Kenapa Orang Bisa Selingkuh, Apa Pemicunya? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Perselingkuhan adalah peristiwa mengerikan yang dapat menghancurkan sebuah hubungan. Ternyata perselingkuhan sering kali merupakan hasil dari lingkungan yang diciptakan oleh kedua pasangan. Salah satu pihak bisa saja menciptakan konteks di mana pasangan lainnya mungkin terlibat dalam perselingkuhan.
Dampak perselingkuhan dapat memiliki konsekuensi yang justru menghancurkan masing-masing pihak dari suatu pasangan. Ada banyak penyebab mengapa orang memutuskan mengkhianati pasangannya dengan berselingkuh.
Studi ilmiah telah berhasil menyimpulkan alasan-alasan mengapa orang bisa jadi tidak setia. Langsung saja simak penjelasan di bawah ini kenapa orang selingkuh?
1. Hasrat berselingkuh secara alami yang melekat pada gender

Teori evolusi menyatakan bahwa pria lebih termotivasi untuk terlibat dalam perselingkuhan seksual. Umumnya, motivasinya adalah untuk memaksimalkan keberhasilan reproduksi.
Penelitian oleh Lindsay T. Labrecque dan Mark A Whisman yang dipublikasikan dalam artikel berjudul "Attitudes toward and prevalence of extramarital sex and descriptions of extramarital partners in the 21st century" (2017) menemukan bahwa pria lebih mungkin untuk melakukan hubungan seks di luar hubungan. Sementara itu, perempuan lebih condong dalam perselingkuhan yang bersifat emosional.
Minat seksual juga berpengaruh terhadap preferensi untuk melakukan perselingkuhan. Minat seksual yang besar pada laki-laki dan perempuan telah dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih tinggi untuk terlibat dalam perselingkuhan seksual.
2. Dorongan kinerja sistem otak

Helen Fisher, ahli antropologi biologi, dalam serial terbaru Love, Factually (2016) mengungkapkan adanya hubungan antara cara kerja otak dengan alasan terjadinya perselingkuhan. Sistem otak manusia memiliki bagian tertentu yang mengurus persoalan tertentu, seperti dorongan seks, perasaan cinta romantis, dan keterikatan yang dalam. Kendati demikian, bagian otak ini belum tentu memiliki kinerja yang selaras.
Permasalahan akan muncul ketika sistem otak ini tidak bekerja pada satu objek manusia yang sama. Seseorang bisa saja merasa sangat terikat dengan orang lain, tetapi bagian otak yang fokus pada dorongan seks mungkin saja terpusat pada orang lain.
Sementara itu, bagian otak yang mengendalikan perasaan cinta romantis justru terobsesi dengan orang yang berbeda sama sekali. Ini seperti otak seseorang memiliki tiga pemikiran yang terpisah, sekaligus memilih objek yang berbeda.
3. Perasaan tidak utuh dan pengabaian

Perasaan kekurangan dalam suatu hubungan membuat orang lain berupaya untuk memenuhinya dari orang lain yang bukan pasangan mereka. Kurangnya cinta dari pasangan menjadi alasan paling mendominasi terjadinya perselingkuhan.
Di sisi lain, perasaan bosan terhadap salah satu pasangan juga menjadi pemicu. Perselingkuhan terjadi bukan sebagai respons terhadap masalah yang ada dalam suatu hubungan, tetapi reaksi terhadap kebosanan. Pria lebih sering menggunakan alasan ini untuk menjelaskan kondisi perselingkuhan yang terjadi.
Pasangan yang sering mengabaikan satu sama lain cenderung untuk melakukan perselingkuhan. Namun, perempuan lebih sering menggunakan alasan ini sebagai motif selingkuh.
4. Harga diri dan amarah

Orang yang melakukan perselingkuhan karena persoalan harga diri tampaknya bertentangan dengan intuisi terjadinya perselingkuhan. Bagi sebagian orang, mereka melakukan perselingkuhan untuk meningkatkan ego dan harga diri mereka sendiri. Kondisi ini akan berakhir pada konsekuensi tindakan pribadi yang signifikan.
Perselingkuhan ternyata juga dapat terjadi karena amarah seseorang terhadap pasangannya. Mereka melakukan perselingkuhan dengan tujuan untuk menghukum atau membalas dendam terhadap pasangannya sendiri. Kemarahan ini biasanya dapat dipicu oleh berbagai motif, tapi kecemburuan memainkan peran signifikan.
5. Pemicu untuk perselingkuhan berikutnya

Kayla Knopp dan ahli psikologi dari Universitas Denver, dalam tulisan berjudul "Once a Cheater, Always a Cheater? Serial Infidelity Across Subsequent Relationships" (2017) mengamati perilaku 484 pria dewasa yang pernah berselingkuh saat menjalin hubungan dengan pasangan resminya.
Penelitian ini membuktikan bahwa perselingkuhan pertama dapat menjadi awal terjadinya hal serupa dalam hubungan berikutnya. Temuan mereka menunjukkan bahwa orang yang pernah terlibat dalam perselingkuhan dalam hubungan pertama berisiko tiga kali lebih mungkin untuk berselingkuh lagi.
Dengan demikian, perselingkuhan sebelumnya muncul sebagai faktor risiko penting untuk perselingkuhan dalam hubungan selanjutnya. Kondisi ini dapat terjadi dengan melepaskan dari faktor jenis kelamin atau status perkawinan.
Penjelasan ilmiah di atas telah mengungkapkan berbagai kondisi yang menjadi pemicu perselingkuhan. Meskipun demikian, setiap orang memiliki kemampuan dan kebebasan untuk memilih dan menghormati ikatan kesetiaan dalam hubungan mereka. Tidak ada satu alasan yang dapat membenarkan pengkhianatan dalam perselingkuhan.