencapai 270 kg, meskipun rata-ratanya sekitar 45—100 kg. Taring sanca kembang ternyata berjumlah 100 buah yang tersembunyi dan menghadap ke arah dalam mulutnya.
Peta persebaran dan habitat sanca kembang ternyata cukup bersinggungan dengan king kobra, lho. Mereka ditemukan dari Bangladesh dan seluruh negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pilihan habitat sanca kembang meliputi hutan hujan tropis, lahan basah, dan padang rumput dengan ketinggian antara 1.200—2.500 mdpl. Ular yang satu ini sangat suka berada di sekitar aliran air dan dapat dengan mudah berbaur dengan pohon serta tanah yang ada di hutan.
2. Bagaimana senjata spesial keduanya bekerja?

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kedua ular raksasa ini punya senjata yang berbeda dalam menghabisi mangsa maupun mempertahankan diri. Ular king kobra merupakan salah satu ular berbisa paling mematikan di dunia. Di sisi lain, sanca kembang mengandalkan lilitan tubuh superkuat hingga mangsanya mati lemas. Lantas, bagaimana sebenarnya kedua senjata ular-ular ini bekerja?
Dilansir National Geographic, jenis racun pada bisa king kobra adalah neurotoksin, tepatnya three-finger toxins (3FTx) dan snake venom metalloproteinases (SVMPs). Ular ini dapat menyuntikkan bisanya dalam jumlah yang sangat besar dan tingkat keampuhan tinggi. Diketahui kalau satu gigitan saja bisa menghasilkan racun yang cukup untuk membunuh 20 manusia dewasa atau seekor gajah! Racun mereka bekerja dengan mempengaruhi sistem pernafasan korban hingga gagal jantung.
Sementara, sanca kembang yang mengandalkan lilitan maut sebenarnya juga memerlukan satu gigitan di awal serangannya. Animalia melansir bahwa ular ini akan berkamuflase dan menunggu calon mangsa tiba. Kemudian, mereka menggigit dan mengunci pergerakan mangsa dengan mulutnya berkat taring yang mengarah ke dalam milik sanca kembang dan barulah lilitan mautnya dimulai.
Tiap kali mangsanya menghembuskan mangsa, sanca kembang akan melilitnya semakin kuat hingga si mangsa mati lemas. Diketahui bahwa kekuatan lilitan ular ini bisa mencapai 6 pon tekanan per square inch (psi).
3. Seberapa sering keduanya menyerang manusia?

Keduanya merupakan jenis ular yang sangat mungkin menyerang dan membunuh manusia dengan senjatanya masing-masing. Akan tetapi, ada perbedaan alasan serangan dari keduanya. Selain itu, jumlah serangan ular raja kobra dan sanca kembang terbilang cukup berbeda tiap tahunnya.
Dari sisi king kobra, mereka biasanya menyerang demi mempertahankan diri. Manusia yang berukuran besar sering dianggap sebagai ancaman. Selain itu, tak jarang pula ada manusia yang secara sengaja memprovokasi si ular hingga berakhir dengan gigitan. Beruntungnya, kasus gigitan yang berujung kematian terbilang sangat jarang. Fact Animal melansir bahwa dalam 1 tahun, biasanya ada sekitar 5 atau kurang dari kasus kematian akibat gigitan king kobra.
Penemuan anti-bisa dari king kobra tentunya sangat berperan besar dalam mencegah kematian akibat gigitan ular ini. Dengan penanganan yang tepat pula, efektivitas dari racunnya bisa dihambat sehingga pada banyak kasus, korban bisa selamat karena sempat diberi anti-bisa. Akan tetapi, tak semua daerah yang jadi peta persebaran ular ini memiliki pasokan anti-bisa yang memadai sehingga kasus yang berakhir fatal masih bisa ditemukan.
Di lain sisi, sanca kembang biasanya menyerang manusia dengan maksud memangsa. Berkat ukuran mereka yang sangat masif, manusia jelas bisa masuk ke dalam mulutnya. Biarpun demikian, catatan serangan dari ular ini pun juga terbilang sangat sedikit. Animal Diversity mencatat bahwa dalam rentang waktu 1936—1974 saja, hanya tercatat 6 serangan berujung kematian dari sanca kembang kepada manusia.
Akan tetapi, beberapa serangan non fatal tetap sering terjadi pada manusia. Biasanya, orang-orang yang hidup dekat dengan hutan, masyarakat pedesaan, hingga suku pedalaman sering berkonflik dengan sanca kembang karena lokasi keduanya yang berdekatan. Selain itu, ada pula beberapa kasus di mana sanca kembang peliharaan manusia justru menyerang pemilik ataupun anggota keluarga pemilik yang berujung pada kasus fatal.
4. Kalau keduanya bertemu di alam liar, siapa yang akan menang?

Habitat kedua ular ini bisa dibilang sangat bersinggungan. Maka dari itu, king kobra dan sanca kembang pasti pernah saling jumpa pada berbagai kesempatan. Nah, kira-kira apa yang akan terjadi ketika dua ular berukuran besar ini bertemu?
Salah satu kasus paling populer datang dari tangkapan gambar yang tersebar di Facebook sekitar 6 tahun yang lalu. Dalam gambar itu, terlihat bangkai king kobra dan sanca kembang dalam posisi yang menggambarkan bahwa keduanya sedang bertarung sebelum mati.
Dilansir National Geographic, kepala king kobra sedang menggigit leher sanca kembang di foto itu. Artinya, ia sedang menyuntikkan bisa pada tubuh sanca kembang. Sedangkan sanca kembang mengambil posisi melilit tubuh kobra raja dengan erat sehingga kedua ular ini saling terkunci.
Hasilnya, baik king kobra maupun sanca kembang sama-sama mati karena senjata milik lawannya. Foto ini setidaknya menggambarkan soal bagaimana perjumpaan kobra raja dengan sanca kembang di alam liar. Mereka akan sama-sama bertarung jika ukuran mereka setara dan biasanya akan berakhir tragis untuk keduanya. Akan tetapi, mengingat makanan utama king kobra yang biasanya berasal dari jenis ular lain, sanca kembang muda atau berukuran lebih kecil dibandingkan dirinya biasanya akan menjadi santapan mereka.
5. Jadi, di antara king kobra dan sanca kembang, siapa yang lebih berbahaya?

Kesimpulannya, kedua ular ini sama-sama berbahaya, khususnya bagi manusia. Mereka memiliki kemampuan membunuh kita dengan cara yang berbeda, tetapi sama-sama efektif dan menyakitkan. Meski motif serangan dari kedua ular ini cukup berbeda pada beberapa kasus, memang sebaiknya kita segera menghindari mereka jika kebetulan bertemu, terlepas dari berapapun ukuran mereka saat itu.
Perlu diingat pula kalau interaksi dengan ular liar memang sama sekali tak dianjurkan. Baik itu king kobra, sanca kembang, maupun jenis ular lain sebaiknya memang dihindari jika tak sengaja bertemu. Selain untuk keselamatan diri sendiri, kita juga membantu ular tersebut supaya tidak merasa terintimidasi. Kalaupun bertemu mereka di dekat pemukiman manusia, lebih baik panggil ahlinya, seperti petugas pemadam kebakaran, supaya si ular bisa ditangani secara profesional, ya!