Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wabah Pes ditemukan di DNA Mumi Mesir Kuno

Ilustrasi mumi (commons.wikimedia.org/120)
Intinya sih...
  • Wabah pes terdeteksi pertama kali di luar Eropa pada mumi Mesir berusia 3.290 tahun
  • Peneliti menemukan DNA Yersinia pestis dalam usus dan jaringan tulang, membuktikan keberadaan wabah pes di Mesir kuno
  • Penyakit ini menyerang sistem limfatik dan dapat menyebabkan kematian tanpa perawatan antibiotik modern yang tepat

Wabah pes paling sering dikaitkan dengan dampaknya yang mematikan di Eropa pada abad ke-14. Namun untuk pertama kalinya peneliti percaya bahwa ada wabah di luar wilayah tersebut yang sebelumnya tidak pernah diketahui, terdeteksi di mumi Mesir berusia 3.290 tahun.

Bakteri Yersinia pestis atau yang dikenal dengan wabah hitam adalah salah satu penyakit paling terkenal dalam sejarah. Ini biasanya ditularkan oleh kutu yang menumpang pada hewan pengerat.

Terungkap dari DNA

Mengutip laman Popular Science, Y. pestis dipastikan telah ada setidaknya pada satu waktu di Mesir kuno. Tim peneliti mencapai kesimpulan tersebut setelah memeriksa sebuah mumi yang disimpan di Museo Egizio, Italia, yang berasal dari periode menengah kedua atau awal Kerajaan Baru.

Menurut para peneliti, DNA yang diekstraksi dari isi usus dan jaringan tulang mengandung jejak Y. pestis, mengimplikasikan bahwa korban telah mengalami wabah tahap lanjut sebelum meninggal.

“Ini adalah genom Y. pestis prasejarah pertama yang dilaporkan di luar Eurasia, memberikan bukti molekuler tentang keberadaan wabah di Mesir kuno,” tulis tim.

Pernah ada teorinya

Piramida sudah sangat tua (pexels.com/Diego F. Parra)

Para ahli telah berteori tentang keberadaan wabah pes di Mesir kuno selama beberapa dekade. Tim peneliti pada 2004 menemukan kutu berusia ribuan tahun di sebuah situs arkeologi di Amarna di tepi Sungai Nil.

Hal ini, ditambah dengan teks medis Mesir berusia 3.500 tahun yang menggambarkan “bubo (yang) nanahnya telah membatu” membuat para ilmuwan percaya bahwa Wabah Hitam telah tiba di sepanjang tepi sungai ribuan tahun yang lalu.

Namun tanpa adanya bukti langsung dari Y. pestis, teori tersebut tetap tidak terbukti. Penemuan sisa-sisa wabah pes dalam DNA mumi, memberikan bukti keberadaannya di Mesir kuno.

Tim peneliti belum dapat memastikan seberapa luas penyebaran Y. pestis di wilayah tersebut, tetapi mereka berharap temuan akan membantu orang lain mempelajari gen yang terkait dengan virulensi dan untuk mengkarakterisasi kemungkinan cara penularan dan patologinya.

Tingkat keparahan Wabah Hitam

Pes menyerang sistem limfatik dan gejala awalnya mirip flu setelah beberapa hari terinfeksi. Dari sana, keadaan sering kali menjadi jauh lebih suram dan fatal.

Kelenjar getah bening di selangkangan, ketiak, dan leher mulai membengkak dan menyakitkan, sementara korban yang terinfeksi mengalami demam tinggi, menggigil bahkan kejang-kejang.

Hematemesis (muntah darah) mulai terjadi, bersamaan dengan pembengkakan kelenjar getah bening yang berkembang menjadi gelembung yang sering pecah. Pendarahan internal menyebabkan sebagian besar tubuh memar dan menjadi nekrotik-gejala yang membuat wabah ini dijuluki “Wabah Hitam”.

Tanpa perawatan antibiotik modern yang tepat, 30-90 persen pasien pada akhirnya meregang nyawa akibat penyakit ini.

Terlepas dari penyebarannya di Eropa antara tahun 1346 dan 1353, wabah pes diyakini sebagai akar penyebab Wabah Justinian di Kekaisaran Romawi Timur pada abad ke-6 Masehi, serta wabah ketiga yang terjadi di China, Mongolia, dan India pada 1855.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Misrohatun H
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us